SYARIAH

Kisah Teladan Rasulullah dan Umar Bin Khatab dalam Wakafkan Tanah

Nur Ichsan Yuniarto 13/03/2024 18:06 WIB

Dalam Islam, wakaf dikenal pada masa dua hijriah setelah Nabi SAW berhijrah ke Madinah.

Ilustrasi wakaf tanah (MNC Media)

IDXChannel - Teladan Rasulullah dan para sahabatnya sebaiknya ditiru dan diterapkan. Salah satunya terkait berbagi ketika umat Muslim kelebihan harta.

Berbagi dalam Islam bisa berbentuk sedekah, infaq, zakat hingga wakaf. Cara berbagi itu merupakan bentuk ibadah Maliyah yang mengalir, tidak habis dan bermanfaat dalam jangka panjang.

Wakaf salah satu cara berbagi yang tidak semua orang bisa melakukannya. Dalam Islam, wakaf dikenal pada masa dua hijriah setelah Nabi SAW berhijrah ke Madinah.

Sebagian ulama berpendapat bahwa yang melaksanakan wakaf pertama kali adalah Rasulullah SAW ketika beliau mewakafkan tanah untuk dibangun masjid yang kini menjadi Masjid Nabawi.

Hal ini diketahui dalam hadits riwayat Umar bin Sa’ad bin Mu’ad:

“Kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam Islam? Orang Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan orang-orang Anshar mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW.”

Kisah wakaf Umar bin Al-Khathab, menjadi salah satu yang populer. Saat itu beliau memberikan hartanya berupa tanah di Khaibar.

Tanah itu disebut-sebut sangat disukai oleh Umar Bin Khatab. Pasalnya, tanahnya yang subur dan menghasilkan buah kurma yang banyak. Umar pun memilih untuk mewakafkannya tanah itu tanpa ragu.

Semangat Umar bin Al-Khatab ini diriwayatkan oleh Ibnu Umar radiyallahu ‘anhu.
 
Artinya: “Bahwa sahabat Umar RA. memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian Umar menghadap Rasulullah SAW untuk meminta petunjuk.

Umar berkata: “Hai Rasulullah saw, saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?”

Rasulullah SAW bersabda: “Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya). “Kemudian Umar mensedekahkan (tanahnya untuk dikelola), tidak dijual, tidak diwariskan dan tidak dihibahkan.

Ibnu Umar berkata: "Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang mengelola (nazir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta" (HR. Muslim)

Sebagai umat Muslim, sudah selayaknya kita mengikuti apa yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat. Dalam berwakaf pun kita harus memberikan yang terbaik, bukan sisa atau pilihan terakhir.

Allah SWT berfirman:

“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai, dan apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui” (QS. Ali-Imran ayat 92).

Mari ambil peluang dari Allah untuk berwakaf berapa pun besarnya, jauhi gaya hidup yang berlebihan. Semoga menjadi amal terbaik fidh dunya wal akhirat. 

(Ustaz Herman Budianto, Dompet Dhuafa)

SHARE