Technology

Dipandang Jadi Ancaman, Partai Buruh Inggris Sebut AI Harus Punya Lisensi yang Jelas

Dian Kusumo 08/06/2023 12:02 WIB

Partai buruh di Inggris memandanv AI atau Artificial Intelegence sebagai ancaman.

Dipandang Jadi Ancaman, Partai Buruh Inggris Sebut AI Harus Punya Lisensi yang Jelas. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Partai buruh di Inggris memandanv AI atau Artificial Intelegence sebagai ancaman. 

Pihak Inggris semestinya melarang para pengembang teknologi untuk bekerja pada perangkat kecerdasan buatan yang canggih terkecuali bila mereka memiliki lisensi untuk melakukannya, tutur Partai Buruh.

Dilansir dari The Guardian, para menteri juga disarankan harus membuat aturan lebih ketat seputar perusahaan yang melatih produk AI mereka terhadap kumpulan data yang sangat besar semisal yang digunakan oleh OpenAI dalam membangun ChatGPT, ujar Lucy Powell, juru bicara digital Partai Buruh.

Tanggapannya tersebut muncul ketika pemerintah tengah mengkaji ulang cara mengatur dunia AI dengan cepat, bahkan perdana menteri Rishi Sunak mengakui jika hal tersebut dapat menjadi ancaman "eksistensial" bagi umat manusia.

Pada hari Senin, menurut salah satu penasihat pemerintah untuk kecerdasan buatan, diperkirakan hanya ada waktu dua tahun lagi sebelum AI dapat mengecoh manusia, ini merupakan peringatan terbaru dari serangkaian peringatan keras terkait ancaman yang ditimbulkan oleh teknologi super canggih ini.

Powell pun berkata: "Titik keprihatinan saya yang sebenarnya adalah kurangnya regulasi model bahasa besar yang kemudian dapat diterapkan di berbagai alat AI, apakah itu mengatur bagaimana mereka dibangun, bagaimana mereka dikelola, atau bagaimana mereka dikendalikan."

Selain itu, ia juga menyarankan agar AI dilisensikan melalui cara yang sama seperti obat-obatan atau tenaga nuklir, dimana keduanya diatur oleh badan-badan pemerintah yang berwenang. 

"Model seperti itulah yang seharusnya kita pikirkan, di mana Anda harus memiliki lisensi untuk membangun model-model ini," ujarnya. "Menurut saya, ini adalah contoh yang baik tentang bagaimana hal ini dapat dilakukan."

Lihatlah, dua bulan yang lalu, pemerintah Inggris menerbitkan buku putih soal AI, dimana di dalamnya dijelaskan tentang peluang yang dibawa oleh teknologi ini, meskipun tidak banyak menjelaskan bagaimana cara mengaturnya.

Semenjak itu, berbagai perkembangan, terutama kemajuan dalam ChatGPT hingga serangkaian peringatan keras dari orang dalam industri, menimbulkan adanya pertimbangan ulang dari para petinggi pemerintahan, hingga kini para menteri bergegas untuk memperbarui pendekatan mereka. 

Sementara itu, pekan ini Sunak bertolak ke Washington DC, disana dirinya akan berargumen tentang bagaimana Inggris sebaiknya menjadi yang terdepan pada upaya-upaya internasional dalam menyusun pedoman baru guna mengatur industri ini.

Tidak hanya itu, Partai Buruh pun bersiap-siap untuk merampungkan kebijakannya sendiri terkait teknologi canggih. Powell, akan berpidato dihadapan para pelaku industri dalam konferensi TechUK di London pada 6 Juni mendatang, meyakini jika disrupsi pada ekonomi Inggris nantinya akan sama drastisnya dengan deindustrialisasi di tahun 1970-an dan 1980-an.

Sementara itu, pemimpin Partai Buruh, Keir Starmer, diperkirakan juga akan memberikan pidato terkait hal tersebut di London Tech Week minggu depan. Nantinya, Starmer dikabarkan berencana menyelenggarakan rapat kabinet bayangan di salah satu kantor Google di Inggris pekan depan, sehingga para menteri bayangan berkesempatan berbicara kepada sejumlah eksekutif top AI di perusahaan tersebut.

Menurut Powell, daripada melarang teknologi tertentu, sebagaimana yang dilakukan Uni Eropa kepada alat-alat seperti pengenalan wajah, maka ia berpikir sebaiknya Inggris fokus dalam mengatur cara pengembangan teknologi tersebut.

Sejumlah produk seperti ChatGPT dibuat menggunakan algoritme pelatihan pada bank informasi digital besar. Akan tetapi, para ahli memperingatkan jika kumpulan data tersebut mengandung data yang bias atau diskriminatif, maka produk tersebut dapat menunjukkan bukti bias tersebut. 

Dampaknya bisa sangat besar, misalnya, pada praktik ketenagakerjaan bila perangkat AI tersebut digunakan sebagai alat bantu dalam pengambilan keputusan perekrutan dan pemecatan.

Powell mengungkapkan: "Bias, diskriminasi, pengawasan - teknologi ini dapat menimbulkan banyak konsekuensi yang tidak diinginkan."

Lebih lanjut, ia berpendapat kalau dengan memaksa para pengembang lebih terbuka terhadap data yang digunakannya, pemerintah akan membantu mengurangi risiko-risiko tersebut. 

"Teknologi ini bergerak sangat cepat sehingga membutuhkan pendekatan pemerintah yang aktif dan intervensionis, bukan pendekatan yang laissez-faire."

Berkenaan dengan hal ini, Ketua Badan Riset dan Penemuan Lanjutan, yang dibentuk pemerintah tahun lalu, Matt Clifford mengungkapkan pada Senin kalau AI berkembang lebih cepat daripada perkiraan kebanyakan orang. 

Namun, menurutnya, AI sudah dapat digunakan sebagai peluncur senjata biologis atau serangan siber berskala besar, serta menambahkan jika manusia dapat dengan cepat dikalahkan dengan teknologi yang mereka ciptakan.

Ketika berbicara dengan Tom Newton Dunn di TalkTV, Clifford berpendapat: "Memang benar bahwa jika kita mencoba menciptakan kecerdasan buatan yang lebih cerdas daripada manusia dan kita tidak tahu bagaimana cara mengendalikannya, maka hal tersebut akan menciptakan potensi untuk segala macam risiko saat ini dan di masa depan. 

Jadi saya pikir ada banyak skenario yang perlu dikhawatirkan, namun saya rasa sudah sepatutnya hal ini menjadi salah satu agenda utama para pembuat kebijakan."

Lalu saat ditanya kapan hal tersebut dapat terjadi, ia menambahkan: "Tidak ada yang tahu. Ada berbagai macam prediksi di antara para ahli AI. Saya pikir dua tahun akan menjadi titik paling tinggi dari spektrum bullish."

(DKH)

SHARE