IDXChannel - Pakar keuangan Ajaib Sekuritas Asia, Chisty Maryani mengatakan arah pasar saham (IHSG) pada pekan depan bergerak melemah terbatas dan berpotensi untuk berbalik menguat pada awal pekan depan.
Chisty menjelaskan, IHSG membentuk morning star candle yang merupakan signal bullish sehingga berpotensi untuk reversal (pembalikan arah tren) dalam time frame daily.
“Selain itu, indikator momentum juga menunjukan saat ini IHSG sudah pada area oversoldnya. Support IHSG pada level 6500 dengan berpeluang menuju resistance 6850” ujar Financial Expert Ajaib Sekuritas Asia, Chisty Maryani dalam keterangan tertulis, Sabtu (18/3/2023)
Meskipun pada awal pekan pasar cenderung wait and see menunggu FOMC the Fed, namun katalis dalam negeri berupa indikator makro ekonomi Indonesia yang masih mencerminkan fundamental tanah air solid ini mampu menjadi katalis positif pergerakan IHSG sepanjang pekan depan.
Pelaku pasar masih menunggu hasil FOMC The Fed pada 21-22 Maret 2023 mengenai keputusan suku bunga acuan.
Proyeksi suku bunga acuan The FED pada FOMC bulan ini akan lebih moderat jika dibandingkan kenaikan Fed Fund Rate di tahun lalu. Adapun proyeksi level kenaikan suku bunga acuan adalah 25 bps menjadi kisaran 4,75% - 5%.
Tingkat inflasi di Amerika Serikat terus tercatat turun saat ini di level 6% YoY dan core inflation pada level 5,5% YoY akan menjadi bahan pertimbangan The Fed yang tidak akan terlalu hawkish untuk menaikan suku bunga acuan nya pada 21-22 Maret 2023 ini.
Tidak hanya inflasi dari sisi konsumen yang melandai, inflasi tingkat produsen (Producer Price Index/PPI) AS pada periode Februari 2023 juga tercatat melandai di level 4,6% YoY, dibawah level sebelumnya yakni 5,7% YoY dan dibawah konsensus pada level 5,4% YoY.
Sementara itu, core PPI pada Februari tahun ini tercatat berada di level 4,4% YoY, lebih rendah dari periode sebelumnya di level 5% YoY dan dibawah konsensus 5,2% YoY. Meskipun tren inflasi tersebut telah turun, namun The Fed masih akan mengupayakan untuk menekan laju inflasi AS mencapai target mereka di level 2% yoy.
“Ekspektasi pasar terhadap kebijakan suku bunga The Fed ini akan positif jika kenaikan sesuai dengan konsensus yaitu 25 bps. Optimisme juga akan terasa oleh para pelaku pasar karena kenaikan suku bunga di AS sejauh ini dinilai mampu meredam inflasi, hanya saja kenaikan yang diharapkan tidak terlalu tinggi,” imbuhnya.
Namun, jika kenaikan suku bunga acuan The Fed di pertemuan 21-22 Maret 2023 nanti lebih tinggi bahkan mencapai 50 bps, maka kami memperkirakan respon pasar ada potensi menjadi negatif. Pasar akan khawatir bahwa dampak dari kebijakan moneter The Fed yang sangat ketat berpotensi membuat ekonomi AS melambat di tengah gejolak pasar saat ini, tercermin dari terjadinya masalah likuiditas di beberapa perbankan AS akibat kenaikan suku bunga acuan yang sangat ketat.
Selain itu, pelaku pasar global juga masih akan mencermati beberapa rilis data ekonomi diantaranya China yang akan mengumumkan loan prime rate tenor 1 tahun dan 5 tahun, inflasi Inggris periode Februari 2023 yang akan rilis pada pekan depan, serta tingkat inflasi Jepang yang akan rilis di akhir minggu depan.
Di dalam negeri sendiri masih akan menunggu rilis data M2 money supply periode Februari 2023 yang akan rilis di akhir minggu.
“Selain rilis data makro ekonomi, sejumlah sentiment pasar seperti aksi korporasi berupa pembagian dividen juga akan mempengaruhi pergerakan pasar di pekan depan,” pungkasnya.
(WHY)