Xendit PHK, Awan Mendung Startup Fintech Indonesia di Awal 2024
Platform pembayaran keuangan (fintech) Indonesia, Xendit, mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sejumlah pekerjanya di awal 2024.
IDXChannel - Salah satu startup platform pembayaran keuangan (fintech) Indonesia, Xendit, mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sejumlah pekerjanya di awal 2024.
Perusahaan mengklaim, PHK ini merupakan langkah untuk memaksimalkan kinerja ketahanan perusahaan jangka panjang dan untuk mengejar peningkatan profitabilitas. Meski demikian, Xendit tidak menyebutkan berapa banyak karyawan yang terdampak PHK.
Mikiko Steven selaku Managing Director Xendit Indonesia mengatakan perusahaan merasa perlu untuk menyelaraskan sumber daya dengan strategi bisnis, mengoptimalkan efisiensi tim, dan memastikan posisi perusahaan untuk mengejar peluang pertumbuhan baru meskipun sulit dilakukan.
"Kami berterima kasih kepada semua anggota tim kami atas kontribusi mereka terhadap kesuksesan dan pertumbuhan kami sepanjang perjalanan kami," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (22/1/2024).
Xendit juga memastikan, PHK ini tidak akan berdampak pada komitmen perusahaan untuk membangun solusi fintech yang inovatif.
"Kami tetap menjadi gerbang pembayaran terkemuka di Indonesia dan Filipina, dan kami berharap dapat membangun infrastruktur pembayaran di seluruh Asia Tenggara," imbuh Mikko.
Informasi saja, melansir laman LinkedIn perusahaan, Xendit mempekerjakan karyawan berkisar antara 500 hingga 1.000 orang.
Padahal, Xendit pada Oktober 2022 juga sempat melakukan PHK 5 persen dari total karyawan. Saat itu Xendit melakukan PHK terhadap 5 persen karyawan di dua negara tempat mereka beroperasi yakni Indonesia dan Filipina. Namun, tidak dijelaskan lebih terperinci lagi berapa jumlah pasti karyawan yang dirumahkan.
Alasan melakukan PHK karena situasi makro ekonomi yang tidak menentu saat ini, sehingga memaksa perusahaan untuk mengubah struktur dan sumber daya tim.
Kondisi Startup Fintech Memasuki 2024
Sektor fintech diprediksi masih memerankan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara. Laporan SEA e-Conomy 2023 dari Google, Temasek dan Bain Company menyebutkan konsumen di kawasan tersebut mengadopsi layanan keuangan digital (DFS) dengan pesat.
Kondisi ini menjadkan uang tunai tidak lagi menjadi raja, karena pembayaran digital kini menyumbang lebih dari 50 persen transaksi di kawasan ini.
Secara keseluruhan, kinerja sektor fintech Asia Tenggara dipengaruhi oleh era suku bunga tinggi yang menjadi salah satu hambatan bagi konsumen untuk mengelola simpanan dan kekayaan.
Model bisnis berkelanjutan juga mulai bermunculan di kalangan perusahaan murnI fintech, sementara perusahaan keuangan tradisional mempercepat proses digitalisasi untuk mempertahankan pengguna. Iklim ini menjadi peluang bagi startup fintech seperti Xendit untuk terus bertumbuh dan berkembang.
Informasi saja, Xendit sendiri merupakan platform penyedia solusi pembayaran. Perusahaan memungkinkan bisnis menerima pembayaran, mencairkan gaji, menjalankan pasar, dan banyak lagi.
Xendit menawarkan pembayaran otomatis, pembayaran sesuai permintaan, hingga layanan integrasi. Startup ini didirikan pada 2014 dan berkantor pusat di Jakarta Selatan, Indonesia.
Tak hanya Xendit, pada awal 2024 ini, Perusahaan teknologi finansial (fintech) penyedia jasa pembayaran atau transfer uang PT Fliptech Lentera Inspirasi Pertiwi (Flip) juga melakukan PHK. Pihak Flip juga tidak menyebutkan secara rinci jumlah karyawan yang terdampak PHK.
Di awal 2023 lalu, Startup fintech investasi reksadana dan obligasi, Bibit juga melakukan PHK.Nama-nama perusahaan fintech seperti Fazz Financial, Pluang, Tokocrypto, Ajaib, hingga KoinWorks juga rajin melakukan PHK tahun lalu. Alasan efisiensi dan reorganisasi selalu menjadi landasan perusahaan-perusahaan ini untuk melakukan PHK.
Hingga Oktober 2023, CB Insights melaporkan terdapat delapam perusahaan rintisan di Indonesia yang bergelar unicorn alias memiliki valuasi lebih dari USD1 miliar.
Di urutan pertama, J&T Express menjadi startup Indonesia berstatus unicorn dengan valuasi tertinggi, yakni USD20 miliar per 19 Oktober 2023. (Lihat grafik di bawah ini.)
Tak hanya jadi unicorn, J&T Express menjadi perusahaan yang bergerak di bidang logistik yang mengantongi status decacorn atau bervaluasi lebih dari USD10 miliar. Terdapat investor di balik J&T Express di antaranya Hillhouse Capital Management, Boyu Capital, hingga Sequoia Capital China.
Di posisi kedua ada Traveloka dengan nilai valuasi sebesar USD3 miliar dengan sejumlah investor capital dibaliknya seperti Global Founders Capital, East Ventures, dan Expedia Inc.
Di posisi ketiga ada startup fintech juga yakni Akulaku dengan valuasi mencapai USD2 miliar dengan sejumlah investornya yakni DCM Ventures, IDG Capital, hingga Siam Commercial Bank.
eFishery berada di posisi keempat dengan nilai valuasi sebesar USD1,30 miliar. Startup perikanan ini memperoleh pendanaan dari Aqua-Spark, Wavemaker Partners, hingga Peak XV Partners.
Selanjutnya, ada DANA yang juga merupakan startup fintech dengan valuasi USD1,13 miliar. Sejumlah investor dibaliknya ada Ant Group, Lazada, hingga Sinar Mas Indonesia.
Xendit bersama dengan Ajaib, dan Kopi Kenangan memiliki nilai valuasi yang sama, yakni sekitar USD1 miliar.
Ini menunjukkan empat dari perusahaan berstatus unicorn adalah yang bergerak di sektor fintech. Data tersebut juga menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki potensi yang menjanjikan, terutama kontribusinya bagi ekonomi digital RI. Secara keseluruhan, terdapat 1.220 perusahaan unicorn di dunia per Oktober 2023 dengan akumulasi nilai mencapai USD3.831 miliar. (ADF)