Technology

Uni Eropa Tegur Telegram Soal Banjir Hoaks Tentang Vladimir Putin

Dian Kusumo Hapsari 03/06/2024 14:03 WIB

Wakil Presiden Komisi Eropa Vera Jourova memperingatkan platform percakapan, Telegram tentang potensi pelanggaran soal penyebaran berita palsu

Uni Eropa Tegur Telegram Soal Banjir Hoaks Tentang Vladimir Putin. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Wakil Presiden Komisi Eropa Vera Jourova memperingatkan platform percakapan, Telegram tentang potensi pelanggaran soal penyebaran berita palsu yang berisi tentang Presiden Rusia Vladimir Putin dan tokoh-tokoh lain yang tengah bermusuhan pada negara-negara di bagian timur Uni Eropa.

“Telegram adalah sebuah isu,” ujar Vera, yang juga fokus di bidang nilai dan transparansi, mengatakan kepada Bloomberg TV. 

Dia mengatakan bahwa layanan percakapan asal Rusia tersebut “sangat aktif di negara-negara anggota Uni Eropa di wilayah timur, di mana terdapat minoritas berbahasa Rusia.”

Selain itu, kata dia, Telegram adalah salah satu aplikasi media sosial terbesar di dunia. Hal ini menjadi kasus khusus karena pengelola platform tersebut mengklaim hanya memiliki 42 juta pengguna di wilayah tersebut. Angka ini seolah dipatok agar tak terkena Undang-undang layanan digital baru yang menetapkan pengawasan pada aplikasi dengan pengguna di atas 45 juta.

“Kami sekarang sedang memeriksa apakah angka tersebut benar dan jika kami mengetahui jumlahnya lebih dari 42 juta, kami harus melihat secara mendalam cara kerja Telegram,” ujar dia.

Sementara itu, Juru Bicara Telegram Remi Vaughn dalam tanggapannya melalui surel pada Sabtu kemarin mengatakan bahwa perusahaannya mematuhi sanksi UE dengan memblokir akses ke saluran seperti RT, Sputnik dan NewsFront.

"Telegram tidak menggunakan algoritme untuk mempromosikan konten sensasional kepada pengguna, yang hanya menerima informasi yang secara eksplisit mereka pilih untuk berlangganan," kata Vaughn.

Undang-Undang Layanan Digital sendiri mulai berlaku penuh pada awal tahun ini, yang memungkinkan UE untuk mendenda platform-platform besar yang menyumbang sebanyak 6% dari penjualan tahunan global jika mereka menemukan pelanggaran – atau melarang pelaku yang berulang kali melakukan pelanggaran di UE.

Telegram sering digunakan oleh akun-akun pro-Kremlin untuk menyebarkan disinformasi mengenai isu-isu mulai dari perang di Ukraina hingga imigrasi dan perubahan iklim. Baru-baru ini, perwira intelijen Rusia menggunakannya untuk merekrut penjahat kecil untuk melakukan tindakan sabotase di seluruh ibu kota Eropa.

(DKH)

SHARE