BANKING

Intip Lima Kasus Besar Kejahatan Digital Keuangan di Indonesia dan Luar Negeri

Ajeng Wirachmi/Litbang 19/07/2022 13:35 WIB

Berbagai kasus kejahatan pernah terjadi di Indonesia dan negara lainnya, nominalnya bahkan ada yang menyentuh ratusan miliar. Berikut informasi lengkapnya.

Intip Lima Kasus Besar Kejahatan Digital Keuangan di Indonesia dan Luar Negeri. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Keuangan adalah sektor yang memiliki peluang besar menjadi sasaran empuk kejahatan digital. Berbagai kasus kejahatan pernah terjadi di Indonesia dan negara lainnya, nominalnya bahkan ada yang menyentuh ratusan miliar. Berikut informasi lengkapnya.

  1. Kasus Binomo di Jakarta, Indonesia

Masyarakat Indonesia dihebohkan dengan kasus Binomo atau binary option yang menyeret 2 nama crazy rich, Indra Kenz dan Doni Salmanan, pada Februari 2022. Kasus trading abal-abal ini merugikan 118 korbannya dengan nilai kerugian yang amat fantastis, yakni Rp72,138 miliar. Akibat kasus ini, banyak masyarakat yang penasaran mengenai Binomo.

Kasus bermula ketika ada 8 korban trading Binomo dari aplikasi Binomo melapor ke pihak kepolisian, yakni Bareskrim Polri pada 3 Februari 2022. Mereka mengaku telah kehilangan uang sebesar total Rp2,4 miliar. Seiring dengan berjalannya waktu dan proses penyelidikan, korban bertambah hingga ratusan orang.

Melansir laman idxchannel.com (4 Februari 2022), Binomo pada dasarnya bukanlah trading, melainkan judi. Binomo juga menyediakan sebuah media atau wadah untuk berjudi dan melakukan tebak-tebakan, apakah harga aset tersebut naik atau justru turun. Apabila tebakan benar, maka si pemain akan mendapatkan uang dari bandar. Sebaliknya, uang pemain akan diambil apabila salah perkiraan.

Sementara itu, Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) dan Kominfo sebenarnya sudah melakukan pemblokiran terhadap Binomo dan situs perdagangan berjangka komoditi sejenisnya di sepanjang tahun 2021. Total, ada 1.222 domain laman trading palsu dan perdagangan berjangka komoditi yang belum mengantongi izin. Selain Binomo, ada pula 92 domain opsi biner lain yang juga diblokir, seperti Quotez, IQ Option, dan Olymptrade.

  1. Kasus Phising dan Skimming di Medan, Indonesia

Masih dari Indonesia, kasus kejahatan digital yang menyasar sektor keuangan juga pernah terjadi di Medan, Sumatera Utara pada Juli 2022. Sekitar 83 nasabah sebuah bank milik pemerintah daerah menelan kerugian hingga Rp2,7 miliar akibat skimming. Adapun bentuk kejahatan ini merupakan tindak pencurian data nasabah yang menggunakan alat penangkap data dan dipasang di mesin ATM Medan Johor. Nantinya, pelaku bisa dengan mudah membobol rekening korban dan menguras isinya.

Adanya kasus skimming tersebut juga dibenarkan oleh pihak bank. Kasus ini pertama kali terungkap setelah beredarnya rekaman kamera pengawas ATM di sebuah supermarket. Dalam rekaman tersebut, terlihat 2 tersangka asing yang diduga berasal dari Rusia dan Timur Tengah yang tengah melakukan perbuatannya.  

  1. Kasus OCBC di Singapura

Sebanyak 469 nasabah bank swasta di Singapura (OCBC) kehilangan uangnya pada 29 Desember 2021. Kerugian korban phising di Sigapura ini mencapai total nominal USD8,5 juta atau Rp127 miliar. Melansir laman mothership.sg (31 Desember 2021), para nasabah telah menjadi korban phising orang tak bertanggung jawab. Penipuan ini bermula ketika nasabah menerima SMS dari pihak yang mengaku sebagai staf bank. Pesan singkat itu berisi bahwa rekening bank atau kartu kredit nasabah mengalami masalah.

