IDXChannel – Pengadilan federal Amerika Serikat (AS) memerintahkan Google untuk membayar USD425 juta (hampir Rp7 triliun) atas pelanggaran privasi dengan mengumpulkan data jutaan pengguna, bahkan setelah mereka menonaktifkan fitur pelacakan di akun Google.
Putusan ini muncul setelah sekelompok pengguna mengajukan gugatan dengan klaim bahwa Google mengakses perangkat seluler mereka untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menggunakan data, yang melanggar jaminan privasi dalam pengaturan Aktivitas Web & Aplikasi.
Para pengguna tersebut pun menuntut ganti rugi lebih dari USD31 miliar.
"Keputusan ini salah memahami cara kerja produk kami, dan kami akan mengajukan banding. Alat privasi kami memberi orang kendali atas data mereka, dan ketika mereka menonaktifkan personalisasi, kami menghormati pilihan itu," kata juru bicara Google kepada BBC, Kamis (4/9/2025).
Juri dalam kasus ini memutuskan raksasa pencarian internet tersebut bertanggung jawab atas dua dari tiga tuntutan pelanggaran privasi. Namun, perusahaan tersebut tidak terbukti bertindak dengan niat jahat.
Gugatan class action, yang mencakup sekitar 98 juta pengguna Google dan 174 juta perangkat, diajukan pada Juli 2020.
Para penggugat menuduh praktik pengumpulan data Google meluas hingga ratusan ribu aplikasi ponsel pintar, termasuk aplikasi untuk perusahaan transportasi daring Uber dan Lyft, raksasa e-commerce Alibaba dan Amazon, serta jejaring sosial milik Meta, Instagram dan Facebook.
Google menyatakan bahwa ketika pengguna menonaktifkan Aktivitas Web & Aplikasi di akun mereka, bisnis yang menggunakan Google Analytics tetap dapat mengumpulkan data tentang penggunaan situs dan aplikasi mereka, tetapi informasi ini tidak mengidentifikasi pengguna individu dan menghormati pilihan privasi.
Secara terpisah, saham perusahaan induk Google, Alphabet, melonjak lebih dari 9 persen dalam seminggu pada Rabu (3/9/2025) setelah hakim federal AS memutuskan bahwa perusahaan tersebut tidak harus menjual web Chrome-nya tetapi harus berbagi informasi dengan para pesaing.
Perbaikan yang diputuskan oleh Hakim Distrik Amit Mehta muncul setelah pertarungan hukum selama bertahun-tahun atas dominasi Google dalam pencarian daring.
Kasus ini berpusat pada posisi Google sebagai mesin pencari default pada berbagai produknya sendiri seperti Android dan Chrome, serta produk lain yang dibuat oleh perusahaan seperti Apple.
Departemen Kehakiman AS (DOJ) sebelumnya menuntut Google untuk menjual Chrome. Namun, keputusan hari Selasa menyatakan raksasa teknologi tersebut dapat mempertahankannya, tetapi dilarang memiliki kontrak eksklusif dan harus berbagi data pencarian dengan para pesaing.
Google menghadapi kasus persaingan terpisah yang diawasi oleh Hakim Distrik Leonie Brinkema, yang memutuskan pada April lalu bahwa Google memegang monopoli dalam teknologi periklanan.
Hakim tersebut bakal memimpin persidangan yang bertujuan untuk menemukan solusi terkait monopoli Google dalam periklanan pada akhir September mendatang.
(Febrina Ratna Iskana)