sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement
Invasi Lanjut, Rusia Terancam Kehilangan Perusahaan Teknologi Terbesar Yandex 
Invasi Lanjut, Rusia Terancam Kehilangan Perusahaan Teknologi Terbesar Yandex 
Invasi Lanjut, Rusia Terancam Kehilangan Perusahaan Teknologi Terbesar Yandex 
Invasi Lanjut, Rusia Terancam Kehilangan Perusahaan Teknologi Terbesar Yandex 
Technology editorIndah Mulyani
30/11/2022 09:39 WIB

IDXChannel - Perusahaan teknologi terbesar Rusia, Yandex dikabarkan akan hengkang dari negara tersebut imbas masih berlanjutnya invasi Ukraina oleh Rusia. 

Hal ini disebut bakal mengacaukan rencana Presiden Vladimir Putin untuk memacu industri teknologi dalam negeri untuk melawan sanksi negara Barat.

Dilansir dari laman Insider pada Selasa (29/11),Yandex atau sering disebut sebagai Google -nya Rusia, adalah pemain bisnis internet terbesar di negara itu yang terkenal dengan browser pencarian dan aplikasi transportasi online.  

Sayangnya, perusahaan induknya yang berbasis di Belanda, Yandex N.V., ingin keluar dari Rusia karena adanya potensi dampak negatif dari invasi Rusia ke Ukraina. 

Yandex N.V. mengatakan pada Jumat, (25/11) bahwa anggota dewan direksi memulai proses strategis untuk meninjau opsi untuk restrukturisasi kepemilikan dan tata kelola grup sehubungan dengan lingkungan geopolitik saat ini.

Opsi-opsi ini termasuk mengembangkan beberapa divisi internasionalnya yang secara independen dari Rusia dan melepaskan kepemilikan dan kendali atas semua bisnis lain di Grup Yandex.

"Proses ini masih berada pada tahap awal," kata wakil perusahaan tersebut menambahkan.

Grup media Rusia, The Bell, sebelumnya melaporkan bahwa Yandex N.V. akan memindahkan bisnis barunya dan merupakan teknologi yang paling menjanjikan (termasuk mobil self-driving, machine learning, dan layanan cloud-computing) di luar Rusia. Bisnis-bisnis tersebut nantinya akan membutuhkan akses ke pasar global, pakar, dan teknologi Barat, yang semuanya tidak dapat bertahan lama saat invasi Rusia terhadap Ukraina masih berkecamuk dan sanksi Barat yang masih berlaku.

Namun menurut The Times, keputusan untuk memindahkan bisnis teknologi rintisan oleh Yandex mungkin tidak tergantung pada perusahaan induknya.  Perusahaan harus mendapatkan persetujuan Kremlin untuk mentransfer lisensi teknologi yang terdaftar di Rusia ke luar negeri. Selain itu, pemegang saham Yandex harus menyetujui rencana restrukturisasi yang lebih luas.

Yandex saat ini mempekerjakan lebih dari 18.000 karyawan dan nilai investasinya bernilai lebih dari USD 31 miliar. 

Namun sejak adanya invasi Rusia terhadap Ukraina, ribuan karyawan Yandex telah meninggalkan Rusia, dan harga saham perusahaan yang terdaftar di New York ini telah kehilangan nilai lebih dari USD20 miliar setelah perang dimulai, sebelum Nasdaq menangguhkan perdagangan sahamnya.  Sementara itu, saham Yandex yang terdaftar di Moskow turun 62 persen dalam setahun terakhir.

Nasib malang Yandex mencerminkan perusahaan teknologi Rusia lainnya, yang telah berjuang menghadapi sanksi Barat dan eksodus puluhan ribu pekerja IT Rusia. 

Menurut laporan Al Jazeera, hal ini merupakan sesuatu yang bahkan tidak dapat diatasi oleh Putin. Ia mengakui bahwa sektor TI Rusia akan mengalami kesulitan karena AS dan 37 negara lain membatasi akses Rusia ke teknologi, seperti semikonduktor dan peralatan telekomunikasi, melalui kontrol ekspor.

Ketergantungan Rusia pada ekonomi global menjadi tantangan berat bagi negara tersebut, bahkan sebelum invasi Ukraina dan sanksinya. 

Pada 2015, Kremlin mencoba untuk menghentikan semua badan pemerintah menggunakan perangkat lunak asing, tetapi hingga 2019 hanya 10 persen perangkat lunak buatan Rusia yang digunakan.  Rusia tidak hanya bergantung pada teknologi asing. Lebih dari setengah, atau 65 persen bisnis Rusia mengandalkan impor untuk manufaktur mereka, menurut catatan tahun 2021 dari bank sentral Rusia. Dari mobil hingga kertas kantor, sebagian besar perusahaan melibatkan rantai pasokan dari perusahaan asing .

Penulis: Savira Agustin 

Baca Berita
Dengarkan Selanjutnya :