Tanpa Insentif Impor, Pasar Mobil Listrik Indonesia Dinilai Masih Prospektif
Pemerintah memastikan tidak akan melanjutkan insentif impor mobil listrik CBU alias yang dikirim utuh dari luar negeri pada tahun depan.
IDXChannel - Pemerintah memastikan tidak akan melanjutkan insentif impor mobil listrik CBU alias yang dikirim utuh dari luar negeri pada tahun depan. Sejumlah kekhawatiran timbul karena akan menurunkan penjualan mobil listrik di Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, mengungkapkan pasar mobil listrik akan tetap baik, meski tanpa insentif impor. Ini juga akan membuat persaingan lebih ketat karena seluruh produsen akan berlomba menghadirkan mobil listrik terbaik yang dirakit secara lokal.
"Orang udah punya plan, mereka ke sini bukan karena insentif, tapi memang tertarik ke sini. Insentif kan sebenarnya sugar coating saja," ujar Kukuh di Jakarta, Selasa (30/9/2027).
Kukuh menyampaikan berakhirnya insentif impor mobil listrik CBU akan menggerakkan kembali sistem perekonomian. Sebab, industri komponen akan kembali kebanjiran pesanan dari produsen yang melakukan produksi di Tanah Air.
"Tahun depan bisa aja ada yang masuk lagi ya, kalau kita lihat potensi pasar kita. Memang pasar lagi turun, tapi potensi kan masih besar. Jadi kita lihat, kalau kemudian kita bisa naik 5 persen ke 6 persen pertumbuhan ekonominya, mereka pasti datang ke sini," ujarnya.
Kendati begitu, Kukuh enggan memprediksi seberapa besar pertumbuhan pasar mobil listrik di Indonesia tanpa adanya insentif impor. Tetapi, dia meyakini seluruh produsen yang sudah dan berencana masuk ke pasar Indonesia sudah mengetahui segala konsekuensinya.
"Itu kan ada business case dan business plan. Kemudian ada kebijakan yang telah ditetapkan di awal. Maka pelaku dan calon pelaku yang mau investasi sudah melihatnya di awal, jadi harus disesuaikan dengan rencana," ucapnya.
Sebagai informasi, mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027 para produsen wajib memproduksi mobil listrik di Indonesia dengan jumlah setara kuota impor CBU. Produksi ini harus menyesuaikan aturan TKDN yang sudah ditetapkan.
(NIA DEVIYANA)