IDXChannel - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga meski dihadapkan pada dinamika global dan domestik.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengatakan, perbaikan tersebut didorong oleh beberapa faktor penting, antara lain revisi pertumbuhan ekonomi global dari IMF menjadi 3 persen pada 2025 dan 3,1 persen pada 2026.
Hal ini, kata Mahendra, dipicu peningkatan aktivitas frontloading menjelang kenaikan tarif, dan tarif efektif Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah dari rencana awal.
“Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK pada 27 Agustus 2025 menilai sektor jasa keuangan terjaga stabil di tengah dinamika global dan domestik,” ujar Mahendra dalam konferensi pers RDK Bulanan, Kamis (4/9/2025).
Di satu sisi, kata Mahendra, kondisi likuiditas global juga mengalami perbaikan dan ditopang kebijakan fiskal yang akomodatif. Dia menilai, hal ini berdampak positif terhadap pasar keuangan global, termasuk aliran dana ke negara berkembang seperti Indonesia.
"WTO memperkirakan perdagangan global di tahun ini juga tumbuh, terutama karena peningkatan frontloading impor AS," katanya.
Di sisi lain, Mahendra menyampaikan bahwa ekonomi domestik Indonesia juga menunjukkan ketahanan dan pertumbuhan yang solid. Dia menyebut, hal tersebut didorong kinerja intermediasi di sektor jasa keuangan yang tumbuh sejalan dengan penguatan ekonomi nasional.
“Perekonomian domestik mencatatkan tingkat pertumbuhan yang solid, dan intermediasi sektor jasa keuangan juga menunjukkan pertumbuhan positif,” ujarnya.
Secara umum kondisi likuiditas dan solvabilitas lembaga jasa keuangan (LJK) juga dinilai berada dalam level yang memadai.
OJK telah meminta seluruh pelaku industri jasa keuangan untuk mengambil langkah-langkah antisipatif. Langkah ini mencakup pendataan dan asesmen dampak dinamika domestik dalam beberapa hari terakhir agar kebijakan yang diambil berbasis data yang akurat.
“Koordinasi dan sinergi dengan seluruh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) juga terus dipererat dalam menjaga dan memitigasi potensi risiko yang dapat mengganggu stabilitas sektor jasa keuangan secara keseluruhan,” kata Mahendra.
(Rahmat Fiansyah)