BI Luncurkan SRBI untuk Jaga Stabilitas Rupiah
BI meluncurkan Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian ekonomi global.
IDXChannel - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan merilis instrumen baru yakni Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Hal itu diumumkan pada Kamis (24/8/2023) dan cukup mengejutkan pasar.
Hal ini menjadi perhatian publik karena dapat menarik modal asing dan memperkuat nilai tukar rupiah. Instrumen ini adalah tambahan dari sederet 'senjata' yang dibuat BI untuk menjaga kekuatan rupiah, terutama dari gempuran dolar AS.
Adapun, instrumen SRBI akan mulai diimplementasikan pada 15 September 2023 dengan tenor jangka pendek 6, 9 dan 12 bulan pada tahap awal.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan SRBI merupakan instrumen operasi moneter yang pro pasar. Tujuannya untuk mendukung upaya menarik masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio, serta mengoptimalkan aset SBN yang dimiliki BI sebagai underlying.
"BI punya (SBN) lebih dari Rp1.000 triliun. Kita sekuritisasi, kita jadikan underlying, kita terbitkan SRBI ini dengan tenor jangka pendek," ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (24/8/2023).
Perry menegaskan bahwa instrumen ini bisa memperdalam pasar valas dan bisa mendukung stabilitas nilai tukar rupiah. Apalagi dalam situasi sekarang di mana pasar keuangan tengah bergejolak akibat negara maju seperti Amerika Serikat (AS) masih berpeluang menaikkan suku bunga acuan hingga akhir tahun. Seluruh mata uang dunia alami tekanan hebat terhadap dolar AS.
Sebelum SRBI, BI sebenarnya sudah memiliki beberapa instrumen. Antara lain Transaksi Reverse Repurchase Agreement (Reverse Repo) Surat Berharga Negara atau RR SBN yang tujuannya adalah untuk menyerap likuiditas.
SRBI dinilai menarik karena memiliki karakteristik yang cukup unik, yaitu SRBI menggunakan underlying asset berupa Surat Berharga Negara (SBN), diterbitkan tanpa warkat, diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto, dapat dipindahtangankan dan dimiliki oleh penduduk atau bukan penduduk di pasar sekunder, serta suku bunga yang ditawarkan SRBI menggunakan variable rate tender.
Dalam pelaksanaannya, SRBI diharapkan dapat diimplementasikan pada 15 September 2023. Pada tahap awal, SRBI akan diterbitkan pada tenor 6, 9, dan 12 bulan dengan jadwal dan hasil lelang yang akan diumumkan di situs BI.
Penerbitan SRBI ini akan dilakukan secara lelang dengan bank umum menjadi operasi peserta pasar terbuka konvensional dan SRBI bisa dipindahtangankan serta ditransaksikan di pasar sekunder.
Perry menambahkan, SRBI akan semakin memutarkan likuiditas di pasar uang dan karenanya ini juga kita harapkan kita yakini akan menarik investasi portofolio.
Selain menerbitkan SRBI, berbagai upaya juga dilakukan bank sentral untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valas, guna memitigasi kenaikan suku bunga AS atau Federal Funds Rate (FFR) dan mata uang dolar AS yang kuat.
"Bagaimana memitigasi kenaikan Fed Funds Rate, strong dollar, satu intervensi di spot dan DNDF, kedua memperbanyak mengimplementasikan instrumen penempatan DHE SDA," tuturnya.
Intervensi di pasar valas difokuskan pada transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). Upaya tersebut merupakan bagian dari langkah BI untuk terus memperkuat respons bauran kebijakan dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.
Terlebih lagi, Perry memperkirakan Amerika Serikat masih akan menaikkan FFR pada September 2023 dengan satu kali kenaikan, namun ada potensi risiko untuk dua kali kenaikan.
(FRI)