News

Ngeri, Ini Dampak Hilirisasi Nikel ke Kesehatan dan Lingkungan

Muhammad Sukardi 21/02/2024 02:13 WIB

Hilirisasi nikel yang merupakan program andalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai dapat memberi dampak buruk pada kesehatan masyarakat maupun lingkungan.

Ngeri, Ini Dampak Hilirisasi Nikel ke Kesehatan dan Lingkungan (Foto MNC Media)

IDXChannel - Hilirisasi nikel yang merupakan program andalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai dapat memberi dampak buruk pada kesehatan masyarakat maupun lingkungan.

Demikian diungkapkan Analis Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), Katherine Hasan. Hal itu sejalan dengan hasil temuan CREA di tiga wilayah smelter nikel, yaitu Sulawesi, Maluku, dan Maluku Utara yang menjadi pusat nikel. 

Bahkan, dia memprediksi kerusakan akan semakin besar pada 2030.

"Meskipun Indonesia sudah mempunyai kerangka peraturan mengenai emisi sektor pertambangan, ditemukan berbagai insiden pencemaran udara, tanah, dan air, terutama dalam beberapa tahun terakhir," kata Katherine di acara peluncuran studi 'Refleksi Kebijakan Hilirisasi Nikel: Dampak terhadap Ekonomi dan Kesehatan Masyarakat', Jakarta, Selasa (20/2/2024).

"Pada dampak kesehatan, jika kapasitas produksi nikel terus meninggi, tanpa adanya pengendalian emisi yang tepat, maka paparan PM2,5 akan berada pada tingkat yang tinggi, terutama di sekitar titik-titik panas," tambahnya.  

Paparan polusi udara yang dihasilkan smelter nikel akan memberi dampak buruk pada sistem pernapasan masyarakat. Paparan polusi udara yang dihasilkan smelter nikel kemungkinan besar menyebabkan beberapa penyakit, seperti ISPA, asma, diabetes, hingga stroke dan penyakit. Ini juga yang meningkatkan risiko seseorang meninggal akibat polusi udara. 

Parahnya, bukan hanya mereka yang tinggal di wilayah yang memiliki smelter nikel, tapi wilayah tetangga juga terdampak.

Lebih lanjut, Ketua Analis CREA, Lauri Myllyvirta menjelaskan, angka kematian akibat polusi udara yang dihasilkan dari hilirisasi nikel ini akan 'membengkak' di masa depan jika tidak ada pengendalian yang tepat.

Data CREA melaporkan, potensi pada 2025 akan ada 3.766 kematian dini karena smelter nikel. Lalu, angkanya naik di 2030 sampai dengan 5.000 kematian.

"Jumlah total kematian diperkirakan meningkat pesat hingga pertengahan dekade, hampir 18 kali lipat dalam lima tahun (2020-2025)," jelas Lauri.

"Buruknya, angka kematian yang tinggi enggak hanya akan dilaporkan oleh tiga wilayah di mana menjadi pusat nikel berada, tapi juga berdampak besar ke daerah tetangga terdekat," sambungnya.

Mimpi buruk ini, kata Lauri, dapat dicegah dengan melakukan intervensi yang tepat. Salah satunya dengan pemanfaatan instalasi alat pengendali emisi.

"Kualitas udara bisa terjaga dengan mengaplikasikan alat pengendali emisi. Catatan kami menilai, dengan pemanfaatan alat yang efektif bisa menyelamatkan hampir 4.000 nyawa dan menghemat Rp40,3 triliun beban ekonomi dari dampak kesehatan," terang Lauri.

Oleh karena itu, CREA mendorong bagi semua pelaku bisnis nikel untuk menerapkan prinsip daur ulang nikel yang pada dasarnya memang bisa didaur ulang 100 persen.

(FAY)

SHARE