Rusia Tak Keberatan Negara NATO Gabung BRICS, Lampu Hijau buat Turki?
Rusia menyatakan tidak ada keberatan terhadap negara-negara anggota Organisasi Pakta Atlantik Utara (NATO) yang ingin bergabung dengan BRICS.
IDXChannel – Rusia menyatakan tidak ada keberatan terhadap negara-negara anggota Organisasi Pakta Atlantik Utara (NATO) yang ingin bergabung dengan BRICS. Menurut Moskow, pendekatan tersebut sekaligus menjadi pembeda utama BRICS dengan aliansi-aliansi atau organisasi antarnegara bentukan Barat.
“Daya tarik BRICS terletak pada kenyataan bahwa tidak ada persyaratan yang dikenakan pada pesertanya, tidak seperti di NATO dan Uni Eropa,” ujar Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov, kepada lembaga penyiaran Rusia, NTV, Rabu (23/10/2024).
Tak hanya itu, kata dia, tidak ada satu pun negara anggota yang dapat mengklaim sebagai inti dari asosiasi tersebut. Dengan begitu, posisi para anggota BRICS adalah setara dan tidak ada hegemoni di dalamnya.
BRICS adalah asosiasi antarnegara berkembang utama yang didirikan Brasil, Rusia, India, dan China pada 2006. Kelompok itu pada awalnya bernama BRIC--diambil dari singkatan negara-negara tersebut. Afrika Selatan juga bergabung dengan asosiasi tersebut pada 2010 sehingga namanya pun diubah menjadi BRICS.
Bulan lalu, Turki dilaporkan mengajukan permohonan secara resmi untuk bergabung dengan BRICS. Oleh beberapa kalangan, langkah tersebut dianggap dapat menimbulkan masalah bagi Turki lantaran keanggotaannya di NATO. Sementara Moskow sendiri kini dianggap sebagai “musuh bersama” oleh NATO.
Pada Selasa (22/10/2024), Sekretaris Jenderal NATO, Mark Rutte, menyatakan bahwa meski Turki bergabung BRICS, Ankara tetaplah sekutu penting dalam aliansi militer itu.
Hari ini, Presiden Recep Tayyip Erdogan menghadiri KTT BRICS di Kota Kazan, Republik Tatarstan Rusia. Dia berada di sana atas undangan sahabatnya dari Rusia, yaitu Presiden Vladimir Putin.
KTT BRICS di Kazan berlangsung sejak Selasa kemarin hingga Kamis (24/10/2024) besok. Jika diterima, Turki bakal menjadi anggota NATO pertama yang berada dalam BRICS, blok yang menganggap diri sebagai penyeimbang kekuatan Barat itu.
(Ahmad Islamy Jamil)