IDXChannel - Pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump kembali menggulirkan kebijakan tarif baru yang membawa dampak luas bagi perekonomian global, termasuk Indonesia.
Riset terbaru Samuel Sekuritas mengungkapkan, kebijakan ini menimbulkan efek beragam, berupa peluang bagi beberapa sektor strategis hingga memunculkan tantangan serius pada sektor lain yang lebih rentan.
Salah satu perubahan yang paling mencolok adalah penurunan tarif impor AS terhadap produk asal Indonesia dari 32 persen menjadi 19 persen.
Dibandingkan dengan tarif Vietnam yang berada di angka 20 persen, kebijakan ini dipandang sebagai langkah positif yang dapat mendorong daya saing produk nasional, khususnya di pasar tekstil dan alas kaki.
Analis Samuel Sekuritas Fithra Faisal Hastiadi menilai, selisih 1 persen tersebut belum cukup untuk menjadikan produk Indonesia lebih kompetitif secara signifikan.
Pasalnya, industri pakaian dan alas kaki dalam negeri masih menghadapi hambatan besar, terutama dalam hal harga dan kualitas dibandingkan dengan negara pesaing di kawasan Asia Tenggara.
Di sisi lain, sektor komoditas seperti minyak sawit mentah (CPO), batu bara, dan karet justru berpotensi diuntungkan. Penurunan tarif akan membuka akses pasar yang lebih besar di Amerika Serikat, memperluas peluang ekspor bagi pelaku industri di sektor ini.
Namun tidak semua sektor mendapat angin segar. Penghapusan tarif terhadap produk pertanian asal AS justru berpotensi menjadi bumerang bagi sektor pertanian lokal.
Produk seperti jagung dan unggas dari AS, yang dijual dengan harga jauh lebih murah, dikhawatirkan membanjiri pasar domestik. Hal ini berisiko menekan harga hasil tani dalam negeri dan mengancam kelangsungan hidup petani kecil, khususnya di daerah pedesaan.
“Tanpa intervensi atau perlindungan dari pemerintah, kita bisa menyaksikan tekanan berat terhadap neraca perdagangan sektor pertanian, bahkan potensi kebangkrutan di kalangan pelaku usaha kecil,” tulis Fithra dalam laporannya Selasa (22/7/2025)
Beberapa sektor industri juga tercatat sebagai pihak yang mendapat manfaat langsung dari skema tarif baru ini. Penurunan harga impor bahan baku seperti LNG, batu bara, baja, dan bahan kimia diprediksi meringankan beban biaya produksi sejumlah perusahaan nasional.
Sebaliknya, sektor unggas berpotensi terdampak negatif, mengingat masih tingginya ketergantungan terhadap impor jagung dan keterbatasan pasokan lokal yang efisien.
Samuel Sekuritas juga menyoroti tekanan yang mungkin dialami perusahaan seperti PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), terutama akibat tingginya harga makanan domestik. Tanpa dukungan pembiayaan dari sektor perbankan, arus kas perusahaan dapat tertekan lebih jauh.
"Indonesia membutuhkan kebijakan perdagangan yang adaptif dan strategi fiskal yang tanggap agar tidak hanya bertahan, tetapi juga mampu bersaing di tengah dinamika global yang terus berubah," tulis laporan tersebut.
(DESI ANGRIANI)