Bumi Makin Panas, Sekjen PBB Ingatkan Negara Maju Sumbang Rp1.500 Triliun
Sekjen PBB mengumumkan berakhirnya pemanasan global dan tibanya era pendidihan global. Hal itu ditandai dengan suhu bumi tertinggi yang terjadi pada Juli 2023.
IDXChannel – Bumi semakin hari semakin panas. Bahkan suhu bumi mencapai titik tertinggi pada Juli 2023.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, bahkan mengumumkan berakhirnya pemanasan global dan tibanya era pendidihan global. Hal itu ditandai dengan suhu bumi tertinggi yang terjadi pada Juli 2023 ini.
Dengan kondisi tersebut, dia berharap negara-negara maju juga bisa membantu negara-negara berkembang untuk mengatasi kondisi yang terjadi saat ini. Dia meminta agar mereka bisa berkomitmen memberikan bantuan USD100 miliar atau setara Rp1.500 triliun per tahun guna memerangi perubahan iklim.
"Buktinya sudah ada dimana-mana. Manusia telah menyebabkan kehancuran. Ini bukan berarti membuat kita putus asa tapi meminta kita untuk beraksi," ucapnya.
Adapun pernyataan Guterres disampaikan saat berpidato di Kantor PBB atau United Nations (UN) di New York, Amerika Serikat baru-baru ini. Dalam pidato tersebut, Guterres fokus menyampaikan data dari Uni Eropa dan World Meteorological Organization yang menyebutkan bahwa Juli merupakan bulan dengan suhu terpanas yang pernah terjadi.
"Era dari pemanasan global telah berakhir, era pendidihan global telah tiba," tegas Guterres.
"Bagi sebagian besar masyarakat Amerika Utara, Asia, Afrika, dan Eropa, ini merupakan musim panas yang menyiksa. Bagi seluruh planet, ini adalah bencana," tambahnya.
Lebih lanjut Antonio Guterres mengatakan sebenarnya kondisi ini sudah lama diprediksi oleh semua orang. Banyak orang mengetahui perubahan iklim berdampak besar pada suhu permukaan bumi. Namun, laju perubahan yang sangat cepat justru tidak diantisipasi dan berpotensi menghancurkan.
"Bagi para ilmuwan, ini tidak perlu diragukan lagi, manusia harus bertanggung jawab. Semuanya sudah bisa diprediksi dan diingatkan berulang-ulang. Kejutannya perubahan yang sangat cepat. Ini menakutkan, dan ini baru permulaan," keluh pria berpaspor Portugal itu.
Dia melanjutkan saat ini masih belum ada kata terlambat untuk menghindar dari bencana besar pendidihan global. Masyarakat dunia masih bisa berupaya membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius di atas level praindustri. Level yang memang sudah direkomendasikan oleh Paris Climate Agreement 2015.
Meski begitu, upaya itu sebaiknya dilakukan dengan cepat. Upaya itu menurutnya harus berkejaran dengan kondisi yang tengah terjadi saat ini.
Lebih lanjut, dia mengapresiasi beberapa sektor swasta yang berupaya keras untuk mengurangi terjadinya perubahan iklim yang sangat drastis. Contohnya sektor perkapalan yang kini mulai memanfaatkan energi terbarukan.
"Hanya saja saat ini itu semua masih belum cepat. Dibutuhkan tindakan dramatis untuk mengatasi hal ini," harapnya.
Diketahui laporan yang dikirim oleh Uni Eropa dan World Meteorological Organization menyebutkan bahwa suhu yang terjadi pada Juli 2023 merupakan suhu bulan terpanas yang pernah dicatat. Suhu tersebut mengalahkan suhu yang terpanas yang pernah terjadi sebelumnya pada Juli 2019.
Perhitungan yang dilakukan Uni Eropa dan World Meterological Organization didasarkan pada data ERA5. Dari situ diketahui suhu udara permukaan global selama 23 hari pertama di bulan Juli 2023 mrencapai 16,95 derajat Celcius.
Suhu tersebut lebih panas dibandingkan suhu yang terjadi pada Juli 2019 yang mencapai 16,63 derajat Celcius.
"Pada tahap ini, hampir dapat dipastikan bahwa suhu rata-rata bulanan penuh untuk Juli 2023 akan melebihi Juli 2019 dengan selisih yang signifikan, menjadikan Juli 2023 sebagai Juli terhangat dan bulan terhangat yang pernah terjadi," tulis laporan tersebut.
(FRI)