BANKING

Kaleidoskop 2022: Mengulik Perjalanan Suku Bunga Bank Indonesia (BI) di Tahun Macan Air

Kunthi Fahmar Sandy 23/12/2022 01:56 WIB

Pada penghujung tahun 2022, BI akhirnya memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,50%

Kaleidoskop 2022: Mengulik Perjalanan Suku Bunga Bank Indonesia (BI) di Tahun Macan Air (FOTO:MNC Media)

IDXChannel - Sepanjang tahun 2022, Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebanyak lima kali hingga Desember 2022.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut, keputusan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai kebijakan agar terus menjaga stabilitas inflasi, nilai tukar, dan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah gejolak ekonomi dunia.

Berawal dari Januari 2022, BI memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%. 

Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas inflasi, nilai tukar, dan sistem keuangan serta upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, di tengah tekanan eksternal yang meningkat.

"Dalam hal ini, kebijakan moneter tahun 2022 akan lebih diarahkan untuk menjaga stabilitas, sementara kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta ekonomi-keuangan inklusif dan hijau, tetap untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," ujar Perry Januari 2022 lalu.

Februari 2022 hingga Juli 2022 BI pun tetap menahan laju suku bunga di angka 3,5%. Menurut Perry, keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi inti yang masih terjaga di tengah risiko dampak perlambatan ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri. 

Bank Indonesia terus mewaspadai risiko kenaikan ekspektasi inflasi dan inflasi inti ke depan, serta memperkuat respons bauran kebijakan moneter yang diperlukan baik melalui stabilisasi nilai tukar Rupiah, penguatan operasi moneter, dan suku bunga.  

Namun, pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia Agustus 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 3,75%, suku bunga Deposit Facility  sebesar 25 bps menjadi 3,00%, dan suku bunga Lending Facility  sebesar 25 bps menjadi 4,50%. 

Perry menyebut, keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi dan inflasi volatile food. "Serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah pertumbuhan ekonomi domestik yang semakin kuat," urainya.

Selanjutnya, pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia September 2022, BI juga menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 4,25%, suku bunga Deposit Facility  sebesar 50 bps menjadi 3,50%, dan suku bunga Lending Facility  sebesar 50 bps menjadi 5,00%. Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 3,0±1% pada paruh kedua 2023, serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat. 

Tak hanya sampai disitu, BI melanjutkan kebijakan moneternya dengan kembali menaikkan suku bunga di Oktober 2022 sebesar 50 bps menjadi 4,75%, suku bunga Deposit Facility  sebesar 50 bps menjadi 4,00%, dan suku bunga Lending Facility  sebesar 50 bps menjadi 5,50%.

Pada akhir November 2022, BI lagi-lagi memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 5,25%, suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 6,00%. 

Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini masih tinggi dan memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 3,0±1% lebih awal yaitu ke paruh pertama 2023, serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat kuatnya mata uang dolar AS dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat. 

"Bank Indonesia juga terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi," tukas dia.

Pada penghujung tahun 2022, BI akhirnya memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,25%. 

Keputusan kenaikan suku bunga yang lebih terukur tersebut sebagai langkah lanjutan untuk secara front loaded, pre-emptive, dan forward looking memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi sehingga inflasi inti tetap terjaga dalam kisaran 3,0±1%. 

"Kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah terus diperkuat untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) di samping untuk memitigasi dampak rambatan dari masih kuatnya dolar AS dan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global," jelas dia.

BI juga terus memperkuat operasi moneter melalui kenaikan struktur suku bunga di pasar uang sesuai dengan kenaikan suku bunga BI7DRR tersebut.

Serta memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi, terutama imported inflation, melalui intervensi di pasar valas dengan transaksi spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

Melanjutkan penjualan/pembelian SBN di pasar sekunder untuk memperkuat transmisi kenaikan BI7DRR dalam meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN bagi masuknya investor portofolio asing guna memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah.

Menerbitkan instrumen operasi moneter (OM) valas yang baru untuk mendorong penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE), khususnya dari ekspor Sumber Daya Alam (SDA), di dalam negeri oleh bank dan eksportir untuk memperkuat stabilisasi, termasuk stabilitas nilai tukar Rupiah dan pemulihan ekonomi nasional. Instrumen OM Valas tersebut dilakukan dengan imbal hasil yang kompetitif berdasarkan mekanisme pasar yang transparan disertai dengan pemberian insentif kepada bank.

BI juga memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif, inklusif, dan berkelanjutan untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan, khususnya kepa​da sektor-sektor prioritas yang belum pulih, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan kredit/pembiayaan hijau, dalam rangka mendukung pemulihan perekonomian melalui penyempurnaan ketentuan insentif GWM, berlaku sejak 1 April 2023.

(SAN)

SHARE