IDXChannel - JPMorgan Chase & Co. mengurungkan rekomendasi beli untuk saham-saham yang tercatat di bursa China, di tengah volatilitas yang meningkat menjelang pemilu Amerika Serikat (AS) hingga lesunya pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Mengutip Bloomberg, Kamis (5/9/2024), dalam alokasi pasar negara berkembang (EM), JPMorgan menurunkan peringkat (rating) China dari overweight menjadi netral.
Para ahli strategi yang dipimpin oleh Pedro Martins menyebutkan, potensi “Perang Tarif 2.0" antara AS dan China, dengan tarif yang bisa naik dari 20 persen menjadi 60 persen, akan lebih berdampak daripada perang tarif sebelumnya.
Mereka juga memprediksi pertumbuhan jangka panjang China akan menurun akibat relokasi rantai pasokan, konflik yang meningkat dengan AS, serta masalah domestik.
JPMorgan mengikuti langkah UBS Global Wealth Management dan Nomura Holdings yang telah lebih dulu menurunkan rekomendasi mereka terhadap pasar saham China.
Indonesia Bisa Dapat Berkah?
Para ekonom juga mulai memprediksi, China mungkin tidak mencapai target pertumbuhan 5 persen tahun ini. Sejurus dengan itu, menurut Bloomberg, banyak analis mengarahkan klien mereka untuk berinvestasi di tempat lain.
JPMorgan menyarankan agar investor mengalihkan dananya ke pasar yang dinilai lebih prospektif seperti India, Meksiko, Arab Saudi, Brasil, dan Indonesia.
Mereka juga mencatat tantangan dalam mengelola bobot tinggi China di Indeks MSCI Emerging Markets, dan meningkatnya mandat terhadap dana ekuitas pasar berkembang di luar China.
Selain itu, JPMorgan memangkas target indeks MSCI China dan CSI300 untuk akhir 2024, mencerminkan pandangan mereka bahwa pasar China kemungkinan besar akan tetap tertekan, terutama menjelang pemilu AS dan keputusan suku bunga bank sentral Federal Reserve (The Fed).
Menerka Arah IHSG
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang menembus level psikologis 7.900 di akhir 2024 seiring arus masuk asing (foreign inflows) yang kuat dan narasi pemangkasan suku bunga acuan.
Riset terbaru dari Mirae Sekuritas yang diterbitkan pada 2 September 2024, menjelaskan, pasar global sudah mengantisipasi pemotongan suku bunga The Fed.
Sepanjang Agustus, pasar saham Indonesia mencatat performa yang solid dengan IHSG melonjak ke level tertinggi sepanjang masa (all-time high), ditutup di angka 7.670,7 atau naik 5,7 persen sepanjang 2024.
Tunggu Aksi The Fed
Menurut catatan Mirae, momentum positif ini terutama didorong oleh faktor global, khususnya ekspektasi pemotongan suku bunga acuan The Fed sebesar 25 basis poin dalam pertemuan FOMC September.
Pasar juga memperkirakan, The Fed akan menurunkan suku bunganya lebih agresif, kemungkinan hingga 75 basis poin atau lebih, dalam tiga pertemuan FOMC terakhir tahun ini.
Meskipun prospek IHSG terlihat cerah, Mirae menilai, risiko volatilitas jangka pendek tetap ada.
Pengumuman susunan kabinet Prabowo pada bulan Oktober serta pemilihan kepala daerah serentak di Indonesia dan pemilihan presiden AS pada November mendatang bisa menjadi faktor pemicu volatilitas.
Selain itu, kata analis Mirae, jika pemangkasan suku bunga oleh The Fed tidak seagresif yang diantisipasi, bisa terjadi penyesuaian pasar yang signifikan.
Soal Rupiah
Mirae Sekuritas juga merevisi proyeksi nilai tukar rupiah pada akhir tahun ini menjadi Rp15.415 per USD (sebelumnya Rp15.825 per USD), dan untuk 2025 menjadi Rp15.015 per USD (sebelumnya Rp15.650 per USD).
Proyeksi suku bunga Bank Indonesia tetap di 5,75 persen dengan asumsi rupiah yang lebih stabil di 2024 dan tahun depan.
“Selain itu, melihat tren inflasi yang stabil, kami menurunkan proyeksi inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK/CPI) untuk tahun ini menjadi 2,0 persen, dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya sebesar 2,8 persen,” tulis analis Mirae.
Revisi Target IHSG
Mirae Sekuritas yakin, IHSG masih memiliki ruang untuk terus menguat didorong oleh arus masuk dana asing yang kuat dan pemotongan suku bunga.
Oleh karena itu, target IHSG pada akhir tahun ini direvisi naik menjadi 7.915 dari target Mirae sebelumnya di 7.585.
Saham-saham pilihan yang dipertahankan Mirae, antara lain sektor perbankan (BMRI, BBRI, dan BBCA), barang konsumsi non-siklikal (ICBP dan MYOR), barang konsumsi siklikal (ACES dan MAPI), farmasi (SIDO), industri (ASII), dan telekomunikasi (TLKM).
Namun, Mirae menekankan, tetap ada risiko, terutama potensi keluarnya dana asing secara tiba-tiba yang dapat dipicu oleh hasil pemilu AS yang tidak terduga, perubahan ekspektasi pasar terkait pemotongan suku bunga The Fed, atau penerimaan yang kurang positif terhadap kabinet Prabowo–Gibran.
Dengan melihat prospek ini, investor diharapkan tetap mencermati perkembangan pasar global dan domestik yang dapat memengaruhi pergerakan IHSG ke depan. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.