BANKING

Industri BPR Masih Rasakan Scarring Effect Pasca Pandemi, Jumlah Bank Berkurang

Dinar Fitra Maghiszha 10/09/2025 18:18 WIB

Kinerja industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) hingga Juni 2025 disebut masih merasakan scarring effect dari pandemi Covid-19.

Industri BPR Masih Rasakan Scarring Effect Pasca Pandemi, Jumlah Bank Berkurang. (Foto Istimewa)

IDXChannel - Kinerja industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) hingga Juni 2025 disebut masih merasakan efek bekas luka alias scarring effect dari pandemi Covid-19. Sejalan dengan hal itu, jumlah bank dan kantor mengalami penurunan secara tahunan hingga Juni 2025.

Kendati BPR dari sisi aset, penyaluran kredit, maupun dana pihak ketiga (DPK) masih tumbuh, tetapi sejumlah indikator menunjukkan penurunan, seperti halnya risiko kredit NPL hingga penurunan jumlah kantor dan bank.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan, dampak pandemi terutama masih dirasakan oleh nasabah perorangan dan pelaku UMKM di daerah, yang merupakan segmen utama BPR dan BPRS.

"Kinerja industri BPR/S masih dipengaruhi oleh scarring effect dari pandemi yang berdampak pada nasabah perorangan atau UMKM di daerah yang merupakan target BPR/S," kata Dian dalam keterangan di Jakarta, Rabu (10/9/2025).

Demi menjaga keberlanjutan industri, OJK telah menerbitkan sejumlah aturan baru. Aturan tersebut antara lain POJK No. 9 Tahun 2024 tentang Penerapan Tata Kelola Bagi BPR dan BPRS, yang dilengkapi dengan SEOJK No.12/SEOJK.03/2024.

Dian menambahkan, OJK juga mengeluarkan SEOJK No.8/SEOJK.03/2025 mengenai fungsi kepatuhan serta SEOJK No.9/SEOJK.03/2025 tentang audit intern bagi BPR dan BPRS.

Aturan tambahan berupa SEOJK No.21/SEOJK.03/2024 tentang pedoman Standar Akuntansi Keuangan Entitas Privat (SAK EP) juga diterapkan.

"OJK terus berkomitmen untuk memperkuat industri BPR/S sesuai amanat UU P2SK," katanya.

Adapun OJK juga mewajibkan BPR untuk membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) sebagai langkah kehati-hatian dalam mengantisipasi potensi kerugian dari kredit bermasalah.

"Ini untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin terjadi akibat penurunan nilai aset keuangan, terutama kredit, yang dibentuk oleh bank sebagai bentuk kehati-hatian," ujarnya.

Statistik Perbankan Indonesia (SPI) OJK hingga Juni 2025 menunjukkan tren beragam atas kinerja Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Sejumlah indikator meningkat, namun ada juga yang melambat secara tahunan.

Penyaluran kredit BPR meningkat, dari Rp144,5 triliun pada Juni 2024 menjadi Rp152,9 triliun di Juni 2025. Peningkatan tersebut setara dengan 5,8 persen dalam setahun.

Dari sisi aset, BPR mencatatkan kenaikan menjadi Rp205,57 triliun pada Juni 2025. Angka ini lebih tinggi dibanding Rp196,33 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Dana Pihak Ketiga (DPK) juga mengalami pertumbuhan, dari Rp139,34 triliun pada Juni 2024 menjadi Rp144,85 triliun pada Juni 2025. Kenaikan DPK tercatat sekitar 8,63 persen secara tahunan.

"Kinerja Industri BPR/S posisi Juni 2025 tercatat masih tumbuh positif yang ditopang dengan peningkatan baik pada sisi aset, kredit dan DPK," kata Dian.

Namun di balik hal itu, jumlah BPR justru kian merosot. Pada Juni 2024 tercatat sebanyak 1.384 bank, turun sebanyak 45 bank, tersisa 1.339 bank hingga Juni 2025.

Jumlah kantor BPR juga turun 86, dari 5.998 unit pada Juni 2024 menjadi 5.912 unit pada Juni 2025.

Sementara itu, kualitas kredit BPR tercatat melemah. Rasio kredit bermasalah (NPL) mencapai 12,73 persen pada Juni 2025, lebih tinggi dibanding 11,39 persen pada periode yang sama tahun lalu.

(Dhera Arizona)

SHARE