IDXChannel - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk atau PGE (PGEO) membukukan laba bersih USD104,3 juta atau setara dengan Rp1,7 triliun sepanjang Januari-September 2025. Capaian ini lebih rendah dari periode yang sama 2024 yang mencapai USD134 juta.
Dalam laporan keuangan yang diterbitkan Minggu (26/10/2025), koreksi laba bersih PGE terjadi seiring kenaikan beban pokok pendapatan hingga 17 persen menjadi USD140 juta.
Adapun pendapatan BUMN yang bergerak di bidang panas bumi itu masih tumbuh 4,2 persen menjadi USD319 juta. Alhasil, laba kotor turun 3,8 persen menjadi USD179 juta.
PGE juga mengalami rugi kurs sebesar USD10 juta, berbalik bila dibandingkan 2024 yang mencatat keuntungan kurs USD13 juta. Kondisi tersebut ditambah beban umum dan keuangan yang meningkat, membuat laba bersih PGE turun menjadi USD104 juta.
Kendati demikian, arus kas PGE masih cukup solid. Hingga 30 September 2025, arus kas dari aktivitas operasional mencapai USD187 juta, turun tipis 2 persen dibandingkan periode yang sama 2024 yang sebesar USD191 juta.
Penerimaan kas dari pelanggan tercatat USD581 juta meski harus membayar pemasok hingga USD374 juta.
Begitu pun dengan posisi neraca PGE yang mencatatkan kas dan setara kas USD628 juta. Sementara ekuitas PGE mencapai USD2 miliar dengan posisi utang berbunga mencapai USD741 juta.
Secara operasional, PGE saat ini mengelola total kapasitas panas bumi sebesar 1.932 megawatt (MW). Rinciannya sebanyak 727 MW dioperasikan langsung oleh PGE dan 1.205 MW melalui skema Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract/JOC) bersama mitra strategis.
Baru-baru ini, anak perusahaan PT Pertamina Power Indonesia itu juga mengoperasikan PLTP Lumut Balai Unit 2 (55 MW) di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Selain itu, perseroan juga memulai pembangunan PLTP Gunung Tiga 55 MW di Ulubelu, Lampung, pada Agustus 2025.
Berbagai proyek tersebut dalam rangka mencapai target PGE untuk mengoperasikan hingga 1 gigawatt (GW) dalam 2-3 tahun ke depan. Selain itu, perseroan juga menargetkan memiliki kapasitas panas bumi sebesar 1,8 GW pada tahun 2033.
(Rahmat Fiansyah)