sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement
Kabar Pandemi 2.0 Merebak, DPR Minta Praktisi Kesehatan Tak Asal Bicara
Kabar Pandemi 2.0 Merebak, DPR Minta Praktisi Kesehatan Tak Asal Bicara
Kabar Pandemi 2.0 Merebak, DPR Minta Praktisi Kesehatan Tak Asal Bicara
Kabar Pandemi 2.0 Merebak, DPR Minta Praktisi Kesehatan Tak Asal Bicara
Economics editorFelldy Utama
13/09/2023 07:46 WIB

IDXChannel - Beredarnya kabar terkait bakal terjadinya Pandemi 2.0 dan isu lockdown di media sosial cukup meresahkan masyarakat dalam beberapa waktu terakhir.

Kabar mulai merebak seiring pernyataan salah satu praktisi makanan kesehatan dan ahli epidemiologi molekuler bernama Tifauzia Tyassuma, yang menyebut bahwa Pandemi 2.0 yang semula dijadwalkan terjadi pada 2025 bakal dimajukan menjadi tahun ini.

"Saya sangat menyayangkan karena (kabar) ini sudah masuk media sosial. Ada juga yang percaya sesuatu yang tidak benar secara ilmiah, tapi disampaikan oleh orang yang punya tendensi. Jadi Saya kira banyak rakyat yang percaya, sehingga membuat bingung masyarakat," ujar Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, Selasa (12/9/2023). 

Dalam unggahannya di media sosial, dokter tersebut mengeklaim bahwa dalam satu atau dua bulan ke depan Indonesia bakal kembali mengalami lockdown. Termasuk juga dengan adanya aturan work from home (WFH), dan penggunaan masker.

Hal tersebut menurut Tifauzia merupakan buntut dari polusi udara yang semakin parah, serta munculnya dan varian terbaru Covid-19, yaitu Eris, yang diklaimnya telah masuk ke Indonesia. 

Terkait pernyataan tersebut, Rahmad pun meminta agar semua orang dapat lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Terlebih bagi pihak-pihak yang memiliki latar belakang akademisi di bidang kesehatan.

Sebab, menurut Rahmad, latar belakang dalam bidang ilmu kesehatan tersebut dapat mendorong masyarakat untuk lebih cepat percaya tanpa melakukan pengecekan ulang terhadap informasi yang disampaikan.

"Untuk itu saran Saya, bijaklah dalam bermedia sosial, bagi siapapun yang berlatar belakang akademis, bergelar apapun yang berlatar belakang akademik. Tolong menyampaikan yang akademik juga. Praktisi kesehatan jangan salah dan asal kasih informasi," tutur Rahmad.

Terlebih, Rahmad menjelaskan, banyak masyarakat yang begitu mudah percaya terhadap perkataan seseorang dengan latar belakang yang mengerti tentang fenomena pandemi.

Bagi Rahmad, informasi yang salah tak hanya menyebabkan keresahan publik, namun juga menimbulkan persepsi buruk terhadap pemerintah. 

"Kan tidak semua masyarakat yang membaca di media sosial itu memiliki akademis yang cukup untuk menelaah. Repot kalau menganggap seolah-olah benar bahwa pandemi itu direncanakan. Apalagi bisa dimajukan. Sehingga mendiskreditkan pemerintah dan juga pihak-pihak lain," ungkap Rahmad.

Rahmad juga menganggap pernyataan Tifauzia tidak dapat dibuktikan kebenarannya, karena pandemi merupakan musibah kesehatan yang tidak bisa direncanakan, apalagi dimajukan seperti yang disampaikan sang dokter.

"Meski banyak juga yang menertawakan, masa ada sih pandemi direncanakan, apalagi dimajukan kayak agenda yang bisa direncanakan saja. Musibah pandemi itu tidak bisa direncanakan, apalagi dimajukan seenaknya sendiri," tegas Rahmad.

Karenanya, Rahmad mengingatkan agar semua pihak tidak sembarangan menyampaikan informasi perihal pandemi sebelum memiliki data yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan.

Rahmad juga menyebut pandemi dan lockdown merupakan isu sensitif, di mana banyak masyarakat yang hingga saat ini masih berjuang memulihkan perekonomian dan kehidupan sosialnya usai Pandemi Covid-19 berlalu.

"Perlu saya ingatkan informasi yang salah tapi seringkali dan diulang-ulang dalam media sosial bisa menjadi sesuatu yang keliru tapi dianggap benar. Ujungnya adalah rakyat yang menjadi korban, karena informasi yang salah. Yang rugi adalah kita semua," pungkas Rahmad. (TSA)

Baca Berita
Dengarkan Selanjutnya :