Sumber Emisi Penyebab Polusi Udara Jakarta Perlu Diinvestigasi Lebih Lanjut
Investigasi sumber emisi yang menyebabkan kualitas udara di Jakarta menurun dinilai perlu dilakukan lebih lanjut.
IDXChannel - Investigasi sumber emisi yang menyebabkan kualitas udara di Jakarta menurun dinilai perlu dilakukan lebih lanjut. Sehingga, hal ini tidak serta merta menjadikan PLTU sebagai 'kambing hitam' penyebab polusi udara.
Ahli Emisi Udara dari Universitas Sultan Agung Tirtayasa Anton Irawan menuturkan, emisi PLTU Suralaya sudah terkonsentrasi hanya di sekitar kawasan pembangkitan menyusul diterapkannya teknologi berbasis tinggi. Rata-rata PLTU sudah dipasang Electrostatic Precipitator atau yang sering disebut ESP.
Adapun hasil efisiensi penyaringan abu dengan ESP dapat mencapai 99,5%.
Penyaringan emisi tersebut, paparnya, bisa terlihat dari perbedaan asap yang dikeluarkan dari PLTU.
“Sekarang sudah bagus pengelolaan pembangkitan listrik berbasis batu bara di Tanah Air, dan tinggal bagaimana pemantauan oleh pemerintah sehingga emisi udara ambient tetap di bawah baku mutu emisi sesuai PP No. 22 tahun 2021 di lampiran VII,” katanya dalam rilis, Jakarta, Rabu (13/9/2023).
Apalagi, kata dia, tercatat sudah banyak PLTU yang memperoleh penghargaan patuh terhadap aturan yang ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan (KLHK).
“Saat ini, pembangkit listrik berbasis batu bara jangan terlalu dijadikan kambing hitam. Apalagi musuh. Industri pembangkit harus memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah tentang baku mutu emisi pembangkit pada Permen LHK 15 tahun 2019,” jelasnya.
Lagi pula, Anton menegaskan, kajian yang dilakukan Research on Energy and Clean Air (CREA) saat ini menunjukkan bahwa tidak ada emisi yang mengarah ke Jakarta untuk bulan Juli-Agustus.
“Pada Juli-Agustus tahun ini, angin sedang mengarah ke Samudera Hindia. Jadi sangat tidak mungkin mengarah ke Jakarta dengan jarak yang lebih dari 100 km pada bulan Juli-Agustus ini,” papar dia.
Maka dari itu, dia meminta CREA untuk memperjelas permodelan kajian yang menyebutkan polusi udara akibat PLTU.
Jika benar CREA menggunakan pemodelan kualitas udara dengan Calpuff, maka kecil kemungkinan polusi itu diakibatkan oleh PLTU. Menurutnya, jika digunakan lebih dari 100 km, maka hasil yang dilakukan membutuhkan sarana komputasi yang handal serta potensi untuk tidak valid besar.
“Saya perikirakan hasilnya kurang valid. Dia mengukur sampai Bandung. Jarak PLTU yang diukur sampai Bandung itu hampir 250 kilometer. Software Calpuff itu biasanya digunakan untuk mengukur jarak dekat. Tidak lebih dari radius 100 kilometer,” katanya.
(YNA)