Regulasi Filantropi RI Masih Lemah
Pesatnya perkembangan lembaga filantropi di Indonesia belum diiringi dengan regulasi yang ketat untuk mengawal dan mencegah penyelewengan dana donasi.
IDXChannel - Indonesia kembali dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia menurut World Giving Index 2022 (WGI 2022) yang diluncurkan oleh Charities Aid Foundation (CAF). Indonesia meraih skor WGI sebesar 68%. Dengan adanya kondisi tersebut pertumbuhan lembaga filantropi di Indonesia saat ini mulai berkembang pesat.
Namun di sisi lain kondisi tersebut belum diiringi dengan regulasi yang ketat untuk mengawal dan mencegah penyelewengan dana donasi.
“Kode Etik Filantropi Indonesia diperlukan karena pesatnya berkembangnya aktifitas Filantropi, tidak hanya kalangan kelas atas, melainkan juga masyarakat menengah ke bawah, sehingga para filantropis dapat menjaga kepercayaan publik," kata Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Filantropi Indonesia Rizal Algamar, dalam keterangannya dikutip, Sabtu (19/11/2022).
Ia menjelaskan, selain harus dikelola dengan akuntabilitas dan tatakelola yang baik, diperlukan harmonisasi regulasi yang mendukung perkembangan filantropi di Indonesia.
Senada dengan Rizal, Eksekutif Perhimpunan Filantropi Indonesia, Gusman Yahya mengatakan hadirnya akuntabilitas dalam sebuah lembaga filantropi merupakan hal yang sangat penting. Untuk mengatur hal tersebut, regulasi dari pemerintah sangat penting untuk mendukung perkembangan filantropi di Indonesia.
"Kita memerlukan regulasi yang dapat mendukung perkembangan filantropi yaitu yang memudahkan dalam berderma dan memperkuat akuntabilitas pelaku, bukan untuk mengekang aktivitas filantropi, yang selama ini telah berjalan dengan baik," jelasnya.
Selain itu Akademisi dan Anggota Badan Pengawas Perhimpunan Filantropi Indonesia, Kristianto Silalahi mengatakan terkait Undang-Undang Pengumpulan Uang dan Barang (UU-PUB) perlu pembaruan peraturan tersebut mengingat banyak hal yang sudah berubah seiring waktu.
“Kita perlu regulasi filantropi di Indonesia karena yang namanya penyimpangan dan pelanggaran sangat mungkin terjadi. UU PUB tahun 1961 tentu dalam perkembangannya sudah banyak yang berubah, sehingga konteksnya sudah berbeda dan butuh penyegaran," ujar Kristianto.
Sebelumnya, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri menetapkan mantan Presiden ACT (Aksi Cepat Tanggap) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar sebagai tersangka kasus dugaan penyelewengan pengelolaan dana.
Wadir Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf menyebut selain mereka berdua, pihaknya juga menetapkan dua tersangka lainnya, yakni HH dan NIA.
"A, IK, HH dan NIA yang ditetapkan sebagai tersangka," kata Helfi dalam jumpa pers di Gedung Humas Polri, Jakarta Selatan, Senin (25/7/2022).
(SLF)