Anak Perusahaan Tsingshan Bangun Pabrik Baterai di Indonesia
Unit baterai dari Tsingshan Holding Group Co, produsen nikel terbesar di dunia, berencana membangun pabrik di Indonesia.
IDXChannel - Unit baterai dari Tsingshan Holding Group Co, produsen nikel terbesar di dunia, berencana membangun pabrik di Indonesia.
Dilansir dari Bloomberg pada Rabu (27/3/2024), pabrik baterai luar negeri pertama REPT BATTERO Energy Co akan berlokasi di samping operasi Tsingshan yang sudah ada di Teluk Weda dan mungkin mulai beroperasi pada tahun depan.
“Banyak produsen baterai membangun pabrik di Eropa dan Amerika Utara, namun kami memperkirakan mereka baru akan beroperasi sekitar 2026 atau setelahnya,” kata Jason Hong, manajer umum REPT, dalam sebuah wawancara.
“Kami ingin mendahului mereka dengan pabrik di Indonesia," lajutnya.
“Banyak produsen baterai membangun pabrik dan memperluasnya di Eropa dan Amerika Utara, namun kami memperkirakan kapasitas mereka hanya akan beroperasi sekitar tahun 2026 atau setelahnya,” kata Jason Hong, manajer umum REPT AS, dalam sebuah wawancara. “Kami ingin mendahului mereka dengan pabrik di Indonesia.”
China adalah salah satu investor terbesar di Indonesia. Negeri Tirai Bambu tersebut menggelontorkan lebih dari USD7 miliar pada tahun lalu.
Sebagian besar dana tersebut digunakan untuk membangun fasilitas pemrosesan nikel yang berlimpah di Indonesia. Ekonomi terbesar di Asia Tenggara tersebut berambisi menjadi pusat produksi dan ekspor kendaraan listrik (EV).
Indonesia adalah penambang nikel terbesar di dunia dan penghasil kobalt terbesar kedua di dunia, bahan penting dalam produksi baterai kendaraan listrik.
REPT bermula menjual baterai untuk sistem penyimpanan energi, namun kemudian pelangganya berkembang ke produsen mobil termasuk Stellantis NV, Li Auto Inc. dan SAIC Motor Corp.
REPT menduduki peringkat ke-9 di China dalam hal pemasangan baterai kendaraan listrik di dua bulan pertama 2024. naik dari peringkat 11 tahun lalu, menurut China Automotive Battery Innovation Alliance.
“Biaya tenaga kerja dan listrik di Indonesia serupa dengan di China. Tsingshan memiliki infrastruktur yang komprehensif, dan pengalamannya yang luas di negara ini akan membantu dalam memperkirakan anggaran,” kata Hong.
“Kami juga memiliki hubungan baik dengan pemerintah Indonesia yang mendukung sektor energi baru," lanjutnya.
Meski begitu, Indonesia bukannya tanpa risiko. Salah satu alasannya adalah pasokan listrik di negara ini sangat bergantung pada batu bara, yang merupakan bahan bakar fosil paling kotor, sehingga dapat meningkatkan kekhawatiran lingkungan di kalangan pembeli dan investor. Ledakan mematikan di pabrik nikel Tsingshan pada Januari juga membuat beberapa pelanggan REPT was-was.
“Kami memiliki klien yang khawatir tentang bagaimana kami dapat mencegah hal ini terjadi lagi,” kata Hong.
“Mereka sangat mementingkan masalah ini," pungkasnya. (WHY)