Jepang Butuh Puluhan Tahun untuk Bersihkan Puing Bencana Nuklir Fukushima
Jepang memulai proyek sulit untuk membersihkan puing bahan bakar di tiga reaktor Pembangkit Listrik Tenaga Nukllir (PLTN) Fukushima Daiichi.
IDXChannel - Jepang memulai proyek sulit untuk membersihkan puing bahan bakar di tiga reaktor Pembangkit Listrik Tenaga Nukllir (PLTN) Fukushima Daiichi yang hancur akibat gempa bumi dan tsunami pada 2011. Sejumlah ahli memprediksi upaya ini butuh puluhan tahun untuk rampung sepenuhnya.
Dilansir dari Bloomberg, sebuah robot memasuki reaktor yang rusak di PLTN Fukushima pada Selasa (10/9/2024). Selama dua pekan ke depan, robot tersebut akan mengambil sejumlah kecil puing bahan bakar yang meleleh di dasar reaktor.
Para spesialis berharap robot tersebut akan membantu mereka mempelajari lebih lanjut tentang kondisi inti reaktor dan puing bahan bakar.
Bahan bakar nuklir di inti reaktor meleleh setelah gempa bumi dan tsunami berkekuatan 9,0 skala Richter pada Maret 2011 menyebabkan sistem pendingin PLTN Fukushima Daiichi rusak.
Lelehan bahan bakar merembes ke luar inti reaktor dan bercampur dengan material internal reaktor seperti zirkonium, baja tahan karat, kabel listrik, dan beton di sekitar struktur pendukung.
Lelehan ini menyebar ke segala arah, sehingga sangat menyulitkan pembersihan. Kondisi puing juga berbeda-beda di setiap reaktor.
Tokyo Electric Power Company Holdings, atau TEPCO, yang mengelola pembangkit tersebut, mengatakan sekitar 880 ton puing bahan bakar masih berada di tiga reaktor, tetapi beberapa ahli mengatakan jumlahnya bisa lebih besar.
Proyek pembersihan awalnya direncanakan akan dimulai pada akhir 2021, tetapi tertunda karena masalah teknis. Beberapa ahli mengatakan upaya ini akan membutuhkan waktu hingga 100 tahum namun pemerintah optimistis proyek pembershian hanya akan memakan waktu 30-40 tahun.
Sejumlah pihak mendorong agar reaktor dikubur, seperti di PLTN Chernobyl setelah ledakannya pada 1986. Namun, usulan tersebut ditolak karena lokasi PLTN Fukushima Daiichi yang berada di dekat laut dan zona rawan gempa bumi dan tsunami. (Wahyu Dwi Anggoro)