News

Semen Indonesia (SMGR) Pecat Direksi Cucu Usaha Imbas Temuan Fraud dari BPK

Suparjo Ramalan 07/12/2023 17:50 WIB

Semen Indonesia (SMGR) memberhentikan direksi cucu usahanya, PT Bima Sepaja Abadi (BSA), setelah adanya temuan fraud dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

Semen Indonesia (SMGR) Pecat Direksi Cucu Usaha Imbas Temuan Fraud dari BPK. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) atau SIG memberhentikan direksi cucu usahanya, PT Bima Sepaja Abadi (BSA), setelah adanya temuan fraud dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

Corporate Secretary SIG, Vita Mahreyni mengatakan, pihaknya telah mengambil langkah tersebut setelah BPK menemukan indikasi fraud di cucu perusahaan periode 2018-2019.

“SIG menghormati dan mendukung tugas dan proses yang dijalankan BPK, serta menjadikan ini sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan penguatan proses due diligence dan tata kelola demi kemajuan perusahaan,” ujar Vita melalui keterangan pers, Kamis (7/12/2023). 

Dia memastikan perusahaan telah melakukan audit investigasi, serta proses hukum untuk menindak lanjuti kasus yang telah dilakukan sejak akhir 2019 tersebut.

Selain melakukan audit, emiten pelat merah ini juga telah memeriksa jajaran manajemen entitas terkait. Bahkan, memberikan sanksi berupa pemberhentian dari jabatan.

Kendati begitu, proses hukum masih berlanjut dan SIG terus melakukan pendampingan dan pengawasan terhadap penyelesaian kasus tersebut. Vita mengatakan, SIG mendorong anak usaha untuk memastikan integritas dan akuntabilitas dalam setiap aktivitas usaha seluruh entitas di dalam grup.

Di sisi lain, temuan BPK terkait dengan pelaksanaan kerja sama bisnis, di mana BSA tidak melakukan proses studi kelayakan atas mitra dan proyek yang dikerjasamakan. 

Dari perkara itu tercatat, kerja sama empat pekerjaan dengan penyedia jasa PT ETB dan PT PIL dilakukan dengan pemberian modal kerja kepada mitra. BPK mencatat mitra telah menyerahkan cek kepada BSA dengan total sebesar Rp4,22 miliar, namun pada saat jatuh tempo cek tersebut tidak dapat dicairkan.

Kedua, kerja sama bisnis fiktif antara BSA dengan PT ATL dan CV AL. Dalam kasus ini BSA telah membayar kepada CV AL sebesar Rp101,26 miliar, namun BSA baru menerima pembayaran dari PT ATL sebesar Rp73,64 miliar. 

Sehingga masih terdapat kekurangan sebesar Rp27,62 miliar dan keuntungan yang seharusnya diterima sebesar Rp14,95 miliar, atau seluruhnya Rp42,57 miliar. 

Untuk mendanai kerja sama tersebut, BSA menggunakan fasilitas Kredit Modal Kerja dari BNI. Permasalahan dalam kerja sama dengan PT ATL dan CV AL berdampak pada ketidakmampuan BSA untuk membayar utang jatuh tempo kepada BNI, sehingga BSA mengajukan share holder loan (SHL) kepada PT SP. 

Atas peminjaman tersebut, BSA harus menanggung utang pokok SHL kepada PT SP sebesar Rp19,60 miliar dan bunga SHL sebesar Rp2,90 miliar.

Persoalan lain yaitu terdapat kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pekerjaan dan biaya jasa notaris dengan total sebesar sebesar Rp2,75 miliar pada pekerjaan Proyek SPBU di Setu-Bekasi.

Permasalahan tersebut mengakibatkan potensi kerugian atas penyelesaian piutang usaha kepada PT PIL dan PT ETB Rp4,22 miliar. Kemudian, indikasi kerugian Rp42,57 miliar atas kerja sama bisnis antara BSA dengan PT ATL dan CV AL. 

Selain itu, ada potensi kerugian PT SP atas utang pokok SHL dan bunga SHL PT BSA kepada PT SP Rp22,50 miliar. Terakhir, kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pembangunan SPBU dan biaya jasa notaris sebesar Rp2,75 miliar.

(FRI)

SHARE