Mengapa Industri Halal Indonesia Kalah Saing dari Malaysia? Ini Penyebabnya
Indonesia masih belum bisa menjadi negara yang memimpin ekspor produk-produk makanan halal meski 87 persen penduduknya menganut agama Islam.
IDXChannel - Indonesia masih belum bisa menjadi negara yang memimpin ekspor produk-produk makanan halal meski 87 persen penduduknya menganut agama Islam.
Hal ini dikarenakan sertifikasi produk halal yang dikeluarkan oleh MUI masih kalah saing dengan lembaga sertifikasi halal Malaysia atau Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (Jakim). Padahal ini menjadi satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan sertifikasi halal di negara jiran tersebut.
Jika dilihat dari jumlah penduduk muslim, Indonesia lebih unggul dibanding negara Malaysia yang berarti Indonesia seharusnya memiliki potensi sebagai negara eksportir untuk produk makanan halal terbesar.
Melansir dari ekbis.sindonews.com, Kamis (17/11/2022), Kepala Pusat Kajian Sains Halal IPB, Khaswar Syamsu mengatakan, kekalahan tersebut bisa dilihat dari harga dan kualitas produk halal yang tidak kompetitif serta Indonesia juga belum punya undang-undang dalam memberikan sertifikat halal.
Kemudian pengusaha dengan skala yang tergolong kecil dan menengah seperti industri UMKM belum mendapat prioritas sertifikasi halal pada produknya. Hal itulah yang dapat menjadi tombak dari permasalahan Indonesia.
"Jika sertifikasi halal di dalam negeri saja tidak terpenuhi, bagaimana produk halal kita dapat mempenetrasi pasar halal global," ujarnya.
Lalu apa penyebab produk sertifikasi halal Malaysia lebih unggul dari Indonesia?
Yang pertama karena ketatnya regulasi halal di Malaysia. Melansir mahasiswaindonesia.id, negara Malaysia menerapkan keketatan yang tinggi terhadap sertifikasi halal pada sektor pangan, obat obatan, kosmetika, dan produk lainnya.
Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) mewajibkan perusahaan nasional dan multinasional baik itu milik muslim maupun non muslim untuk menerapkan regulasi halal pada produk yang dipasarkan. Berbeda dengan Indonesia, dimana kesadaran dari produsennya untuk melabeli sertifikat halal pada makanan, obat-obatan, dan kosmetika lokal masih belum begitu tinggi.
Standar halal di Malaysia dikelola secara ketat sehingga mampu merebut pangsa pasar umat Islam dalam membeli produk halal. Bahkan, saat ini banyak kalangan non islam lebih menyukai produk yang sudah bersertifikat halal karena menurut mereka itu lebih terkontrol kualitasnya, lebih sehat, dan lebih bersih.
Lalu yang kedua, branding produk halal negara Malaysia sangat kuat karena Pemerintah Malaysia telah mendirikan Halal Development Centre (HDC) yang tujuan dibentuknya adalah untuk mempromosikan Malaysia sebagai pusat halal internasional.
Karena branding ini, Jepang menyadari bahwa Malaysia adalah pelopor dalam penerapan sertifikasi terhadap produk yang ditujukan untuk kaum muslim.
Seharusnya Indonesia juga melakukan branding produk-produk halalnya dan mampu bersaing dengan negara lain karena Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pasar produk halal.
(DES/ Rita Hanifah)