Kemenkumham Gandeng Perbankan Terapkan Penilaian Risiko Bisnis dan HAM (PRISMA)
Terdapat 31 perusahaan yang kini telah mendapat status hijau setelah melalui self-assessment PRISMA.
IDXChannel - Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) (Kemenkumham) melalui Direktorat Jenderal HAM, tengah berupaya menjalin hubungan antara Bisnis dan HAM di kalangan BUMN dan pelaku usaha di Indonesia.
Pentingnya hubungan antar bisnis dan HAM ini dimaksudkan untuk menjaga reputasi dan daya saing perusahaan di pasar domestik maupun internasional.
Dalam upayanya, Kemenkumham melalui Dirjen HAM pun menerapkan pengembangan Penilaian Risiko Bisnis dan HAM (PRISMA) sebagai tolak ukur yang dijadikan panduan perusahaan dalam memenuhi standar arus utama hubungan antara bisnis dan HAM.
Dirjen HAM pun menggandeng sektor perbankan, terutama bank BUMN, sebagai titik tolak utama dalam memberikan pengaruh besar terhadap pelaku pasar global dan pengambilan keputusan bisnis.
“Hemat kami, dengan besarnya peran perbankan maka mereka merupakan mitra yang amat penting untuk terus mendorong penghormatan perusahaan terhadap hak asasi manusia," ujar Direktur Jenderal HAM, Dhahana Putra, Sabtu (18/5/2024).
Dhahana menuturkan, pada acara media dialogue dengan tema “Aspek HAM dalam Sektor Perbankan” di Hotel Novotel Cikini Jakarta Pusat, Jumat kemarin (17/5/2024), PRISMA menjadi tindak lanjut pemerintah dalam mengimplementasikan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM.
Dia mengatakan sejumlah perusahaan BUMN kini melaksanakan revisi regulasi dan tata kelola yang sesuai antara bisnis dan HAM. Ini dilakukan, lanjut Dhahana, lantaran banyaknya perusahaan BUMN yang mengaku mendapatkan reputasi baik semenjak memperhatikan isu-isu HAM di dalam internalnya.
"Jadi banyak regulasi ini tidak inheren, tidak sesuai dengan bisnis dan HAM. Ini pun juga menjadi sasaran kami untuk merevisi regulasi yang tidak sesuai dengan Bisnis dan HAM," kata Dhahana.
Dhahana mengatakan, penerapan PRISMA yang sejatinya sudah dilaksanakan mulai tahun 2020, masih belum diketahui oleh para pelaku usaha.
"Memang PRISMA itu dikenal pada 2021. Jadi pada saat 2021 itu tidak lebih dari 10 pelaku usaha yang assessment. Kemudian di 2022, naik sedikit, kurang lebih 20-an. Nah pada saat 2023, pasca ada peraturan presiden itu melonjak tinggi," terang Dhahana.
Kendati demikian, sejak tahun 2023 ini, PRISMA telah diasses pada sejumlah perusahaan yang ada di Indonesia. Dhahana mengatakan, perusahan-perusahaan tersebut yakni terdiri dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ataupun perusahaan swasta.
"Terdapat 31 perusahaan yang kini telah mendapat status hijau setelah melalui self-assessment PRISMA. BCA dan BRI merupakan dua perusahaan yang telah meraih status hijau," lanjut Dhahana.
Di sisi lain, salah satu narasumber yakni Head of ESG Group PT. BCA, Linda Chandrawati mengatakan, PRISMA memberikan alat bantu bagi perusahaannya agar implementasi HAM itu benar-benar terlaksana dengan baik. Dia mencontohkan, pembentukan Satuan Tugas Korban Pelecehan Seksual di kantornya, dapat dicapai berkat acuan PRISMA yang dianut dalam implementasinya.
"Di dalam rencana kami pada 2024, yakni pembentukan Satuan Tugas Penanganan untuk Kasus-kasus pelecehan seksual yang ada di lingkungan kerja, itu juga salah satu bentuk tindak lanjut dari PRISMA. Dan kita juga melihat di peers kita, mereka punya respect untuk menerapkan policy ini juga. Kita lihat ini bagus sekali," tegas Linda.
Lebih lanjut, Division Head of Environment, Social, Governance (ESG) PT. BRI (Persero) Tbk Yosephine Ajeng Sekar Putih mengungkapkan pihaknya merasa bersyukur dengan adanya PRISMA tersebut.
Ajeng mengatakan, PRISMA ini menjadi acuan validasi ketika perusahaannya menerapkan penegakan HAM di dalam perusahaannya. Ia melanjutkan, acuan PRISMA ini menjadi jawaban apabila investor mempertanyakan pelaksanaan bisnis dan HAM, yang ternyata sudah disetujui oleh pemerintah langsung.
"Dengan adanya kita bergabung dengan PRISMA ini, sedikit banyakanya kita bisa bercerita bahwa ini ada validasi dari pihak ketiga," lugas Ajeng.
Diketahui, PRISMA merupakan aplikasi Penilaian Risiko Bisnis dan HAM (PRISMA) berbasis website. Aplikasi PRISMA ini digunakan dengan tujuan memfasilitasi perusahaan di semua sektor bisnis untuk melakukan penilaian dirinya sendiri (self assesment) atas isu bisnis dan HAM.
Perusahaan dapat memetakan kondisi riil atas potensi risiko pelanggaran HAM yang disebabkan oleh kegiatan bisnis di dalam internal perusahaannya. Selain itu, melalui aplikasi PRISMA diharapkan perusahaan dapat membentuk mekanisme pencegahan dan penindakan atas tegakknya HAM di lingkungan bisnis.
"Tidak hanya untuk menganalisis risiko, namun aplikasi PRISMA juga sebagai sarana edukatif dan informatif untuk mempelajari bisnis dan HAM lebih jauh bagi perusahaan," jelas Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, dalam keterangan resmi di laman Kemenkumham.
(SAN)