Sudah Tahu Perbedaan Zakat Profesi dan Perusahaan? Ini Penjelasannya
Zakat penghasilan atau yang dikenal juga sebagai zakat profesi; zakat pendapatan adalah bagian dari zakat mal yang wajib dikeluarkan dari penghasilan.
IDXChannel - Zakat penghasilan atau yang dikenal juga sebagai zakat profesi; zakat pendapatan adalah bagian dari zakat mal yang wajib dikeluarkan atas harta yang berasal dari pendapatan atau penghasilan rutin dari pekerjaan yang tidak melanggar syariah.
Nishab zakat penghasilan sebesar 85 gram emas per tahun. Kadar zakat penghasilan senilai 2,5%.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan, penghasilan yang dimaksud ialah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lainnya yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai, karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.
Namun apa perbedaan antara zakat profesi dan perusahaan? Yuk simak penjelasannya.
Dasar diwajibkan zakat profesi adalah firman Allah SWT: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang-orang yang meminta dan orang-orang miskin yang tidak mendapatkan bagian.” (QS. Adz Dzariyat: 19)
Hal ini dikuatkan dengan firman Allah SWT: “Wahai orang-orang yang beriman bersedekahlah (tunaikanlah zakat) dari apa yang baik-baik dari apa yang kalian usahakan.” (Al-Baqarah: 267)
Dalam Muktamar Internasional Pertama tentang Zakat di Kuwait pada 29 Rajab 1404 H, yang bertepatan dengan 30 April 1984 M, para peserta sepakat akan wajibnya zakat profesi jika sampai pada nisab, walaupun mereka berbeda pendapat tentang cara pelaksanaannya.
Sementara itu, dalam UU No 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat, Bab IV pasal 11 ayat (2) bagian (b) dikemukakan bahwa di antara objek zakat yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah perdagangan dan perusahaan.
“Sedangkan muktamar di Kuwait menganalogikan zakat perusahaan kepada zakat perdagangan. Nisab-nya senilai 85 gram emas. Harta perusahaan yang wajib dizakati meliputi komoditi perdagangan, uang, dan piutang, setelah dikurangi kewajiban seperti utang,” ungkap KH Ahmad Kosasih, Ketua Dewan Syariah Daarul Qur’an.
Dengan demikian, pola perhitungan zakat perusahaan didasarkan pada laporan keuangan (neraca) dengan mengurangkan kewajiban atas aktiva lancar. Atau seluruh harta (di luar sarana dan prasarana) plus keuntungan usaha, dikurangi pembayaran utang dan kewajiban lainnya, lalu dikeluarkan 2,5% sebagai zakatnya. (TYO)