Penalti Kedua, Google Kena Denda Tambahan Rp1,76 T di India
Komisi Persaingan Usaha India atau CCI mendenda Google sebesar 9 miliar rupee atau USD 113 juta (atau sekitar Rp1,76 triliun) atas praktik monopoli usaha.
IDXChannel - Komisi Persaingan Usaha India atau CCI mendenda Google sebesar 9 miliar rupee atau USD 113 juta (atau sekitar Rp1,76 triliun) atas praktik monopoli usaha atau anti-persaingannya.
Denda tersebut merupakan penalti kedua dalam waktu kurang dari seminggu.
Dilansir dari BBC, Kamis (27/10/2022), Komisi Persaingan ini menuduh bahwa Google "menyalahgunakan" posisi dominannya di app store untuk memaksa para pengembang aplikasi menggunakan sistem pembayaran dalam aplikasinya.
CCI meminta Google untuk tidak membatasi para pengembang aplikasi dalam menggunakan penagihan atau layanan pembayaran pihak ketiga.
Menanggapi hal ini, Google mengatakan sedang meninjau tuduhan tersebut.
"Dengan tetap menggunakan anggaran yang rendah, model (aplikasi) kami telah mendukung transformasi digital di India dan juga memperluas akses bagi ratusan juta orang India," kata juru bicara Google pada BBC.
"Perusahaan kami tetap berkomitmen untuk pengguna dan juga pengembang kami. Selain itu kami juga sedang meninjau keputusan untuk mengevaluasi langkah selanjutnya," tambahnya.
Dalam keputusan perintah setebal 199 halaman yang dirilis pada hari Selasa, Komisi Persaingan India (CCI) mengatakan bahwa Google menerapkan kebijakan tertentu di Play Store yang mengharuskan pengembang aplikasi untuk "secara eksklusif" menggunakan sistem pembayarannya untuk mendistribusikan atau menjual aplikasi dan jasa dalam aplikasi.
Komisi Persaingan India meminta Google untuk mengadopsi delapan solusi atau penyesuaian operasi dalam waktu tiga bulan, termasuk tidak membatasi "pengembang aplikasi menggunakan layanan pemrosesan pembayaran/penagihan pihak ketiga, baik untuk pembelian dalam aplikasi atau untuk membeli aplikasi" menurut Reuters.
"Google harus memastikan transparansi lengkap dalam berkomunikasi dengan pengembang aplikasi dan detail tentang biaya layanan yang dibebankan," tambah CCI.
Perintah tersebut merupakan kemunduran terbaru untuk Google, yang menghadapi serangkaian tuduhan anti-trust di India.
Pekan lalu, perusahaan Google didenda sebesar 13 miliar rupee (USD 161 juta) karena menggunakan platform Android untuk mendominasi pasar.
CCI mengatakan raksasa teknologi itu mengadakan perjanjian paksa dengan para pemain di ruang angkasa untuk memastikan bahwa rangkaian aplikasinya, seperti Google Chrome, YouTube, Google Maps, dan lainnya digunakan.
Penyelidikan terkait Android telah dimulai pada tahun 2019, menanggapi adanya keluhan dari konsumen smartphone Android. Kasusnya mirip dengan yang dihadapi Google di Eropa, di mana Regulator setempat mengenakan denda USD5 miliar kepada perusahaan tersebut karena menggunakan sistem operasi Android untuk mendapatkan keuntungan yang tidak adil di pasar.
Google mengatakan bahwa keputusan CCI sebagai "Kemunduran besar bagi konsumen dan bisnis di India" dan menambahkan bahwa mereka akan meninjau perintah tersebut serta memutuskan langkah selanjutnya.
Serupa dengan kasus di India, di Indonesia, KPPU pun telah melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaraan UU No. 5/1999 yang dilakukan oleh Google dan anak usahanya di Indonesia.
Mengutip data dari tim riset IDXChannel, KPPU menilai Google telah melakukan penyalahgunaan posisi dominan, penjualan bersyarat, dan praktik diskriminasi dalam distribusi aplikasi digital di Indonesia.
Dalam amatan KPPU, perusahaan yang didirikan oleh Google didirikan oleh Larry Page dan Sergey Brin ini mewajibkan penggunaan Google Pay Billing (GPB) di berbagai aplikasi tertentu.
GBP adalah metode atau pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi (in-app purchases) yang didistribusikan di Google Play Store. Atas penggunaan GBP tersebut, Google mengenakan tarif layanan kepada aplikasi sebesar 15 hingga 30% dari pembelian.
“Kewajiban ini ditemukan KPPU sangat memberatkan pengembang aplikasi di Indonesia karena pengenaan tarif yang tinggi, yakni 15-30 % dari harga konten digital yang dijual,”ujar KPPU dalam keterangan tertulis di websitenya pada 15 September lalu.
Oleh: Savira Agustin