Jokowi Kaget Lulusan S2 dan S3 RI Cuma 0,45 Persen, Kalah dari Malaysia dan Vietnam
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku kaget jumlah lulusan S2 dan S3 di Indonesia terhadap populasi produktif masih sangat rendah.
IDXChannel - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku kaget jumlah lulusan S2 dan S3 di Indonesia terhadap populasi produktif masih sangat rendah. Bahkan, hal ini juga lebih rendah dibandingkan negara-negara berkembang lainnya.
Hal tersebut disampaikan Jokowi dalam sambutannya pada acara pembukaan Konvensi Kampus XXIX dan Temu Tahunan XXV Forum Rektor Indonesia, Surabaya, Senin (15/1/2024).
"Rasio penduduk berpendidikan S2 dan S3 terhadap populasi produktif itu juga masih sangat rendah sekali kita ini," kata Jokowi dalam sambutannya.
Jokowi mengungkapkan, jumlah lulusan S2 dan S3 di Indonesia tidak sampai satu persen dari jumlah populasi produktif.
"Saya kaget juga kemarin dapat angka ini saya kaget. Indonesia itu di angka 0,45 persen. Negara tetangga kita, Vietnam, Malaysia sudah di angka 2,43 persen. Negara maju 9,8 persen, jauh sekali," kata Jokowi.
Presiden mengaku akan menggelar rapat untuk membahas mengenai hal tersebut di Istana Negara. Meski begitu, Jokowi belum mengetahui anggaran yang akan digunakan untuk menambah lulusan S2 dan S3 nantinya.
"Saya minggu ini akan rapatkan ini dan mengambil kebijakan policy untuk mengejar angka yang masih 0,45 persen. Enggak tahu anggarannya akan didapat dari mana, tapi akan kita carikan agar S2, S3 terhadap populasi usia produktif itu betul-betul bisa naik secara drastis," kata Presiden.
"Kejauhan sekali 0,45 sama 2,43. angkanya memang kelihatannya, tapi kalo dikalikan ini sudah berapa kali. Lima kali lebih rendah kita dengan negara-negara yang tadi saya sampaikan, bukan negara maju, dibandingin dengan negara maju," sambungnya.
Jokowi menyebut, perlunya anggaran tambahan di tengah tekanan besar fiskal saat ini. Namun, dirinya akan mengusahakan hal tersebut agar Indonesia dapat melahirkan SDM yang unggul dan juga berkualitas.
Nantinya, kata dia, selain dari APBN dan dana tambahan untuk pendidikan dan riset akan dimanfaatkan dari dana abadi yang dimiliki. Termasuk, katanya, menggunakan matching fund.
"Sekali lagi saya sangat paham semua upaya itu membutuhkan anggaran, membutuhkan biaya, pembiayaan di tengah tekanan berat fiskal kita. Tapi apapun yang namanya sumber daya manusia menjadi sangat penting dalam 5-10 tahun ke depan dan itu akan menjadi kunci," pungkasnya.
(YNA)