IDXChannel - Bank Indonesia (BI) diproyeksi akan mengambil langkah kalem dengan mengurangi laju kenaikan suku bunga menjadi 25 basis poin (bps) pada pertemuan Rapat Dewan Gubernur (RDG), pada 21 hingga 22 Desember minggu ini.
Menurut Reuters, mendinginnya inflasi dan nilai tukar rupiah yang lebih tangguh diperkirakan akan memberi BI cukup kenyamanan untuk memilih kenaikan suku bunga seperempat poin.
Selama dua pekan lalu, beberapa bank sentral global utama termasuk The Federal Reserve (The Fed) AS memperlambat laju kenaikan suku bunga karena inflasi menunjukkan tanda-tanda memuncak. Namun mereka juga menekankan bahwa pertarungan belum berakhir.
BI sendiri telah menaikkan suku bunga sebesar 175 basis poin sepanjang tahun ini. Kondisi ini dibalas dengan inflasi tahunan yang lebih rendah dari perkiraan sebesar 5,42% pada bulan November.
Hal ini memungkinkan untuk mengerem laju kenaikan suku bunga yang lebih kecil lebih.
Berdasarkan survey Reuters, lebih dari 90% ekonom, 27 dari 29, dalam jajak pendapat 13-19 Desember lalu memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,50% pada pertemuan RDG kali ini. Adapun dua sisanya memperkirakan kenaikan 50 basis poin.
“(Kami) memang melihat sedikit kejutan pada penurunan inflasi, sehingga dapat memberi ruang bagi BI untuk hanya melakukan 25 (bps) daripada 50,” kata Nicholas Mapa, ekonom senior di ING.
Selain itu, lebih dari 85% responden, 19 dari 22, yang memiliki pandangan jangka panjang memperkirakan tingkat kebijakan suku bunga di Indonesia akan mencapai 5,75% atau lebih tinggi pada akhir Maret 2023, seperempat poin lebih tinggi dari jajak pendapat bulan November.
Prakiraan rata-rata juga menunjukkan suku bunga naik menjadi 6% pada kuartal kedua tetapi kemudian turun kembali menjadi 5,75% pada akhir tahun 2023.
Sepertiga responden, 7 dari 21, mengatakan kenaikan suku bunga akan berakhir tahun depan sebesar 5,75%.
Dengan laju kenaikan suku bunga yang diperkirakan lebih lambat dari The Fed, tekanan terhadap rupiah yang telah melemah sekitar 9% terhadap dolar AS tahun ini diperkirakan akan mereda, memberikan ruang bagi BI untuk menurunkan laju pengetatannya.
"Kami tidak berpikir dinamika inflasi domestik menjamin kenaikan suku bunga lebih lanjut, lingkungan eksternal yang lebih kalem akan memberi bank sentral beberapa ruang untuk memperlambat laju pengetatan," kata Krystal Tan, ekonom di ANZ.
Sudahkah Inflasi Mencapai Puncak?
Sepanjang 2022, inflasi RI meroket tajam dari awalnya hanya mencapai 2,2% di awal tahun ini, menjadi 5,4% di bulan November ini.
BI telah menetapkan target inflasi sebesar 3±1% pada tahun ini hingga tahun depan. Adapun dalam beberapa tahun terakhir ini, tercatat bahwa inflasi faktual selalu di bawah target inflasi yang telah ditetapkan bank sentral. (Lihat grafik di bawah ini.)
Hingga 2021, inflasi terjaga di bawah 2% yang mencapai 1,87% di tahun tersebut. Angkanya bahkan cenderung melandai dibanding tahun 2018 yang inflasi aktualnya sebesar 3,13%.
Namun, sepanjang 2022, inflasi RI meroket tajam dari awalnya hanya mencapai 2,2% di awal tahun ini, menjadi 5,4% di bulan November ini. Meskipun periode puncak inflasi sempat terjadi pada September mencapai 6,0%, namun penurunan ini masih jauh di ambang target BI sebesar 3%.