Kemhan Akan Produksi Obat Massal, Harganya 50 Persen Lebih Murah
Kemhan akan memproduksi secara massal obat-obat pada Oktober 2025.
IDXChannel - Kementerian Pertahanan (Kemhan) akan memproduksi secara massal obat-obat pada Oktober 2025. Obat buatan Kemhan ini akan didistribusikan ke desa dengan harga yang jauh lebih murah.
"Nanti menjelang 5 Oktober, kita akan produksi massal obat-obatan dan kita akan kirim ke desa-desa dengan harga 50 persen lebih murah dari harga pasaran," kata Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin, Rabu (23/7/2025).
Dia menyebut produksi massal itu agar masyarakat bisa menjangkau obat dengan harga murah. Pihaknya juga kini tengah memperjuangkan agar obat produksi Kemhan bisa diresepkan untuk penggunaan BPJS.
"Salah satu langkah yang sedang diperjuangkan adalah agar obat tersebut dapat diresepkan melalui layanan BPJS dan biayanya dapat direimburse oleh Kementerian Keuangan," katanya.
Sekedar informasi, Kemhan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dalam bidang pelayanan kesehatan publik. Dalam nota kesepahaman dengan BPOM, Menhan ingin mewujudkan obat murah bagis masyarakat.
Kemhan menyadari bahwa pihaknya membutuhkan terobosan baru karena mahalnya obat-obatan di pasaran.
"Bagaimana diketahui harga obat mahal, sehingga kita memberi obat-obatan atas regulasi dari Badan POM yang dipimpin oleh Pak Taruna Ikrar dengan harga yang murah dan sekarang kita pikirkan bagaimana caranya harga murah itu turun lagi menjadi obat-obatan gratis yang diperlukan oleh rakyat," kata Menhan.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar mengatakan obat adalah bagian yang sangat penting untuk kebutuhan masyarakat. Artinya hal tersebut merupakan bagian dari ketahanan nasional.
"Jadi kemandirian obat adalah bagian dari ketahanan nasional, oleh karena itu kami juga berharap dengan kemandirian pertahanan ada kerjasama untuk ketercukupan itu," kata.
Dia menyampaikan bahwa saat ini BPOM memiliki 14.238 nomor izin obat yang terdistribusikan di Indonesia. Namun yang menjadi masalah adalah bahan baku yang masih mengandalkan dari negara luar.
"Karena bahan baru kita masih 94 persen impor dari berbagai negara. Khususnya dari India, dari China, sebagian dari Eropa, khususnya Belanda dan Jerman, dan Amerika," kata dia.
(Nur Ichsan Yuniarto)