Negara Perlu Hadir untuk Keberlanjutan Industri Media
Negara perlu hadir untuk keberlanjutan industri media nasional. Salah satunya dengan regulasi yang ada tidak akan mengekang kebebasan jurnalistik.
IDXChannel - Negara perlu hadir untuk keberlanjutan industri media nasional. Salah satunya dengan regulasi yang ada tidak akan mengekang kebebasan jurnalistik di ruang redaksi.
Hal ini dikatakan Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Nezar Patria di Forum Pemred (FP) Talks bertajuk “RUU Penyiaran : Peran Negara Menjamin Keadilan Ekosistem Media” di Antara Heritage Center, Jakarta, Kamis (19/6/2025).
"Pemerintah tetap menjunjung tinggi prinsip kebebasan pers dan tidak ingin revisi undang-undang (RUU) penyiaran justru mengekang ruang redaksi," kata Nezar.
Sementara itu Dosen UMN sekaligus pemerhati media Ignatius Haryanto merasa prihatin atas beberapa pasal dalam RUU yang dinilai berpotensi mengancam jurnalisme investigatif.
"Produk jurnalistik yang berlandaskan kode etik dan verifikasi tidak boleh dikriminalisasi," kata Ignatius.
Anggota Komisi I DPR Nurul Arifin mengatakan, proses legislasi RUU Penyiaran masih terbuka terhadap berbagai masukan publik.
"Kami di DPR ingin mendengarkan semua pandangan, terutama dari komunitas pers dan media, agar regulasi ini bisa adil, akuntabel, dan tidak represif,” kata Nurul.
Nurul juga menyoroti perbedaan definisi penyiaran konvensional dan konten digital seperti over-the-top (OTT) services, termasuk Netflix, YouTube, TikTok, dan sebagainya, yang belum sepenuhnya diakomodasi dalam regulasi saat ini.
“Jadi kita ingin supaya ini cepat terealisasi undang-undangnya cepat selesai, dan masih ada PR oleh karena itu kami akan sesegera mungkin mengundang platform digital yang besar, seperti Youtube, Netflix, dan TikTok, supaya kita menemukan satu kesepakatan, dan ini bisa dimasukkan juga ke dalam rancangan undang- undang penyiaran," kata Nurul.
Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Utama Kementerian Hukum Onnie Rosleini juga menekankan pentingnya kejelasan definisi dalam RUU tersebut.
Pemred (FP) Talks bertajuk “RUU Penyiaran : Peran Negara Menjamin Keadilan Ekosistem Media” di Antara Heritage Center, Jakarta (iNews Media Group).
Dia menyebut batas antara penyiaran dan platform digital perlu dijelaskan.
"Agar tidak terjadi tumpang tindih regulasi dengan Undang-Undang ITE," kata Onnie.
Komisioner KPI Pusat I Made Sunarsa mengatakan lembaganya hanya mengatur lembaga penyiaran konvensional dan bukan platform digital seperti media sosial atau podcast.
"KPI tidak punya kewenangan mengatur konten digital seperti YouTube. Jadi perlu kehati-hatian dalam menentukan batas pengawasan,” ujar Made.
Usulan Forum Pemred
Sementara itu, Ketua Forum Pemred Retno Pinasti mengatakan, kegiatan FP Talks kali ini digelar untuk membahas tentang Solusi keberlanjutan industri media di Indonesia.
Retno mengatakan saat ini hampir semua perusahaan media massa menghadapi tantangan. Salah satu penyebab dari kondisi ini adalah kesetaraan regulasi dalam ekosistem antara media massa dan media sosial serta platform digital.
"Ada dua hal utama yang ingin Forum Pemred sampaikan dalam diskusi ini yang mungkin juga berkaitan dengan penyiaran. Pertama, dukungan dari pemerintah untuk media sangat penting," kata Retno.
"Industri media dan pers di Indonesia memerlukan dukungan yang setara dengan industri strategis lainnya. Kebijakan yang berpihak sangat diperlukan agar industri ini dapat bersaing, memiliki independensi, dan menjaga kualitas," lanjut Retno.
Retno menambahkan, penting untuk membangun tujuan aturan bersama bagi industri media. Tujuan ini adalah untuk menciptakan keadilan dan equal playing field, serta menciptakan ruang publik yang beradab, beretika, dan sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Indonesia.
Dia berharap, dengan adanya momentum revisi UU Penyiaran, berbagai pihak dapat duduk bersama untuk menyelaraskan visi dan misi demi kemajuan industri media di tanah air.
(Nur Ichsan Yuniarto)