Jumlah Penerima Program Makan Bergizi Gratis (MBG) 35,4 Juta Orang hingga 15 Oktober 2025
Hingga 15 Oktober 2025, jumlah penerima program Makan Bergizi Gratis (MBG) mencapai 35,4 juta orang. Jumlah tersebut tujuh kali lipat populasi Singapura.
IDXChannel – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan pemerintah secara bertahap sejak 6 Januari 2025, menargetkan perbaikan gizi bagi siswa PAUD hingga SMA/SMK, serta ibu hamil dan menyusui.
Hingga 15 Oktober 2025, jumlah penerima program Makan Bergizi Gratis (MBG) mencapai 35,4 juta orang. Jumlah tersebut tujuh kali lipat populasi Singapura.
Meski dampak kesehatannya tidak instan, para ahli gizi meyakini program ini akan menunjukkan hasil signifikan dalam kurun satu tahun.
Guru Besar Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, Hardinsyah mengatakan waktu untuk merasakan dampak program ini bervariasi. "Dampak gizinya bisa dirasakan tiga bulan sampai satu tahun kemudian, tergantung usia penerima manfaat. Kalau anak-anak, lebih cepat efektivitasnya," ujarnya dalam keterangan pers Minggu (26/10/2025).
Hardinsyah menekankan bahwa MBG merupakan investasi jangka panjang untuk memutus mata rantai stunting, yang merupakan masalah lintas generasi.
"Anak-anak remaja kita saat ini, 15 tahun lagi akan dewasa dan menjadi orang tua. Maka sejak remaja kita cegah (stunting) agar keturunannya sehat, melalui intervensi pemenuhan gizi," kata dia.
Tidak hanya itu, pemberian gizi untuk anak sekolah diyakini lebih dari sekadar mendukung pertumbuhan fisik, tetapi juga meningkatkan kemampuan kognitif dan daya belajar. Secara teknis, dampak MBG dapat diukur melalui pemantauan tinggi dan berat badan siswa secara berkala di sekolah.
Untuk balita, pengukuran dilakukan setiap bulan di posyandu mengingat fase pertumbuhannya yang sangat cepat. Namun begitu, agar semua tujuan program ini tercapai dengan baik, keamanan pangan adalah aspek kunci dalam pelaksanaan MBG.
Menurut Hardinsyah, aspek keamanan pangan dalam MBG merupakan faktor yang tidak bisa ditawar dan harus diawasi dengan ketat. Setelah aspek keamanan pangan ini terpenuhi, unsur kedua yang perlu jadi perhatian adalah enak atau tidak panganan yang disajikan.
“Kalau berbicara asupan gizi, itu adalah suatu hal yang tidak tampak. Begitu makanan aman, kemudian makanan disukai, otomatis gizi itu ikut terserap tubuh. Jadi makanan itu harus aman dahulu, karena itu pengawasan menjadi sangat penting," tutur dia.
Oleh karena itu, dalam operasionalnya, program MBG yang dikelola melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) melibatkan berbagai profesi yang terkait dengan kesehatan dan gizi. Profesi kesehatan masyarakat dan ahli gizi memiliki peran masing-masing dengan kompetensi yang saling melengkapi, khususnya dalam memastikan keamanan pangan yang disajikan.
Dampak Lebih Luas: Pendidikan dan Kehadiran Sekolah
Pada dasarnya tujuan MBG tidak hanya terbatas pada pemenuhan kesehatan semata. Program ini juga dirancang agar meningkatkan kehadiran siswa di sekolah.
Adanya makan siang gratis membuat anak-anak tertarik untuk hadir dan tidak absen dengan alasan membantu orang tua akibat kemiskinan. Selain itu, dengan status gizi yang membaik, anak-anak menjadi lebih sehat dan tidak mudah sakit, sehingga frekuensi ketidakhadiran pun berkurang.
Dari sisi akademis, peningkatan asupan gizi diharapkan dapat meningkatkan konsentrasi belajar, yang pada akhirnya tercermin dari perbaikan nilai rapor setiap semester.
Sebagai upaya mendukung keberhasilan program MBG, partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat sangat dibutuhkan. Peran guru, misalnya, dapat dimulai dari hal sederhana seperti mengarahkan anak didik untuk mencuci tangan sebelum makan dan membudayakan makan bersama di kelas.
Orang tua juga dapat berperan sebagai pengawas informal. Jika diperlukan, mereka dapat melihat langsung proses pengolahan di dapur SPPG dan membantu meminimalisir insiden keamanan pangan. Dengan sinergi antara pemerintah dan masyarakat, MBG diharapkan dapat mencapai tujuannya dalam membangun generasi Indonesia yang lebih sehat, cerdas, dan berdaya saing.
(kunthi fahmar sandy)