News

KBRI Canberra Imbau WNI tetap Waspada, Begini Potret Demo Besar-besaran di Australia

Nia Deviyana 14/09/2025 20:30 WIB

Ribuan orang dari berbagai kelompok di Australia melakukan aksi demonstrasi pada Sabtu (13/9/2025) di berbagai ibu kota negara bagian.

KBRI Canberra Imbau WNI tetap Waspada, Begini Potret Demo Besar-besaran di Australia. Foto: ABC.

IDXChannel - Ribuan orang dari berbagai kelompok di Australia melakukan aksi demonstrasi besar-besaran pada Sabtu (13/9/2025) di berbagai ibu kota negara bagian.

Adapun sebelumnya, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Canberra mengimbau warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Australia agar tetap waspada. 

Melansir ABC, Minggu (14/9/2025) kelompok yang memperjuangkan kedaulatan Pribumi (Indigenous sovereignty) turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan terhadap rasisme dan pandangan anti-imigrasi.

Pada saat yang sama, sejumlah kelompok dengan berbagai pandangan anti-pemerintah dan anti-imigrasi juga menggelar aksi di kota-kota besar, dengan banyak demonstran mengenakan bendera Australia.

Rangkaian aksi tersebut membuat polisi menurunkan barisan pengamanan ketat di banyak kota, termasuk memisahkan kelompok demonstran di Melbourne.

Aksi ini berlangsung di tengah meningkatnya ketegangan global, menyusul pembunuhan tokoh konservatif AS, Charlie Kirk.

Di beberapa kota, massa membawa poster dan mengenakan kaos bergambar nama Kirk. Di Adelaide dan Perth, mereka juga menggelar momen hening cipta untuk menghormatinya.

Bagaimana kondisi demo besar-besaran yang terjadi di negeri Kanguru tersebut? Berikut ulasannya.

Victoria

Di Melbourne, massa yang tergabung dalam Indigenous Sovereignty Protest berkumpul di Stasiun Flinders Street, CBD, dengan membawa bendera Aborigin dan Palestina.

Penyelenggara menyebut aksi ini digelar sebagai respons atas serangan kekerasan terhadap kamp masyarakat First Nations di Kings Domain dua minggu lalu.

Sementara itu, di tangga Gedung Parlemen, kelompok lain dengan pandangan sayap kanan menggelar orasi menuding adanya korupsi pemerintah dan menolak energi terbarukan.

Salah satu pembicara bahkan menyerukan keadilan bagi buronan Dezi Freeman, yang dituduh menembak dua polisi.

Polisi Victoria, yang sebelumnya telah memperluas kewenangannya untuk mengantisipasi bentrokan, menetapkan sebagian area kota sebagai zona khusus. Dengan aturan ini, mereka berhak melakukan penggeledahan serta meminta demonstran membuka penutup wajah.

Saat massa Indigenous Sovereignty bergerak menuju parlemen, polisi membentuk barikade memisahkan dua kelompok. Setelah aksi berakhir, sempat terjadi bentrokan kecil antara polisi dan massa Indigenous, termasuk laporan penggunaan semprotan merica.

New South Wales

Sekitar 3.000 orang berunjuk rasa di pusat kota Sydney dalam acara Australia Unites Against Government Corruption Rally yang digelar sejumlah kelompok pecahan.

Polisi dalam jumlah besar mengamankan jalannya aksi, yang menutup sejumlah jalan sibuk antara Town Hall dan Hyde Park.

Massa, banyak di antaranya membawa bendera nasional Australia, berkumpul di Hyde Park untuk mendengarkan orasi yang mengusung beragam isu: anti-vaksinasi, anti-imigrasi, penolakan digital ID, hingga penolakan sistem tanpa uang tunai.

Awalnya, panitia ingin menggelar long march melintasi Sydney Harbour Bridge, namun rencana itu batal setelah polisi NSW mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung pekan lalu.

Di sisi lain, sekitar 1.000 orang mengikuti aksi tandingan yang digelar The Blak Caucus, kelompok First Nations, menentang rasisme, fasisme, dan Neo-Nazi, sekaligus mengecam serangan terhadap Camp Sovereignty di Melbourne.

