Umat Islam Dilarang Berpuasa saat Hari Tasyrik, Ini Penjelasannya
Setelah Salat Idul Adha dan melaksanakan penyembelihan hewan kurban, keesokan harinya umat Islam akan memasuki hari Tasyrik.
IDXChannel - Setelah Salat Idul Adha dan melaksanakan penyembelihan hewan kurban, keesokan harinya umat Islam akan memasuki hari Tasyrik.
Di mana waktu tersebut adalah tiga hari yang terhitung setelah Hari Raya Idul Adha, yakni tanggal 11, 12, dan Dzulhijjah dalam kalender Islam.
Dilansir dari laman Majelis Ulama Indonesia (MUI), hari Tasyrik erat kaitannya dengan hari raya Idul Adha. Pada waktu tersebut, umat Islam dilarang untuk berpuasa. Larangan ini sejalan dengan pelaksanaan qurban itu sendiri.
Istilah hari Tasyrik berasal dari literatur Arab 'Syaraqa' yang berarti terbit. Kemudian ada beberapa pendapat yang menjadi asal-usul, serta alasan mengapa hari-hari tersebut dinamakan hari Tasyrik.
Kemudian adanya larangan menjalankan puasa di hari Tasyrik disebabkan waktu tersebut sangat dianjurkan untuk menikmati berbagai hidangan dan olahan dari daging kurban . Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ قَالَا لَمْ يُرَخَّصْ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ أَنْ يُصَمْنَ إِلَّا لِمَنْ لَمْ يَجِدْ الْهَدْيَ
Artinya: "Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhuma, keduanya berkata: “Tidak diperkenankan untuk berpuasa pada hari Tasyrik kecuali bagi siapa yang tidak mendapatkan hewan qurban ketika menunaikan haji." (HR. Bukhari, no. 1859).
Lantas darimana asal usul Hari Tasyrik?
Pertama, dinamakan Tasyrik karena pada zaman dahulu umat Islam mengawetkan daging kurban dengan cara menjemurnya. Nantinya untuk dijadikan semacam dendeng di hari-hari tersebut.
Kedua, karena ibadah kurban tidak dilakukan kecuali setelah terbitnya matahari.
Oleh karenanya hari Tasyrik juga dikenal sebagai hari menyantap makanan dan minuman. Seperti dijelaskan dalam riwayat hadis berikut ini, Rasulullah bersabda:
“Hari Tasyrik adalah hari makan, minum, dan banyak mengingat Allah.” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud, Nasa’i).
Selain harinya makan dan minum, Tasyrik juga dikenal sebagai waktunya memperbanyak zikir kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Allah berfirman:
وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ فِىٓ أَيَّامٍ مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن تَعَجَّلَ فِى يَوْمَيْنِ فَلَآ إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَن تَأَخَّرَ فَلَآ إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ لِمَنِ ٱتَّقَىٰ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
Ważkurullāha fī ayyāmim ma'dụdāt, fa man ta'ajjala fī yaumaini fa lā iṡma 'alaīh, wa man ta`akhkhara fa lā iṡma 'alaihi limanittaqā, wattaqullāha wa'lamū annakum ilaihi tuḥsyarụn.
Artinya: "Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya, bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya." (QS. Al Baqarah: 203).
(DES)