Simak Perbedaan Antara Asuransi Umum dengan Asuransi Syariah
Perbedaan antara asuransi umum dengan asuransi syariah perlu dicermati sebelum Anda menentukan mana yang akan digunakan demi masa depan.
IDXChannel - Perbedaan antara asuransi umum dengan asuransi syariah perlu dicermati sebelum Anda menentukan mana yang akan digunakan demi masa depan.
Umumnya, asuransi melibatkan pembuatan perjanjian antara dua pihak untuk memastikan perlindungan dan membayar premi berkala.
Pihak pertama adalah pembeli asuransi dan pihak kedua adalah perusahaan asuransi. Ada sistem yang harus disepakati sejak awal agar kedua belah pihak memiliki hubungan yang saling mendukung.
Asuransi Syariah
Mengenai fatwa MUI dijelaskan bahwa asuransi syariah adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk saling melindungi dan berbagi antara beberapa orang atau pihak melalui penanaman modal dalam bentuk harta atau tabarru, dengan model penyelenggaraan untuk mengatasi risiko tertentu dengan menggunakan hukum syariah yang sesuai.
Dengan kata lain, pihak penyedia asuransi syariah berperan sebagai pengelola dana tabarru peserta agar dapat saling membantu dan menolong sesama.
Dana tabarru yang disumbangkan peserta asuransi syariah sebenarnya hanya digunakan untuk empat tujuan, yaitu ujrah (gaji/bonus pengelola dana asuransi syariah), santunan asuransi syariah (klaim risiko), pembayaran reasuransi, dan surplus underwriting.
Pengertian Asuransi Umum (Non Syariah / Konvensional)
Pengertian asuransi berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Republik Indonesia Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian adalah asuransi merupakan suatu perjanjian antara dua pihak (perusahaan asuransi dan tertanggung) dimana perusahaan asuransi (pengelola usaha asuransi) akan mengganti kerugian yang diderita oleh tertanggung (nasabah).
Meski terdapat beberapa perbedaan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional, keduanya sama-sama penting dalam melindungi Anda. Dalam hal ini asuransi syariah dapat membuat pesertanya merasa aman sekaligus membantu anggota lainnya.
Perbedaan Antara Asuransi Umum dengan Asuransi Syariah
1. Kontrak/Perjanjian/Akad
Dalam asuransi konvensional, perusahaan asuransi dan anggota asuransi dihubungkan oleh suatu kontrak yang mengikat. Berbeda dengan asuransi syariah yang tidak menggunakan akad melainkan menggunakan akad tabarru. Akad ini, dibuat berdasarkan prinsip-prinsip hukum Syariah, melibatkan gotong royong atau saling berbagi risiko antara tertanggung.
Konsep ini dikenal juga dengan istilah risk sharing, yakni membagi risiko peserta asuransi syariah kepada seluruh peserta. Dengan demikian, risiko asuransi syariah tidak dialihkan kepada perusahaan asuransi melainkan ditanggung oleh pihak tertanggung. Di sini, asuransi syariah berperan dalam memastikan operasional pengelolaan dana yang diperoleh pemegang polis.
2. Kepemilikan Dana
Kepemilikan dana asuransi biasanya dimiliki oleh perusahaan asuransi yang bertugas mengelola dan menentukan dana yang melindungi peserta dari pembayaran premi bulanan. Sedangkan kepemilikan dana asuransi syariah dimiliki secara bersama-sama oleh peserta asuransi.
Artinya, apabila salah satu peserta asuransi syariah mempunyai suatu risiko, maka peserta yang lain akan mengumpulkan dana tabarru untuk membantu menutup risiko tersebut, yang pembagiannya dilakukan oleh pengelola.
3. Surplus Underwriting
Surplus underwriting adalah surplus pengelolaan risiko berlangganan dana tabarru yang akan dibagikan kepada peserta sesuai dengan karakteristik produk yang disepakati. Perhitungan surplus underwriting akan dilakukan dalam jangka waktu tertentu, yang besarannya dikurangi dengan reasuransi, ganti rugi, dan ketentuan teknis.
Perlu diketahui bahwa surplus underwriting ini tidak dijamin, hanya terjadi jika kontribusi yang diterima lebih besar dari jumlah klaim yang didaftarkan. Sebaliknya pada asuransi konvensional, kelebihan jaminan atau surplus underwriting tidak berlaku.
4. Diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah
Dewan Pengawas Syariah (DPS) bertanggung jawab melakukan pengawasan aktif dan pasif untuk memastikan kepatuhan syariah dalam operasional bisnis lembaga keuangan syariah, termasuk asuransi syariah. DPS merupakan kepanjangan tangan dari Dewan Syariah Nasional (DSN) – MUI. Dengan DPS, setiap aktivitas yang dilakukan dalam asuransi syariah dijamin sesuai dengan prinsip syariah.
5. Transaksi yang Dilarang dalam Keuangan Syariah
Dalam keuangan syariah, jenis transaksi tertentu dilarang, misalnya unsur maysir (keuntungan), gharar (ketidakjelasan), dan risywah (korupsi). Asuransi Syariah tidak melakukan seluruh transaksi terlarang tersebut. Asuransi jenis ini juga mencegah riba, yaitu penumpukan harta akibat penyalahgunaan.
6. Halal
Asuransi syariah halal karena seluruh aktivitasnya sesuai dengan prinsip syariah, termasuk yang hanya melibatkan instrumen portofolio yang halal menurut hukum Islam. Dalam teks nomor DSN-MUI. Berdasarkan Keputusan Nomor 21/DSN-MUI/X/2011 tentang Pedoman Asuransi Syariah disebutkan bahwa asuransi syariah termasuk dalam kategori halal. (SNP)