Presiden Baru Sri Lanka Ingin Renegosiasi Utang IMF, Minta Keringanan
Tokoh kiri Sri Lanka, Anura Kumara Dissanayake, dilantik sebagai presiden negara Asia Selatan tersebut.
IDXChannel - Tokoh kiri Sri Lanka, Anura Kumara Dissanayake, dilantik sebagai presiden negara Asia Selatan tersebut pada Senin (23/9/2024) setelah memenangi pemilu pekan lalu. Renegosiasi utang pemerintah merupakan salah satu janji kampanyenya.
Dilansir dari Bloomberg, kemenangan Dissanayake mencerminkan rasa frustasi warga terhadap kelompok elite yang menjerumuskan Sri Lanka ke dalam krisis ekonomi parah. Pada pemilu sebelumnya, Dissanayake hanya memperoleh tiga persen suara.
“Saya bukan pesulap, saya adalah warga negara biasa yang lahir di negara ini. Tugas utama saya adalah menyerap keterampilan, menyerap pengetahuan, dan mengambil keputusan terbaik untuk memajukan bangsa,” kata Dissanayake saat upacara pelantikan.
Selama kampanye, dia berjanji untuk membuka kembali negosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) terkait dana talangan senilai USD3 miliar. Lembaga keuangan internasional tersebut mensyaratkan pemotongan anggaran dan kenaikan pajak besar-besaran yangat tidak populer di kalangan pemilih.
Beberapa anggota Kekuatan Rakyat Nasional (NPP), koalisi pimpinan Dissanayake, juga menentang persyaratan restrukturisasi utang yang disetujui dengan sejumlah kreditor.
Di sisi lain, membuka kembali perundingan dengan IMF berisiko menunda pencairan dana talangan yang sangat dibutuhkan. Pasar keuangan Sri Lanka merosot tajam hari ini karena para investor khawatir dengan masa depan kesepakatan utang dengan IMF.
Meskipun Dissanayake belum menjelaskan rencananya secara terperinci, para pendukungnya mengatakan bahwa ia hanya akan mengusulkan sedikit modifikasi kesepakatan utang dengan IMF.
“Kami tetap berkomitmen menjalankan program (utang IMF), tetapi akan meminta modifikasi,” kata Rizvie Salih, anggota Komite Eksekutif NPP.
“Bahkan IMF telah mengatakan bahwa mereka terbuka terhadap ide dan proposal baru," katanya.
Sri lanka terjerembab ke dalam krisis ekonomi sejak 2019. Kesulitan ekonomi memicu aksi unjuk rasa besar-besaran yang melengserkan dinasti politik Rajapaksa pada 2022.
Ranil Wickremensinge yang memimpin pemerintahan transisi Sri Lanka pasca kejatuhan klan Rajapaksa tidak populer di mata rakyat karena menjalankan penghematan anggaran dan kenaikan pajak besar-besaran yang disyaratkan IMF. Alhasil, dia hanya memperoleh sedikit suara dalam pemilu lalu. (Wahyu Dwi Anggoro)