Mengapa Transisi Jaringan 4G ke 5G di Indonesia Terkesan Lambat?
Teknologi informasi Indonesia, yakni transisi dari jaringan 4G ke 5G terkesan lambat.
IDXChannel- Babak baru teknologi informasi Indonesia, yakni transisi dari jaringan 4G ke 5G terkesan lambat. Upaya untuk mengakselerasi perpindahan jaringan dari 4G ke 5G hingga kini masih menemui banyak persoalan.
Hal tersebut berbeda saat transisi dari 3G ke 4G pada 2013, di mana proses peralihan berjalan lancar.
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (SDPPI-Kemkominfo) Ismail MT mengatakan, saat ini ada beberapa masalah yang membuat transisi dari 4G ke 5G tidak berjalan mulus.
Menurutnya, hambatan tersebut harus segera diatasi. Pasalnya, jika Indonesia gagal melakukan peralihan dari 4G ke 5G maka Indonesia bisa dikategorikan sebagai negara lambat.
"Kita tidak ingin dikategorikan sebagai negara yang lambat dalam mengadopsi teknologi dan aplikasi baru serta gaya hidup baru yang bisa diberikan oleh jaringan 5G," kata dia, saat membuka Imagine Live-Unlock the Future of 5G, di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (8/8/2023).
Dia melanjutkan beberapa masalah yang dihadapi oleh Indonesia dalam melakukan peralihan dari 4G ke 5G, di antaranya adalah percepatan modernisasi jaringan operator telekomunikasi, spektrum frekuensi, dan harga spektrum frekuensi. Ketiga masalah tersebut saat ini, menurutnya tengah diupayakan untuk diatasi.
Ismail MT menuturkan, modernisasi jaringan operator telekomunikasi jadi syarat mutlak untuk peralihan dari 4G ke 5G. Hal itu bisa dicapai jika operator telekomunikasi menggunakan serat optik.
"Kalau kita bicara 5G tanpa infrastruktur serat optik dan mengandalkan teknologi lama maka kita tidak akan mendapatkan kelebihan dari jaringan 5G," ujarnya.
Hal yang sama juga berlaku dengan masalah spektrum frekuensi. Ismail mengatakan, pemerintah juga perlu berhati-hati dalam memutuskan spektrum frekuensi yang akan digunakan di jaringan 5G.
Pemerintah, menurutnya, ingin pengaturan spektrum frekuensi dilakukan dengan benar. Jadi perlu dipertimbangkan kapan waktu yang ideal untuk merilis spektrum frekeusi yang baru.
"Karena kalau kita begitu saja meluncurkan spektrum frekuensi ini, maka harga spektrunm frekuensi bisa saja tidak rasional dan tidak akan diserap oleh operator telekomunikasi," tuturnya.
Dari situ dia berharap acara yang digagas oleh Ericsson bisa menjadikan bahan pertimbangan atau masukan dalam upaya pemerintah melakukan transisi dari 4G ke 5G. Menurutnya, Ericsson sudah lebih dari 100 tahun berada di Indonesia dan memiliki kemampuan yang matang dalam pengembangan teknologi 5G.
"Jadi pemerintah dan stakeholder semuanya perlu berpikir keras. Kita harus mendengar input dari Ericsson yang menang sudah berpengalaman di sini," ucapnya.
(RNA)