BANKING

Bank Diminta Terapkan Manajemen Risiko di Tengah Kebijakan Tarif Trump

Kunthi Fahmar Sandy 28/04/2025 13:06 WIB

Bank juga diminta melakukan stress test dengan menggunakan berbagai skenario yang mendalam untuk dapat mengidenifikasi secara dini kondisi.

Bank Diminta Terapkan Manajemen Risiko di Tengah Kebijakan Tarif Trump (FOTO:iNews Media Group)

IDXChannel - Perbankan didorong untuk menerapkan manajemen risiko yang kuat di tengah kebijakan tarif dagang Presiden Trump. Hal tersebut antara lain dengan melakukan pemantauan dan evaluasi exposure portfolio secara intensif. 

"Selain itu, Bank juga diminta melakukan stress test dengan menggunakan berbagai skenario yang mendalam untuk dapat mengidenifikasi secara dini kondisi yang perlu menjadi perhatian serta menyiapkan mitigasi risiko yang tepat dan terukur, sebagai antisipasi dampak terhadap risiko pasar, risiko kredit, dan juga risiko likuiditas," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (KE PBKN) OJK Dian Ediana Rae dalam jawaban tertulis Senin (28/4/2025).

Di samping hal tersebut, perbankan juga perlu tetap mengedepankan strategi pengembangan bisnisnya secara selektif dan prudent.

Sebagaimana diketahui pemerintahan Trump juga menunda pemberlakuan tarif dimaksud dan masih dilakukan berbagai upaya oleh banyak yurisdiksi untuk mendiskusikan hal tersebut. 

"Sebagaimana diketahui pula, debitur yang dibiayai perbankan tidak selalu memiliki keterkaitan dengan isu ini dan masih banyak peluang yang dapat dimanfaatkan dalam perdagangan internasional saat ini," tuturnya.

Di sisi lain, dampak dari kebijakan Trump memang perlu terus dipantau bersama, utamanya karena meningkatnya tarif impor AS akan berdampak pada perdagangan global dan dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. 

Ketidakpastian kebijakan global ini juga mempengaruhi fluktuasi nilai tukar, yang nantinya juga akan berpengaruh pada nilai aset dan kewajiban bank.

Namun demikian, hingga posisi Februari 2025, industri perbankan tercatat memiliki kinerja yang baik, tercermin dari Posisi Devisa Neto (PDN) berada pada level 1,55 persen, jauh di bawah threshold 20 persen. 

"Ini dapat dimaknai bahwa eksposur langsung bank terhadap risiko nilai tukar relatif kecil, sehingga pelemahan nilai tukar tidak akan banyak berpengaruh secara langsung terhadap neraca bank," katanya.

Dari sisi kredit valas, umumnya kredit yang diberikan dalam valas merupakan produk/kegiatan berbasis ekspor yang juga memiliki basis penerimaan dalam bentuk valas (naturally hedged). 

Selanjutnya, PDN bank juga berada dalam posisi long, yang artinya eksposur langsung bank dalam bentuk valuta asing di sisi kredit dan surat berharga yang dimiliki justru akan meningkatkan nilai aset bank saat terjadi depresiasi rupiah, sehingga berdampak pada meningkatnya profitabilitas bank. Dibandingkan tahun sebelumnya, pertumbuhan kredit valas juga lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan 

DPK valas yaitu masing-masing sebesar 16,30 persen yoy dan 7,09 persen yoy, sehingga LDR valas meningkat menjadi 81,43 persen (Feb ’25) dari 74,98 persen (Feb’24).

Likuiditas industri perbankan juga masih ample dengan rasio LCR sebesar 210,14 persen. Selain itu, LDR mencapai sebesar 87,67 persen dengan pertumbuhan Kredit secara yoy sebesar 10,30 persen dan dengan pertumbuhan DPK sebesar 5,75 persen, serta NPL yang terjaga sebesar 2,22 persen. 

Ketahanan perbankan juga tetap kuat tercermin dari permodalan (CAR) yang berada di level tinggi yaitu sebesar 26,98 persen. Menurutnya, ketidakpastian ekonomi global yang antara lain dipengaruhi oleh kebijakan tarif Presiden Trump serta terganggunya rantai pasok produksi secara internasional, telah memberikan tekanan tersendiri terhadap stabilitas perekonomian global. 

Kondisi ini turut memengaruhi persepsi investor terhadap perekonomian Indonesia, yang tercermin dalam pergerakan volatilitas nilai tukar. Meski demikian, kondisi ini juga menjadi momentum bagi penguatan koordinasi kebijakan untuk meningkatkan daya saing dan menjaga stabilitas makroekonomi nasional. 

(kuntthi fahmar sandy)

SHARE