Technology

Kualitas Solar RI Masih Rendah, Isuzu Kesulitan Terapkan Teknologi Euro4

Tangguh Yudha/MPI 25/01/2024 18:07 WIB

Konsumen Isuzu harus mengganti komponen lebih cepat karena jenis BBM Solar dengan kualitas rendah. Padahal pemerintah telah mewajibkan penerapan Euro4.

Kualitas Solar RI Masih Rendah, Isuzu Kesulitan Terapkan Teknologi Euro4. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Pemerintah menerbitkan aturan yang mewajibkan semua kendaraan bermotor yang dijual di Indonesia menggunakan standar emisi Euro4. Meski begitu, tak semua produsen kendaraan mampu menjalankannya.

Salah satu faktornya yaitu distribusi BBM jenis Solar dengan kualitas yang masih rendah. Hal itu menjadi kendala bagi produsen kendaraan komersial untuk menerapkan aturan tersebut.

President Director PT Isuzu Astra Motor Indonesia (IAMI), Yuzak Kristian, mengatakan pihaknya kerap mendapat keluhan dari konsumen. Hal ini membuat mereka harus mengganti komponen lebih cepat akibat menggunakan jenis BBM Solar dengan kualitas rendah.

“Euro4 itu teknologinya, dengan BBM yang sesuai. Kalau tidak sesuai yang terjadi plugging, ada mampetnya. Sehingga memang mitigasinya adalah penambahan filter dan nyari bahan bakarnya,” kata Yuzak di Jakarta Pusat, Kamis (25/1/2024).

“Bagaimana memastikan bahwa bahan bakar yang dimasukkan ke dalam unit itu adalah bahan bakar yang sesuai. Karena begitu mereka tidak sesuai ya enggak berakhir masalahnya,” sambungnya.

Agar performa kendaraan optimal, mesin diesel berstandar Euro4 disarankan menggunakan bahan bakar yang memiliki standar serupa. Hal itu dilakukan agar konsumen bisa merasakan langsung performa dari mesin dan membuatnya lebih awet.

Untuk wilayah Indonesia, bahan bakar diesel berstandar Euro 4 turut disediakan Pertamina lewat jenis Dexlite dan juga Pertamina Dex. Keduanya memiliki Cetane Number (CN) lebih tinggi dari Bio Solar. Untuk Dexlite memiliki CN 51, sementara itu untuk Pertamina Dex memiliki nilai CN 53.

Namun, Yuzak mengatakan yang terjadi saat ini adalah bahan bakar jenis Pertamina Dex dan Dexlite sulit ditemui di beberapa wilayah. Selain itu, harganya yang cukup tinggi membuat pengemudi menggantinya dengan bahan bakar dengan harga lebih murah.

“Kan sekarang gini, satu hal mungkin BBM-nya bisa saja ada tetapi antreannya panjang di SPBU-nya. Sehingga orang lebih milih cari yang lebih mudah, terus nyari lah di pinggir jalan,” ujarnya.

“Itu jadi akhirnya challange terbesar adalah distribusi BBM berkualitas yang kelihatan agak menantanglah. Apalagi kalau sudah Euro5. Road map otomotif Indonesia Euro5 itu pada saat kita mencapai produksi 2 juta atau berapa. Kalau mau dipercepat, kembali distribusi BBM berkualitas seperti apa,” sambungnya.

(FRI)

SHARE