Vietnam Turunkan PPN Jadi 8 Persen, Toyota Sebut Bawa Berkah untuk Ekspor
Pemerintah Vietnam memutuskan memperpanjang kebijakan pengurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 8 persen hingga akhir Juni 2025.
IDXChannel - Pemerintah Vietnam memutuskan memperpanjang kebijakan pengurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 8 persen hingga akhir Juni 2025. Hal ini membuat negara tersebut berpotensi menjadi tujuan investasi produsen otomotif di kawasan Asia.
Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam mengakui ekspor mobil ke Vietnam mengalami kenaikan imbas kebijakan tersebut. Sebab, harga jual mobil impor di Vietnam menjadi jauh lebih terjangkau.
"Ekspor kami naik 20 persen, karena Vietnam memberikan insentif PPN, ekspor kami ke sana naik," ungkap Bob kepada wartawan di Jakarta, belum lama ini.
Berdasarkan data yang dihimpun Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), angka ekspor Toyota mencapai 151.348 unit pada Januari-November 2024. Angka tersebut naik 20,2 persen (year-on-year/YoY) dibandingkan periode yang sama pada 2023 yang sebesar 125.864 unit.
Keberhasilan pemerintah Vietnam diharapkan diadopsi oleh pemerintah Indonesia demi meningkatkan daya beli masyarakat. Sebab, saat ini masyarakat dikhawatirkan dengan kenaikan PPN menjadi 12 persen pada tahun depan.
"Nah, yang paling penting itu market. Jangan sampai market itu decline. Sekarang kan drop ya 15 persen, kami harap, apalagi adanya PPN 12 persen ini, jangan sampai drop lagi," ujar Bob.
Untuk memicu daya beli, pemerintah mengeluarkan sejumlah insentif, termasuk untuk industri otomotif. Mobil hybrid mendapat insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) sebesar 3 persen.
Pemerintah juga melanjutkan pemberian insentif PPN DTP 10 persen untuk impor mobil listrik rakitan lokal atau CKD. Lalu, PPnBM DTP untuk impor mobil listrik secara utuh atau completely built up (CBU) dan CKD sebesar 15 persen, serta pembebasan bea masuk impor mobil listrik CBU.
Namun, Bob berharap pemerintah juga memberikan keringanan pada produsen. Sebab, biaya produksi dalam melakukan perakitan kendaraan elektfifikasi cukup tinggi, terutama pada produksi baterai.
"Nah, tetapi ini kan (insentif) untuk konsumen, untuk produsen belum. Jadi harapannya bisa ada insentif misalnya untuk melokalisasi komponen-komponen penting dalam elektrifikasi," tuturnya.
(NIA DEVIYANA)