BANKING

Belajar Integritas Lewat Deden, Pelopor Agen Laku Pandai dari Kaki Gunung Salak

taufan sukma 24/03/2024 11:15 WIB

Sekali saja kepercayaan itu rusak, tidak akan pernah bisa diperbaiki lagi.

Belajar Integritas Lewat Deden, Pelopor Agen Laku Pandai dari Kaki Gunung Salak (foto: MNC Media)

IDXChannel - Seorang kolumnis konservatif asal Amerika, Charley Reese, pernah berujar bahwa "Credibility, like virginity, can only be lost once, and never recovered (kredibilitas, seperti keperawanan, hanya bisa hilang satu kali, dan tidak akan pernah pulih)."

Prinsip tersebut benar-benar dipegang teguh oleh Ade Supriadi Rukmana Putra, atau biasa dipanggil Deden, seorang Agen BRILink yang tinggal di Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.

"Karena bagi saya kepercayaan itu segala-galanya. Harus dijaga betul-betul. Orang itu harus bisa dipercaya. Karena sekali saja kepercayaan itu rusak, tidak akan pernah bisa diperbaiki lagi. Sudah cacat," ujar Deden, saat ditemui di kiosnya, Dewi Elektronik, di Pasar Parabakti, Desa Ciasmara.

Lokasi Pasar Parabakti, dan juga kawasan Pamijahan pada umumnya, berada di kaki Gunung Salak. Sedangkan Kecamatan Pamijahan sendiri merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Cibungbulang, sejak Agustus 1995 silam.

Pelopor

Persoalan kepercayaan tersebut, disampaikan Deden, berkaitan dengan pengalamannya dalam menjalani masa-sama awal menjadi Agen BRILink pada 2014 silam.

Asal tahu saja, Program BRILink sendiri pertama kali diperkenalkan ke publik oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), atau Bank BRI, pada November 2014.

Program tersebut merupakan bagian dari Program Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai) yang diluncurkan pada Maret 2015 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai langkah untuk mengakslerasi inklusi keuangan di Indonesia.

Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa Deden merupakan salah satu dari 'generasi awal' atas keberadaan Agen Laku Pandai, termasuk juga Agen BRILink, yang pertama kali diterjunkan di masyarakat. 

"Ya boleh dibilang saya memang agen (BRILink) angkatan pertama. Dulu saat pertama penyerahan mesin EDC (Electronic Data Capture) saja ada direksi Bank BRI dan OJK yang ikut hadir ke sini (kiosnya)," tutur Deden.

Karena baru saja diluncurkan secara nasional, menurut Deden, maka hampir seluruh masyarakat masih sama sekali belum mengetahui keberadaan Agen BRILink maupun Agen Laku Pandai dari bank-bank lainnya.

Hal ini tentu menjadi tantangan bagi Deden untuk dapat mulai menjalankan usahanya sebagai Agen BRILink. Mayoritas masyarakat saat itu masih lebih memilih bertransaksi langsung di kantor cabang atau mesin ATM ketimbang menggunakan jasa agen yang disediakan Deden.

"Jangankan warga yang lain. Kakak saya saja pas mau bayar cicilan, tidak percaya dan ragu untuk transaksi lewat saya. Bahkan saya sampai bilang kalau sampai dananya nggak terkirim, saya siap ganti dua kali lipat," ungkap Deden.

Integritas

Keberanian memberi 'garansi' pengembalian dana hingga dua kali lipat tersebut dirasa Deden perlu dia lakukan tidak hanya untuk meyakinkan Sang Kakak, melainkan juga menegaskan integritasnya di tengah masyarakat, sebagai agen perbankan yang memang layak dipercaya.

Deden meyakini, justru pada saat-saat awal program berjalan seperti inilah, integritas dirinya dan bahkan layanan BRILink secara keseluruhan dipertaruhkan.

"Karena kuncinya justru di awal begini. Kalau kita bisa tunjukkan bahwa kita bisa dipercaya, maka ke depannya lebih enak. Sebaliknya, misal ternyata ada gangguan atau layanannya ternyata mengecewakan, penetrasi BRILink ke depan pasti akan susah," papar Deden.

Di saat-saat krusial itu, Deden mengaku bahkan terpaksa harus melakukan sejumlah transaksi untuk kebutuhannya sendiri melalui layanan Agen BRILink miliknya. Misalnya saja pembelian pulsa, token listrik, bayar cicilan dan semacamnya.

Langkah tersebut terpaksa dilakukan oleh Deden untuk menghindari aturan penalti yang diterapkan BRI pada tahun-tahun pertama operasional Agen BRILink.

Dan benar saja, dengan segala pengorbanan yang dilakukan untuk dapat tetap bertahan, dan juga dengan kualitas layanan yang terus senantiasa dijaga, Deden pun mulai memanen apa yang selama ini dia perjuangkan.

Dengan kini telah menggunakan tiga mesin EDC, Deden sedikitnya dapat melayani 30 hingga 40 transaksi setiap harinya, dengan rata-rata omzet mencapai Rp100 juta hingga Rp150 juta per bulan.

Berbagai macam transaksi dilayani oleh Deden, mulai dari transaksi harian seperti pembelian pulsa hape, token listrik, setor dan tarik tunai hingga pembayaran berbagai cicilan, mulai dari kredit kendaraan sampai pinjaman modal usaha.