Perdana Menteri NSW Chris Minns menyuarakan keprihatinan atas meningkatnya tensi politik. Ia mengingatkan bahaya pergeseran opini politik menjadi kebencian politik.

Queensland

Sekitar 1.500 orang tetap berkumpul di tengah hujan deras di Brisbane. Sekitar 1.000 orang mengikuti Australia Unites Against Government Corruption Rally di City Botanic Gardens, sementara 500 lainnya berkumpul di Musgrave Park menolak rasisme dan diskriminasi.

Aksi Indigenous Sovereignty Rally juga digelar di King George Square dengan orasi tentang perjuangan masyarakat First Nations.

South Australia

Beberapa ratus orang berkumpul di Victoria Square, Adelaide, dalam aksi antirasisme yang dibuka dengan upacara smoking ceremony.

Massa membawa poster bertuliskan “Stand for Camp Sovereignty”.

Di lokasi berbeda, ratusan orang lain mengikuti Australia Unites Against Government Corruption Rally, menyanyikan lagu Waltzing Matilda dan menyerukan PM Anthony Albanese mundur.

Mereka juga menggelar momen hening untuk Charlie Kirk.

Tasmania

Sekitar 300 orang menggelar aksi Indigenous Sovereignty di depan Parlemen Tasmania di Hobart. Mereka menyerukan agar kelompok Neo-Nazi National Socialist Network masuk daftar organisasi teroris.

Cody Gangell-Smith, pria Palawa, menyebut serangan di Melbourne sebagai aksi terorisme terang-terangan. Aksi juga dihadiri tokoh Aborigin dan perwakilan pro-Palestina.

Western Australia

Sekitar 500 orang berkumpul di Supreme Court Gardens, Perth, membawa bendera Australia dan poster anti-imigrasi. Aksi diisi dengan seruan anti-pemerintah, anti-vaksin, dan kebebasan berbicara.

Massa mengheningkan cipta untuk Charlie Kirk, lalu berteriak “Justice for Charlie”.

Mereka kemudian berbaris menuju pusat kota, sementara kelompok tandingan pro-Indigenous dan pro-Palestina menggelar aksi di lokasi lain. Polisi menjaga agar kedua kelompok tak saling berhadapan.

Northern Territory

Di Darwin, dalam aksi Australia Unites Rally, muncul sentimen marah atas Senator Jacinta Nampijinpa Price, yang baru-baru ini dicopot dari kabinet bayangan partainya karena pernyataan keliru soal migrasi India.

Sekitar 300 orang hadir, membawa isu anti-pemerintah, anti-pengawasan, hingga anti-media. Sekitar 60 orang lain berkumpul di Alice Springs menolak rasisme.

Australian Capital Territory

Sekitar 200 orang berkumpul di Civic Square, Canberra, menentang rasisme dan fasisme. Massa juga mengibarkan bendera Palestina, mengecam serangan terhadap Camp Sovereignty di Melbourne.

Dalam beberapa pekan terakhir, gelombang demonstrasi merebak di berbagai negara dengan isu yang beragam.

Di Inggris, ribuan orang turun ke jalan dalam aksi bertajuk Unite the Kingdom untuk menolak imigran ilegal sekaligus mengkritik kebijakan migrasi pemerintah. 

Sementara itu, di Serbia, masyarakat terbelah antara pendukung dan penentang Presiden Aleksandar Vučić, dengan aksi protes besar yang dipicu tuduhan korupsi serta menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Di Prancis, demonstrasi berlangsung di bawah slogan Block Everything. Massa menentang pemotongan anggaran serta kenaikan pajak.

Gelombang protes juga muncul di Nepal, terutama di kalangan generasi muda. Aksi mereka dipicu kebijakan pemerintah yang memblokir sejumlah platform media sosial, ditambah kekecewaan atas kasus korupsi serta ancaman terhadap kebebasan berbicara.

(NIA DEVIYANA)

SHARE