Bagaimanakah Hukum Paylater dalam Islam?
Apakah Anda sudah mengetahui hukum Paylater dalam Islam? Mungkin banyak orang yang memakai fitur tersebut tanpa mengetahui hukumnya dalam Islam
IDXChannel – Apakah Anda sudah mengetahui hukum Paylater dalam Islam? Mungkin banyak orang yang memakai fitur tersebut tanpa mengetahui hukumnya dalam Islam.
Paylater merupakan sebuah fitur yang memberikan layanan untuk menunda pembayaran dari barang yang akan dibeli dalam jangka waktu tertentu. Pola Paylater ini menyerupai pola yang ada pada sistem Kartu Kredit.
Hukum Paylater dalam Islam
Paylater memang cukup populer di banyak kalangan masyarakat karena dianggap memudahkan pembelian suatu barang. Ada banyak perusahaan Fintech yang memiliki fitur Paylater, seperti OVO, Grab, GoPay, ShopeePay, dan masih banyak lagi. Nah, sebenarnya bagaimana hukum Paylater dalam Islam? Berikut beberapa pandangan dari islam.nu.or.id yang telah IDXChannel rangkum:
1. Riba
Pandangan pertama adalah Paylater bersifat riba. Dilihat dari sisi manapun, Paylater memiliki basis utang (qardl) yang berarti konsumen akan memiliki utang terhadap perusahaan tersebut saat membeli barang.
Jika perusahaan tersebut menetapkan sebuah syarat penambahan harta/manfaat dari jasa utang yang dipakai oleh konsumen, maka hal itu termasuk ke dalam kategori riba qardi.
2. Akad Ijarah
Pandangan kedua yaitu Paylater tidak termasuk riba karena tambahan biaya hanya bisa diperoleh melalui penggunaan aplikasi terkait. Biaya aplikasi tersebut hanya dibebankan karena keharusan untuk memakai aplikasi tersebut dan itu termasuk ke dalam akad Ijarah (sewa jasa aplikasi).
Aplikasi kedudukannya diqiyaskan sebagai jasa (ijarah) yang disewa dan memiliki besaran upah yang jelas (ma’lum) per bulannya.
3. Akad Bai Tawarruq
Pandangan ketiga menyatakan bahwa Paylater memiliki akad Bai Tawarruq atau mendudukkan akad di atas akad. Dalam kitab Fath al-Qadir, dijelaskan bahwa:
كأن يحتاج المديون فيأبى المسئول أن يقرض بل أن يبيع ما يساوي عشرة بخمسة عشر إلى أجل فيشتريه المديون ويبيعه في السوق بعشرة حالة ، ولا بأس في هذا فإن الأجل قابله قسط من الثمن والقرض غير واجب عليه دائما بل هو مندوب
“Seperti orang yang membutuhkan utangan, namun pihak yang diutangi enggan memberikan pinjaman, dan bahkan justru menjual kepada orang tersebut barang seharga 10 dengan harga 15 secara kredit, lalu orang tersebut (menerima, lalu) menjual barang tersebut di pasar dengan harga 10 secara tunai, maka [jual beli seperti itu] adalah boleh karena kredit sifatnya adalah berimbal harga, sementara memberi pinjaman hukumnya adalah selamanya tidak wajib melainkan sunnah”
Namun, syarat agar akad Bai Tawarruq ini berlaku adalah adanya kejelasan harga.
4. Akad Ju’Alah
Pandangan terakhir tentang hukum Paylater dalam Islam adalah menjadikannya akad Ju’Alah atau sayembara. Hal ini diibaratkan saat konsumen ingin menggunakan fitur Paylater dari sebuah perusahaan, dan konsumen memberikan fee sebesar sekian persen.
قال الشافعية لو قال لغيره اقترض لي مائة ولك علي عشرة فهو جعالة
“Ulama kalangan Syafiiyah berkata: “Seandainya ada orang yang berkata kepada rekannya: Carikan aku utangan sebesar 100, dan kamu akan mendapatkan dariku 10%-nya.” Maka akad seperti ini masuk kelompok ju’alah (sayembara).” (al-Mausu’atu al-Fiqhiyyah, Juz 33, halaman 33-34).
Itulah beberapa pandangan mengenai hukum Paylater dalam Islam. Ada langkah bijak yang bisa digunakan untuk menyikapi perbedaan pandangan di atas, yaitu dengan mengambil kaidah “keluar dari ikhtilaf adalah mustahab” (yang dianjurkan). Bila Anda memiliki kepentingan dengan fitur Paylater tersebut, Anda boleh mengikuti pandangan yang memperbolehkan. Jika tidak, maka sebaiknya tidak menggunakannya karena adanya indikasi unsur riba didalamnya.