"Bahkan kadang pernah sampai Rp1 miliar dalam sebulan, tergantung transaksi yang dilayani apa. Biasanya ketika ada pencairan bantuan (dari pemerintah), pasti rame. Orang pada tarik tunai bantuannya ke sini. Jadi secara omzet otomatis jadi gede," urai Deden.

Persaingan

Meski demikian, sebagai salah satu pemain awal dalam usaha Agen BRILink, Deden juga merasakan persaingan jasa layanan yang semakin ketat.

Deden berkisah bahwa jika dulu dia adalah Agen BRILink satu-satunya yang ada wilayah Cibungbulang hingga Pamijahan, kini tak kurang ada lima hingga enam Agen BRILink dalam radius satu hingga dua kilometer saja dari tempat Deden beroperasi.

Kondisi tersebut belum juga memperhitungkan adanya sejumlah agen Laku Pandai dari bank lain, dan juga praktik ilegal dari sejumlah oknum pengguna aplikasi keuangan dari lembaga non-perbankan, yang juga menyediakan beragam layanan serupa agen BRILink, mulai dari pembelian pulsa hape, token listrik, tarik dan setor tunai hingga transfer dana ke rekening perbankan.

"Biar kata tinggal di kaki gunung gini, persaingannya gak kalah dengan yang ada di kota. Mau dari sesama Agen BRILink, sesama agen Laku Pandai dari bank lain, sampai (persaingan) dari pengguna aplikasi non-bank (Dana, Shopee, dll), semuanya ada," keluh Deden.

Kalau sudah demikian, Deden mengaku tak gentar dan memilih tetap fokus pada sosialisasi dan edukasi ke masyarakat yang menjadi nasabahnya, bahwa transaksi yang dilakukan secara ilegal melalui aplikasi non-bank memiliki risiko besar dan membahayakan.

Pasalnya, layanan tersebut dilakukan secara personal oleh 'agen' pemilik akun dengan atas namanya pribadi, dan bukan atas nama nasabah yang sedang bertransaksi.

Dan lagi, dengan dilakukan menggunakan aplikasi non-bank, maka transaksi tersebut melanggar aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di mana seluruh aktivitas transaksi keuangan hanya bisa dan boleh dilakukan melalui lembaga perbankan yang telah memiliki izin resmi dari regulator.

"Kalau kita sebagai Agen BRILink kan memang resmi menjadi kepanjangan tangan dari Bank BRI. Resmi. Ada sertifikatnya. Justru, kita ini membantu agar masyarakat tidak perlu repot-repot ke bank untuk bertransaksi. Gak perlu jauh-jauh, gak perlu antre, jadi cukup lewat kita saja," tandas Deden.

Dengan telah fokus dalam menjalankan sosialisasi dan edukasi tersebut, Deden akhirnya merasa tidak ada lagi beban untuk harus berupaya mati-matian dalam menghadapi persaingan yang ada.

Seperti yang disampaikannya sejak awal, selama dirinya tetap menjaga integritas dan kepercayaan nasabah dengan benar-benar melayani transaksi dengan baik, pada akhirnya masyarakat sendiri lah yang akan menilai mana-mana saja agen yang bisa dipercaya dan bisa menjadi jujugan dalam melakukan transaksi.

"Rezeki itu sudah ada yang mengatur. Kalau mereka praktik nggak bagus kayak gitu, ya silakan saja. Saya tidak khawatir rezeki (saya) akan terganggu. Semua sudah ada takarannya masing-masing," pungkas Deden.

ATM Mini

Dengan sepak terjang, kiprah dan integrotas sosok-sosok berdedikasi seperti Deden inilah, BRI sebagai lembaga perbankan dapat lebih maksimal dalam meningkatkan layanan ke masyarakat, terutama di kalangan menengah ke bawah, terutama di wilayah-wilayah terpencil.

Sejauh ini, BRI mencatat total transaksi Agen BRILink secara nasional telah mencapai Rp1.400 triliun, yang dikontribusikan oleh sedikitnya 741 ribu agen aktif, seperti Deden.

Dari total transaksi tersebut, pihak BRI mengaku mengantongi pemasukan dari fee (biaya layanan) sekitar Rp1,3 triliun. Sedangkan nilai fee yang diterima Agen BRILink dari transaksi yang dilakukan, secara total, tidak kurang dari Rp3 triliun.

"Jadi (fee) yang diterima agen itu, jumlahnya lebih dari dua kali lipat dari yang diterima BRI. Ini lah yang membuat masyarakat tertarik jadi Agen BRILink. Atau biasanya, di sebagian daerah, kadang disebutnya bukan Agen BRILink, tapi ATM Mini," ujar Direktur Utama BRI, Sunarso, dalam BRI Microfinance Outlook, Kamis (7/3/2024).

Penggunaan istilah ATM Mini, menurut Sunarso, merupakan salah satu strategi dalam mendekatkan Agen BRILink di tengah masyarakat.

Bagi BRI, penyebutan istilah bukan menjadi suatu hal yang penting dan krusial, selagi keberadaan Agen BRILink benar-benar dapat membantu memperlancar transaksi digital di masyarakat.

"Melalui Agen BRILink ini, dan juga tentu lewat berbagai produk yang lain, BRI berharap dapat berperan aktif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional secara merata di seluruh wilayah di Indonesia," tegas Sunarso. (TSA)

SHARE