BANKING

Makin Ketat, Praktik Shadow Banking di China Mulai Tinggalkan Sektor Properti

Taufan Sukma/IDX Channel 13/12/2022 15:02 WIB

istilah shadow banking biasanya merujuk pada layanan keuangan 'bawah tanah' yang berada di luar regulasi dan pengawasan otoritas perbankan.

Makin Ketat, Praktik Shadow Banking di China Mulai Tinggalkan Sektor Properti (foto: MNC Media)

IDXChannel - Kinerja sektor konstruksi dan infrastruktur yang demikian ekspansif mendorong massifnya pertumbuhan bisnis properti di China selama lebih dari satu dekade terakhir.

Kondisi ini membuat kebutuhan pembiayaan di kalangan pengembang properti meningkat tajam, sehingga menjadi peluang besar bagi pelaku shadow banking untuk menawarkan sejumlah fasilitas kredit, yang tidak bisa dilakukan oleh pemberi pinjaman tradisional, seperti perbankan, lantaran terlalu berisiko.

Karenanya, pelaku shadow banking tak segan untuk mengambil sejumlah risiko dan menerapkan bunga tinggi, sehingga menjadikan ceruk pasar properti China sebagai 'ladang menggiurkan' yang memperkaya para pelaku shadow banking.

Meski tidak ada defisinisi secara pasti, istilah shadow banking biasanya merujuk pada layanan keuangan 'bawah tanah' yang berada di luar regulasi dan pengawasan otoritas perbankan, lantaran dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan non-bank.

Sifatnya yang berada di luar sistem pengawasan inilah, yang membuat praktik layanan jasa keuangan ini disebut sebagai shadow banking, karena tidak benar-benar berada dalam cakupan industri perbankan secara legal.

Tingginya permintaan kredit di kalangan pengembang properti yang tidak diimbangi oleh ketersediaan pendanaan dari perbankan membuat layanan shadow banking jadi banyak dilirik.

Namun, dalam perkembangannya, langkah pemerintah China yang mulai menerapkan tindakan tegas terhadap aktivitas kredit yang demikian ekspansif di industri properti membuat permintaan pendanaan dari sektor tersebut diyakini melemah cukup signifikan.

Hal ini kemudian membuat industri shadow banking China, yang diperkirakan bernilai hingga USD3 triliun, mulai berpaling dan mencari peluang bisnis baru, termasuk investasi langsung di perusahaan, kantor keluarga, dan manajemen aset.

Tak hanya itu, bila shadow banking dulu berani menawarkan gaji tinggi bagi para karyawannya, kini sejumlah kesepakatan dengan standar gaji baru yang lebih rencah juga mulai diterapkan. 
Kondisi ini berbanding terbalik dengan bisnis keuangan mainstream di China, yang diklaim belum terpengaruh krisis secara lebih serius.

"Semua orang makan sesuap nasi, bertahan hidup satu hari lagi," ujar Jason Hao, sebagaimaan dilansir Reuters, Senin (12/12/2022).

Hao merupakan salah satu mantan karyawan perusahaan perwalian di Shanghai yang juga menjalankan bisnis shadow banking. Saat booming bisnis properti lalu, Hao digaji 4 juta yuan, atau sekitar USD570 ribu per tahun.

Namun, saat kebijakan ketat mulai diterapkan pemerintah, gaji Hao seketika anjlok menjadi hanya 240 ribu yuan, atau sekitar USD24 ribu per tahun, yang kemudian mendorongnya resign dan kini bergabung di sebuah perusahaan manajemen aset.

Data dari situs web pelacakan industri Yanglee.com menunjukkan bahwa 1.483 produk perwalian terkait real estat terjual pada tahun 2022 hingga akhir September, turun hingga 69,7 persen dari 4.891 selama periode yang sama tahun lalu.

Nilai kesepakatan 2022 adalah 117,2 miliar yuan, turun 77,9 persen dari 531,3 miliar yuan. Produk real estat menyumbang 8,7 persen dari semua produk perwalian pada bulan September, dibandingkan dengan sekitar 30 persen pada bulan yang sama dalam dua tahun terakhir.

Kantor Audit Nasional dan Regulator Perbankan China disebut telah meninjau rekening perusahaan perwalian dan kesepakatan tahun ini yang dianggap terlalu berisiko.

Dalam pertemuan internal pada bulan Oktober, seorang eksekutif di Shanghai Trust, sebuah perusahaan milik negara yang pernah berfokus pada properti, mengatakan pendapatan turun hampir setengah tahun ini dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Perusahaan berencana untuk fokus pada manajemen aset dan kantor keluarga untuk menopang keuangannya sambil beralih dari pinjaman kepada pengembang, yang pernah menjadi bisnis intinya, ujar salah satu sumber internal perusahaan.

Secara umum, perusahaan perwalian identik dengan praktik bisnis shadow banking, lantaran wilayah operasinya yang berada di luar banyak aturan yang mengatur bank komersial. Bank di China menjual produk manajemen kekayaan, yang hasilnya disalurkan oleh perusahaan perwalian kepada pengembang properti dan sektor lain yang tidak dapat memanfaatkan pendanaan bank secara langsung.

Karena risikonya, shadow banking dapat membebankan suku bunga hingga 18 persen, jauh lebih tinggi dibanding bunga yang diterapkan bank konvensional, yang berada di kisaran dua hingga enam persen saja.

Kekhawatiran tentang paparan yang terlalu besar terhadap pengembang properti telah tumbuh tahun ini karena sektor yang diperangi di ekonomi terbesar kedua di dunia itu telah melambat dengan cepat.

Beijing telah meningkatkan dukungan dalam beberapa pekan terakhir untuk membatalkan tekanan likuiditas yang telah melumpuhkan pasar real estat, yang merupakan seperempat ekonomi China dan telah menjadi pendorong utama pertumbuhan. (TSA)

Penulis: Hafiz Habibie

SHARE