Kilas Balik Sektor Perbankan saat Pandemi dan Prospek di 2023
Saat ini muncul peluang sektor perbankan di tengah tren suku bunga tinggi meskipun banyak harapan suku bunga akan mulai stabil dan cenderung akan turun
IDXChannel - Sepanjang 2020 lalu hingga saat ini dan mungkin beberapa waktu kedepan, perbankan nasional dihadapkan pada tantangan yang cukup fenomenal seperti peningkatan risiko kredit dan perubahan ekspektasi masyarakat akan layanan perbankan.
Dikutip dari roadmap pengembangan perbankan 2022-2025, Sabtu (19/8/2023), epicentrum tantangan tersebut terutama muncul dari pandemi Covid-19 dan kebijakan pembatasan sosial berskala
besar yang mengikutinya.
Dalam roadmap tersebut dikatakan, penurunan aktivitas ekonomi sebagai dampak kebijakan pembatasan sosial telah memberikan tekanan pada kinerja debitur
dan memberikan dampak lanjutan pada peningkatan kredit berisiko tinggi (loan at risk).
OJK secara responsif telah mengeluarkan kebijakan stimulus melalui POJK No. 11/POJK.03/2020 dan direspon industri melalui restrukturisasi kredit kepada debitur yang terdampak pandemi
Covid-19.
Kebijakan ini setidaknya mampu meredam kegagalan keuangan yang dialami debitur
dan mampu menjaga stabilitas sistem perbankan. Tantangan kedua, perubahan ekspektasi masyarakat akan layanan perbankan. Pembatasan sosial berskala besar juga telah mengubah perilaku masyarakat dalam melakukan transaksi dari sebelumnya interaksi fisik ke arah virtual, demikian pula dengan penyelesaian pembayarannya.
Kondisi ini menuntut transformasi
struktural model bisnis perbankan antara lain melalui akselerasi layanan digitalnya.
Mencermati tantangan tersebut, ada dua action plan yang perlu dilakukan bank: dalam jangka pendek, melakukan konsolidasi bisnis dan kelembagaan agar mampu berkontribusi pada penyelesaian kredit restrukturisasi dan pemulihan ekonomi.
Dalam jangka panjang, transformasi struktural dengan memperbesar skala usaha dan penguatan daya saing melalui transformasi layanan menjadi kunci. Salah satu diantaranya dengan melakukan akselerasi layanan digital untuk memenuhi ekspektasi stakeholder.
Perbankan nasional terus mengalami pertumbuhan dan terjaga di tengah tantangan berat yang terus datang dari pelemahan perekonomian akibat perang dagang, gejolak geopolitik, dan pandemi Covid-19. Kinerja intermediasi terus meningkat dan indikator rasio keuangan utama tetap terjaga pada level yang terkendali.
Sinergi kebijakan OJK, pemerintah, Bank Indonesia, dan otoritas lainnya mampu mengawal ketahanan perbankan nasional untuk terus menopang perekonomian nasional.
Kinerja positif perbankan nasional selama beberapa tahun terakhir tercermin dari berbagai indikator utama. Total aset perbankan nasional terus bergerak naik diiringi dengan pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga.
Profil risiko perbankan nasional berada dalam level yang terkendali dengan rasio kredit bermasalah yang rendah dan rasio likuiditas yang cukup tinggi. Permodalan perbankan nasional juga masih pada level rasio yang tinggi ditopang dengan profitabilitas yang terjaga.
Sementara itu, jumlah bank konvensional dan jaringan kantornya terus mengalami penurunan seiring dengan proses konsolidasi dan proses transformasi digital, sedangkan jumlah bank syariah dan jaringannya mengalami peningkatan seiring dengan penguatan perbankan
syariah.
Agar industri dapat melangkah ke arah yang sama untuk menghadapi tantangan tersebut, OJK telah menyiapkan Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia 2020 – 2025 (RP2I). Roadmap ini menjadi pijakan dalam pengembangan ekosistem industri perbankan diiringi dengan dukungan transformasi pengaturan, pengawasan serta perizinan yang kondusif bagi industri untuk bertumbuh.
RP2I disusun sebagai upaya untuk merespon berbagai dinamika yang terjadi di perbankan nasional pasca pandemi dan perubahan landscape yang menyertainya. RP2I berisikan arah dan acuan pengembangan jangka pendek maupun pengembangan struktural secara bertahap
dalam rentang waktu enam tahun. Arah pengembangan jangka pendek ditujukan untuk mengoptimalkan peran perbankan dalam mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional akibat dampak pandemi Covid-19.
Arah pengembangan struktural ditujukan untuk memperkuat perbankan nasional sehingga memiliki daya tahan (resiliensi) yang lebih baik, daya saing yang lebih tinggi, dan kontribusi yang lebih optimal terhadap perekonomian nasional. Perwujudan
arah pengembangan tersebut tentunya memerlukan komitmen, sinergi, dan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan.
