News

Tarif Baru AS ke RI Pukulan Bagi Stabilitas Perdagangan dan Ekonomi Indonesia

Anggie Ariesta 08/07/2025 12:39 WIB

Kebijakan ini dinilai sebagai bentuk kegagalan strategi geopolitik dan negosiasi Indonesia dalam merespons tekanan dagang dari AS.

Tarif Baru AS ke RI Pukulan Bagi Stabilitas Perdagangan dan Ekonomi Indonesia (FOTO:iNews Media Group)

IDXChannel – Pengamat ekonomi Ibrahim Assuaibi menilai keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk tetap mengenakan tarif sebesar 32 persen terhadap seluruh produk ekspor Indonesia merupakan pukulan bagi stabilitas perdagangan dan ekonomi nasional. 

Kebijakan ini dinilai sebagai bentuk kegagalan strategi geopolitik dan negosiasi Indonesia dalam merespons tekanan dagang dari AS.

"Donald Trump mengumumkan bahwa Indonesia akan tetap dikenakan tarif resiprokal sebesar 32 persen. Penerapan tarif baru ini akan berlaku mulai 1 Agustus 2025. Alasan Trump tidak menurunkan besaran tarif ke Indonesia, karena AS dan Indonesia tidak memiliki hubungan timbal balik perdagangan yang baik selama ini," ujar Ibrahim dalam keterangannya, Selasa (8/7/2025).

Ia menjelaskan, meskipun ada penundaan pemberlakuan hingga awal Agustus, waktu tambahan yang diberikan tidak serta-merta menjamin tercapainya kesepakatan yang menguntungkan Indonesia. 

“Dengan mundurnya pemberlakuan tarif baru, maka akan memberi waktu sekitar tiga minggu tambahan bagi setiap negara yang terkena dampak untuk membuat kesepakatan dengan Gedung Putih. Keputusan Trump tersebut dipandang banyak pihak menimbulkan ketidakpastian pasar," kata Ibrahim.

Ibrahim juga memperingatkan dampak luas dari kebijakan ini, baik untuk ekonomi AS maupun negara mitra seperti Indonesia. “Kebijakan ini berpotensi memicu guncangan ekonomi, baik secara global maupun domestik. Model ekonomi terbaru memprediksi kebijakan tarif Trump kali ini bisa memangkas Produk Domestik Bruto (PDB) AS hingga 6 persen dan menurunkan rata-rata upah sebesar 5 persen. Efek domino juga diperkirakan akan dirasakan oleh negara-negara mitra dagang seperti Indonesia,” tuturnya. 

Lebih jauh, ia menilai tarif ini bukan hanya soal ekonomi, melainkan strategi tekanan geopolitik. 


“Tarif ini bukan sekadar soal ekonomi, tetapi juga strategi geopolitik dan negosiasi. Dalam konteks teori permainan, tarif ini adalah upaya AS untuk mengubah 'payoff matrix' dalam hubungan dagang bilateral, memaksa Indonesia untuk mengevaluasi ulang strategi ekspor dan diplomasi dagangnya,” kata Ibrahim.

Menurut Ibrahim, pemerintah harus bersiap dengan potensi dampak negatif di dalam negeri.  “Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional akan terpangkas 0,3 hingga 0,5 persen akibat kebijakan ini. Selain itu, risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sektor padat karya seperti tekstil dan alas kaki semakin besar," katanya.

(kunthi fahmar sandy)

SHARE