Jenis kejahatan ini merupakan spoofing, di mana pelaku menyamar layaknya pihak bank dan mengirimkan pesan pendek dengan kode-kode tertentu. Pesan yang disebarkan pun sangat meyakinkan dan terlihat seperti aslinya. Pesan tersebut juga berisi tautan menuju laman palsu. Lagi-lagi, laman tersebut sangat terlihat sama dan sulit dibedakan dengan aslinya.

Ketika tautan diklik, nasabah diminta memberikan data-data pribadi, seperti password atau PIN ATM, nama asli, dan OTP. Dengan ini, maka pelaku bisa dengan mudah mencuri uang nasabah hanya dalam waktu singkat. Uang yang diambil tersebut akan ditransferkan ke berbagai rekening, sehingga akan sulit melakukan pelacakan.

Atas kasus besar ini, pihak bank memberikan imbauan kepada nasabah untuk tidak sembarangan memberikan data pribadi dan rahasia ke sembarang orang. Data tersebut sejatinya hanya untuk diketahui oleh diri sendiri. Bank juga tidak mengirimkan SMS dengan tautan agar nasabah mengaktifkan kembali rekeningnya.

Akun nasabah otomatis menjadi tidak aktif jika sudah setahun tidak digunakan. Apabila ingin diaktifkan, nasabah harus mendatangi langsung kantor bank terdekat atau melalui fitur internet banking. Apabila merasa ragu, nasabah bisa langsung menghubungi pihak bank melalui call center resminya.

  1. Kasus Bank of America di Los Angeles, Amerika Serikat

Lura Ball, seorang perempuan di Amerika Serikat (AS), menjadi penipuan sebuah bank besar di negara itu (Bank of America) pada Maret 2022. Akibatnya, Ball kehilangan uang sebesar USD18 ribu atau sekitar Rp269,73 juta. Mengutip laman ABC 7 News, Ball awalnya menerima pesan singkat yang mengatasnamakan pihak bank. Sebenarnya, ia sempat mengabaikannya. Namun tak berapa lama, ia ditelepon pelaku tersebut yang menyampaikan maraknya upaya penipuan.

Rupanya, SMS dan telepon itulah yang merugikannya, ia menjadi korban spoofing. Pelaku meminta Ball untuk menggunakan sebuah layanan bernama Zelle, yang memang biasa digunakan bank agar nasabah bisa mengirim dan menerima uang dengan mudah. Ball pun mengikuti anjuran pelaku.

Beberapa saat kemudian, ia dikagetkan dengan sebuah pesan di surel yang mengatakan bahwa dirinya telah mentransfer uang ke rekening lain. Padahal, Ball baru saja mendapat pinjaman untuk membangun bisnis kuenya. Akibat peristiwa ini, Ball harus membayar kerugiannya, sebab pihak bank menolak klaimnya.

  1. Kasus Bank of Thailand di Bangkok, Thailand

Kasus penipuan digital di sektor keuangan yang bernilai fantastis juga pernah terjadi di Thailand pada Oktober 2021. Laman KrAsia (20 Oktober 2021) menyebut, total kerugian yang diderita para korban mencapai USD3,9 juta atau Rp58,4 miliar. Angka tersebut diketahui berdasarkan laporan yang diberikan oleh salah satu bank besar dan ternama di negara tersebut (Bank of Thailand). Kepolisian Thailand langsung turun untuk menyelidiki kasus penipuan perbankan digital ini yang melibatkan berbagai transaksi daring tidak sah.

Korbannya diprediksi mencapai 40 ribu orang. Penyebab utama hilangnya dana adalah karena scammers secara acak. Pelaku mengumpulkan data kartu nasabah dan menggunakannya untuk memalsukan transaksi di toko asing secara daring tanpa penggunaan sandi. Sebagian besar, kartu yang digunakan merupakan kartu debit. Jika ditotal, ada sekitar 10.700 kartu yang disalahgunakan. Sementara itu, pihak bank dan asosiasi bankir Thailand berjanji untuk segera melakukan langkah konkret dan menerapkan strategi agar hal itu tidak lagi terjadi. (FHM)

SHARE