RP2I merupakan living document yang dapat disesuaikan seiring dinamika perubahan ataupun perkembangan industri sehingga diperlukan respon kebijakan yang relevan, tepat waktu, dan tepat substansi untuk mendukung daya saing perbankan nasional.
Seiring dengan perkembangan pesat ekonomi digital, perbankan perlu mengakselerasi digitalisasi produk dan layanannya sehingga dapat memenuhi ekspektasi masyarakat.
Digitalisasi layanan perbankan bukanlah sebuah pilihan, namun telah menjadi keniscayaan. Pengembangan perbankan digital ke depan tidak hanya fokus pada penghimpunan dan penyaluran dana saja namun mencakup pula dorongan inovasi
teknologi pendukung digitalisasi dan open banking.
Perkembangan teknologi informasi telah mmemacu suatu cara baru dalam berbagai aspek kehidupan termasuk cara baru di bidang keuangan dan mendorong berkembangnya ekonomi dan keuangan digital. Perkembangan teknologi
infomasi telah mengubah perilaku dan ekspektasi masyarakat dalam mengakses layanan keuangan. Memasuki era digital, masyarakat yang saat ini didominasi oleh generasi milenial semakin menuntut berbagai layanan keuangan digital.
Perbankan sebagai salah satu sektor penyedia layanan keuangan tentunya perlu menyikapi perkembangan ekonomi dan keuangan digital serta perubahan perilaku masyarakat yang mengarah kepada layanan digital sebagai suatu peluang sekaligus tantangan.
Perkembangan teknologi informasi di samping membawa perubahan bagi proses bisnis perbankan juga menimbulkan suatu fenomena baru di industri jasa keuangan yaitu munculnya platform keuangan digital. Platform keuangan terbaru yang saat ini
dikenal dengan fintech, memiliki potensi besar untuk mengubah struktur layanan jasa keuangan.
Fintech menawarkan inovasi layanan jasa keuangan yang sesuai dengan perkembangan gaya hidup masyarakat. Fintech menawarkan produk-produk baru yang dibutuhkan masyarakat sejalan dengan gaya hidup digital. Salah satu produk fintech yang merupakan inovasi dari produk perbankan adalah layanan pendanaan yang dikenal dengan nama peer to peer lending.
Kinerja 2023
Adapun pada 2023, stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga dengan kinerja intermediasi Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang solid didukung tingkat permodalan serta likuiditas yang memadai. Sektor perbankan tetap resilien ditandai dengan fungsi intermediasi yang terjaga dan permodalan yang memadai di tengah tantangan perekonomian dan pasar keuangan global serta kecenderungan penurunan harga komoditas utama penopang ekspor.
Saat rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyebut, pada Juni 2023, pertumbuhan kredit perbankan mencapai 7,76% yoy (Mei: 9,39%), terutama ditopang kredit investasi yang tumbuh 9,60% yoy (Mei: 12,69%).
Sejalan dengan pengetatan likuiditas di global, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 5,79% yoy (Mei: 6,55%) dengan deposito sebagai main driver pertumbuhan. Kondisi tersebut menjadikan likuiditas perbankan sedikit turun meskipun masih jauh di atas threshold, antara lain tercermin dari Rasio Alat Likuid/Noncore Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing sebesar 119,04% dan 26,73% (Mei: 123,27% dan 27,55%) dengan threshold 50% dan 10%.
Selain itu, Liquidity Coverage Ratio (LCR) juga memadai, berada pada level 230,24% (Mei: 233,63%) dan melampaui threshold 100%. Dari sisi permodalan, Capital Adequacy Ratio (CAR) tetap solid dan berada pada level 25,41% (Mei: 26,07%). Sementara itu, risiko kredit membaik dengan Non-performing Loan (NPL) gross turun ke level 2,44% (Mei: 2,52%) dan NPL net 0,77% (Mei: 0,77%).
Selanjutnya, kredit restrukturisasi Covid-19 melanjutkan penurunan menjadi Rp361,04 triliun (Mei: Rp372,07 triliun) dengan jumlah debitur yang juga terus menurun menjadi 1,57 juta debitur (Mei: 1,64 juta
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, likuiditas perbankan tetap longgar sehingga berpotensi mendorong berlanjutnya peningkatan kredit/pembiayaan. Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tercatat tinggi, yakni 26,73% pada Juni 2023, sejalan dengan stance kebijakan likuiditas longgar Bank Indonesia. Perkembangan likuiditas tersebut berperan positif terhadap perkembangan suku bunga perbankan.
Di pasar uang, suku bunga IndONIA cukup rendah yakni 5,61% pada 24 Juli 2023. Di pasar obligasi, imbal hasil SBN tenor jangka pendek tercatat 5,99%, sementara imbal hasil SBN tenor jangka panjang tercatat 6,22% pada tanggal yang sama.
