Vaksin DBD Sudah Tersedia di Indonesia Seharga Rp1 Juta, Bisakah Ditanggung BPJS?
Kemenkes mengembangkan inovasi baru pengendalian dengue nasional. Upaya tersebut diwujudkan salah satunya dengan pengembangan vaksin dengue.
IDXChannel - Indonesia merupakan salah satu negara endemis dengue. Jumlah kasus DBD cenderung meningkat terutama saat musim penghujan, kepada anak-anak maupun kelompok rentan.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di tahun 2022, jumlah kasus dengue mencapai 131.265 kasus yang mana sekitar 40% merupakan anak-anak usia 0-14 tahun. Sementara, jumlah kematiannya mencapai 1.135 kasus dengan 73% terjadi pada anak usia 0-14 tahun.
Mengatasi persoalan tersebut, Kemenkes mengembangkan inovasi baru pengendalian dengue nasional. Upaya tersebut diwujudkan salah satunya dengan pengembangan vaksin dengue.
Meski belum menjadi program nasional, vaksin dengue kini sudah ada di Indonesia dan dipercaya bisa melindungi diri dari infeksi demam berdarah sekitar 60 hingga 80%.Vaksin demam berdarah yang telah tersedia di Indonesia, yaitu Tetravalent Dengue Vaccine (TDV). TDV mengandung virus dengue 1 sampai 4 yang dilemahkan.
Namun, apakah vaksin DBD ini termasuk vaksin yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan? Mengingat, harga vaksin DBD bisa mencapai Rp1 jutaan untuk sekali vaksinasi.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama BPJS, Prof dr. Ali Ghufron Mukti mengatakan, masyarakat harus terlebih dahulu memahami bahwa BPJS pada dasarnya hanya menanggung upaya kesehatan perorangan, bukan yang menyangkut penyakit menular yang dampaknya berkaitan dengan publik, salah satunya seperti DBD.
“Untuk diketahui dulu, bahwa BPJS itu tentu prevensi, promosi, kurasi atau treatment, dan rehabilitasi. Tetapi, yang utama sesuai dengan perintah undang-undang, BPJS itu menangani upaya kesehatan perorangan,” ujar Prof. Ali, saat diwawancara di Diskusi Publik ‘Peran Masyarakat Dalam Perlindungan Keluarga Terhadap Ancaman Dengue’ di Grand Capitol Ballroom, Hotel Manhattan, Jakarta, Rabu (17/1/2024).
“Ini harus dibedakan ya. Upaya untuk perorangan dengan upaya kesehatan masyarakat. Kalau upaya kesehatan masyarakat tentu itu sudah menyangkut menular dan publik ya. Bagaimana sistem surveinlence segala macam itu sebetulnya bukan tanggung jawab BPJS,” sambungnya.
Ali kembali memastikan, bahwa BPJS hanya menanggung masalah kesehatan perorangan, dan tidak menanggung biaya faskes, dokter, termasuk vaksin DBD. Menurutnya, hal ini sangat penting untuk diketahui masyarakat, karena agar tidak menimbulkan kerancuan yang berujung menjadi sebuah polemik.
“Tetapi, karena saya juga dulu orang Kemenkes ya, itu kami sangat concern dan membantu. Tetapi sesuai dengan undang-undang sebetulnya beda antara supply side dengan demand side. Supply side, itu untuk faskesnya, dokternya, termasuk obatnya itu bukan tanggung jawabnya BPJS. Ini harus diketahui ya,” tutur Ali.
“Nah BPJS itu menjamin akses untuk demand side-nya, yang UKP (upaya kesehatan perorangan). Nanti kalau ini misalkan masalah orang perorangan, nah itulah BPJS. Jadi tidak campur aduk ya. Jadi sebuah manajemen yang bagus itu tidak hanya bagaimana planning-nya, bagaimana eksekusinya, kemudian monitoring, evaluasi, tapi siapa mengerjakan apa itu harus jelas. Kalau itu enggak jelas, nah ini orang jadi enggak tahu dan itu menjadi persoalan,” sambung Ali.
(FRI)