BANKING

Likuiditas dan Efisiensi Topang BBNI Hadapi Persaingan dan Tekanan Margin

Taufan Sukma Abdi Putra 29/10/2025 17:20 WIB

cost to income ratio (CIR) berada di 46,1 persen, lebih baik dibanding rata-rata bank besar lain yang masih di kisaran 48 sampai 49 persen.

Likuiditas dan Efisiensi Topang BBNI Hadapi Persaingan dan Tekanan Margin (foto: iNews Media Group)

IDXChannel - Kalangan analis dan pelaku pasar menyoroti efisiensi dan tingkat likuiditas yang dimiliki PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) di tengah tekanan margin dan ketatnya persaingan pendanaan di industri perbankan nasional.

Misalnya saja CGS International Sekuritas Indonesia, yang keyakini bahwa kondisi likuiditas dan efisiensi tersebut dapat mendorong saham BBNI untuk rebound lebih cepat, dengan berbekal catatan kinerja per September 2025 lalu.

Sesuai laporan keuangan yang telah dirilis Perseroan, sepanjang sembilan bulan pertama 2025 (9M/2025), laba bersih BNI memang turun sebesar 7,3 persen secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp15,1 triliun.

Meski demikian, capaian yang setara 73,5 persen dari target tahunan CGS Sekuritas ini dinilai mencerminkan daya tahan kinerja BNI di tengah tren pelemahan margin bunga.

Dari sisi pendapatan, pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) tercatat stabil di Rp29,3 triliun, sementara pendapatan non-bunga (non-interest income) naik 12,4 persen (YoY) menjadi Rp17,2 triliun.

"Kenaikan ini mencerminkan penguatan strategi diversifikasi pendapatan non-bunga, termasuk dari bisnis treasury, sindikasi, dan komisi transaksi," ujar Analis CGS International Sekuritas Indonesia, Handy Noverdanius, dalam keterangan resminya, Selasa (28/10/2025).

Menurut Handy, kombinasi keduanya telah berhasil mendorong total pendapatan (total revenue) naik tipis menjadi Rp46,5 triliun, yang dapat dinilai sebagai cerminan pertumbuhan yang sehat di tengah tekanan suku bunga tinggi.

Di lain pihak, cost to income ratio (CIR) berada di 46,1 persen, lebih baik dibanding rata-rata bank besar lain yang masih di kisaran 48 sampai 49 persen.

"BNI berhasil menjaga efisiensi biaya secara berkelanjutan, terutama melalui digitalisasi proses dan disiplin pengendalian beban operasional. Ini memberi ruang bagi profitabilitas tetap terjaga meski margin tertekan," ujar Handy.

Secara keseluruhan, kredit Perseroan tercatat tumbuh 10,5 persen (YoY) menjadi Rp812,19 triliun, sementara dana pihak ketiga (DPK) naik 21,4 persen YoY menjadi Rp934,3 triliun.

Lonjakan simpanan terutama ditopang peningkatan rekening giro dan deposito berjangka, termasuk dukungan penempatan dana pemerintah.

Kombinasi tersebut membuat loan to deposit ratio (LDR) turun ke 86,9 persen dari 95,3 persen pada tahun sebelumnya, yang menunjukkan kondisi likuiditas yang longgar dan ruang ekspansi kredit yang luas.

"Sebaliknya, bank pesaing seperti BRI dan Mandiri masih mencatat LDR di atas 90 persen, yang membuat ruang ekspansi mereka lebih terbatas dan menimbulkan tekanan pada biaya dana," ujar Handy.

Meski margin bunga bersih (net interest margin/NIM) turun menjadi 3,8 persen akibat tekanan yield kredit, cost of fund (CoF) berhasil ditekan ke 2,8 persen, menunjukkan keberhasilan BNI mengelola struktur pendanaan dengan lebih efisien.

Handy memperkirakan tren efisiensi ini akan berlanjut hingga 2026, terutama jika suku bunga acuan mulai menurun.

Dari sisi kualitas aset, rasio kredit bermasalah (NPL) stabil di 2,0%, dengan coverage ratio tinggi mencapai 222,7%, sementara cost of credit (CoC) bertahan di level 1,0%. Hal ini menegaskan pengelolaan risiko BNI yang prudent.

Struktur permodalan juga tetap solid, dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) di 21,1% dan return on equity (ROE) sebesar 12,7%.

CGS Sekuritas memproyeksikan laba bersih BNI akan mencapai Rp20,7 triliun hingga akhir 2025, dengan potensi pertumbuhan sekitar 10% pada 2026, seiring pemulihan margin bunga bersih dan stabilisasi biaya dana.

"BNI telah menunjukkan keseimbangan terbaik antara pertumbuhan kredit, efisiensi biaya, dan kualitas aset. Dengan likuiditas longgar, manajemen risiko yang disiplin, dan pendapatan non-bunga yang terus meningkat, BNI berpotensi memimpin pemulihan sektor perbankan Indonesia tahun depan," ujar Handy.

(taufan sukma)

SHARE