Di perbankan, suku bunga deposito 1 bulan dan suku bunga kredit pada Juni 2023 terjaga rendah, yaitu sebesar 4,14% dan 9,34%. Bank Indonesia terus memastikan kecukupan likuiditas untuk terjaganya stabilitas sistem keuangan dan meningkatnya kredit/pembiayaan guna berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional.
Kredit/pembiayaan perbankan tumbuh melambat karena menurunnya permintaan kredit dari dunia usaha. Di tengah longgarnya sisi penawaran oleh tersedianya likuiditas, tingginya rencana penyaluran kredit, serta longgarnya standar penyaluran kredit/pembiayaan perbankan, korporasi cenderung mempercepat pelunasan kredit, dan berperilaku wait and see dalam meningkatkan rencana investasinya ke depan.
Kredit perbankan pada Juni 2023 tumbuh sebesar 7,76% (yoy), terutama ditopang oleh sektor Jasa Dunia Usaha, Jasa Sosial, dan Pertambangan. Pembiayaan syariah juga tumbuh tinggi mencapai 17,09% (yoy) pada Juni 2023. Di segmen UMKM, pertumbuhan kredit terus berlanjut, yaitu mencapai 7,34% (yoy) pada Juni 2023.
Bank Indonesia berkomitmen untuk terus mendorong penyaluran kredit/pembiayaan dari sisi penawaran perbankan dalam rangka mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Untuk itu, kebijakan insentif likuiditas makroprudensial difokuskan pada sektor-sektor yang memiliki daya ungkit lebih tinggi bagi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, khususnya pada sektor hilirisasi (minerba, pertanian, peternakan, dan perikanan), perumahan (termasuk perumahan rakyat), pariwisata, inklusif (termasuk UMKM, KUR, dan ultra mikro/UMi), serta ekonomi keuangan hijau. Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan kredit pada 2023 dalam kisaran 9-11% (yoy).
Ketahanan sistem keuangan, khususnya perbankan, terjaga. Permodalan perbankan kuat dengan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) sebesar 26,07% pada Mei 2023. Risiko kredit tetap terkendali, tecermin dari rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang rendah, yaitu 2,52% (bruto) dan 0,77% (neto) pada Mei 2023. Likuiditas perbankan pada Juni 2023 terjaga, dipengaruhi oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 5,79% (yoy). Hasil stress test Bank Indonesia juga menunjukkan ketahanan perbankan tetap kuat.
Bank Indonesia terus memperkuat sinergi dengan KSSK dalam memitigasi berbagai risiko ekonomi domestik dan global yang dapat mengganggu ketahanan sistem keuangan serta momentum pemulihan ekonomi.
Prospek di 2023
Saat ini muncul peluang sektor perbankan di tengah tren suku bunga tinggi meskipun banyak harapan suku bunga akan mulai stabil dan cenderung akan turun di bulan mendatang.
Chief Economist Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, hal ini menjadi kabar bagus bagi sektor perbankan mengingat Bank Indonesia sejauh ini hanya menaikkan di awal tahun dan setelahnya menahan tingkat acuan.
"Sampai akhir tahun ini pun diperkirakan Bank Indonesia masih akan mempertahankan tingkat suku bunga di level acuan 5,75% sehingga ini ada harapan bahwa dari sektor perbankan tentunya dan kenaikan cost of fund akan semakin terbatas," ungkap Josua.
"Sehingga harapannya ada dari sisi profitabilitas juga perbankan akan mungkin membaik dibandingkan khususnya tahun lalu," imbuhnya.
Menurut Josua, meskipun tahun lalu dari sisi pertumbuhan kredit cenderung melambat, namun dari kenaikan NIM cenderung meningkat dibandingkan akhir tahun lalu.
"Karena lihat dari sisi data sementara untuk kenaikan suku bunga kredit itu sedikit lebih tinggi dibanding kenaikan suku bunga deposito sehingga ini hanya merefleksikan dari sisi kita sudah membukukan kenaikan tren juga," jelas Josua.
Dari sisi pertumbuhan kredit sampai dengan tahun ini, Bank Permata mempertimbangkan ekonomi secara umum mengalami perlambatan sehingga mempengaruhi pertumbuhan kredit dalam kisaran 7%-9%.
"Dari sisi permintaan kredit, sektor industri misalkan, yang berkaitan dengan pertambangan dan juga CPO pada saat tahun lalu, rata-rata korporasi tersebut melunasi utang-utangnya," kata dia.
Kemudian dari sisi realisasi dari NIM yang menunjukkan peningkatan dari tahun lalu. Per data bulan Juni sendiri, meningkat 4,58% dari posisi Juni 2022 sebesar 4,69% dan Desember 2022 sebesar 4,71%.
"Profitabilitas dari perbankan itu dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga kredit yang lebih tinggi tahun ini dibandingkan dengan kenaikan suku bunga deposito," ungkap Josua.
Menurut Josua dari rasio CASA, saving account dan juga tabungan dibandingkan DPK itu masih cukup tinggi, lebih dari 60% sehingga balik lagi ke cost of fund perbankan ini masih tetap meningkat.
(SAN)