Manfaatkan KUR, Lukman Raup Empat Keuntungan Sekaligus dari Bisnis Ondel-Ondel
gajinya sebagai petugas keamanan di salah satu perusahaan swasta nasional, terbilang tak mencukupi untuk menopang biaya hidup sekeluarga.
IDXChannel - "Envision, create, and believe in your own universe, and the universe will form around you (bayangkan, ciptakan, dan percayalah pada semestamu sendiri, dan semesta itu akan terbentuk di sekitarmu)."
Seorang enterpreneur enthusiast asal Amerika, Tony Hsieh, menyampaikan kalimat tersebut untuk mendorong semua orang agar tak lagi acuh dengan pendapat sekitar, dan lebih fokus pada upaya membangun diri, hidup dan masa depannya sendiri.
Teori ini sepertinya sejalan dengan kiprah yang selama ini dilakukan oleh Lukman Hakim, sosok Betawi Asli asal Kebayoran Lama, yang sejak 2004 lalu fokus menjaga tradisi dan kebudayaan Betawi lewat ondel-ondel.
"Tadinya juga pada nggak nyangka. Bapak saya saja yang 'orang seni' juga heran, 'Kok loe tiba-tiba ngegarap ondel-ondel,' katanya," ujar Lukman, saat ditemui di kediamannya, di Kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Sabtu (16/3/2024).
Tapi, seperti halnya yang dikatakan Hsieh, perlahan namun pasti 'semesta' di sekeliling kehidupannya pada akhirnya mendukung tekad Lukman untuk menjaga budaya Betawi agar tak punah, tergerus arus modernisasi.
Kepepet
Lukman berkisah, awal mula dirinya nyemplung ke dunia ondel-ondel yaitu pada 2004, saat Sang Istri melahirkan anaknya yang kedua.
Saat itu, diakui Lukman perekonomian keluarganya mulai terganggu, karena gajinya sebagai petugas keamanan (security) di salah satu perusahaan swasta nasional, terbilang tak mencukupi untuk menopang biaya hidup sekeluarga.
Memang, saat itu, segala sumbangan dari keluarga besar dan juga pihak mertua, cukup membantu Lukman dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya.
"Tapi saya tetap tidak mau bergantung pada bantuan saudara, keluarga. Saya berprinsip bahwa bagaimana pun caranya, saya harus berjuang sendiri. Cari pemasukan tambahan. berusaha sendiri," ujar Lukman.
Dalam kondisi demikian, kebetulan Lukman yang saat itu juga menjabat sebagai Wakil Ketua RT, dimintai bantuan warga untuk mengemas kegiatan peringatan Proklamasi Indonesia, pada 17 Agustus 2004 silam.
Sempat memutar otak terkait tema yang menarik untuk dekorasi panggung, Lukman pun memiliki ide untuk menghadirkan nuansa Betawi tempo dulu dengan membangun replika rumah khas Betawi di atas panggung.
"Saat itu saya sampai bikin ondel-ondelnya yang gede, tinggi sampai dua meter. Lalu bikin hiburan lenong juga. Alhamdulillah, warga pada suka. Tamu dari RW lain, sampai Pak Lurah juga demen," tutur Lukman.
Dikenal Luas
Sejak saat itu, Lukman pun mulai dikenal luas di seantero Kelurahan Lebak Bulus sebagai perajin ondel-ondel, sekaligus pegiat budaya Betawi. Setiap ada hajatan, warga akan meminta bantuan Lukman, mulai untuk sekadar menyewa ondel-ondel, atau sampai minta dibuatkan dekorasi khas Betawi tempo dulu.
Untuk menyewa sepasang ondel-ondel dengan tinggi dua meter, Lukman memasang tarif Rp500 ribu untuk warga sekitar rumahnya. Namun bila lokasi penyewa lebih jauh, biasanya Lukman meminta uang tambahan untuk biaya transportasi plus jasa angkut ondel-ondel dari dan menuju lokasi, begitu pun sebaliknya, saat hajatan rampung.
Tak hanya itu, Lukman juga mulai banyak dilibatkan di berbagai acara kelurahan, atau juga kegiatan yang bersifat kebudayaan di level kota maupun provinsi. Karenanya, kenalan dan pelanggan Lukman juga semakin tersebar sampai ke daerah Jabodetabek.
"Saat itu saya masih fokus ke ondel-ondel yang besar dan jasa dekorasi saja. Lalu kemudian Bu Lurah kembali kasih tantangan, kira-kira bisa nggak bikin souvenir berbentuk ondel-ondel tapi kecil. Itu tepatnya tahun 2013. Ya saya jabanin dah tantangannya," ujar Lukman, dengan logat khas Betawinya.
Daur Ulang
Mencoba menjawab tantangan, Lukman pun bereksperiman membuat ondel-ondel dengan memanfaatkan berbagai botol bekas. Mulai dari botol bekas sprite, aqua, pulpy orange, dan berbagai macam botol bekas lain tak luput dari percobaan Lukman.
Akhirnya, dari segala percobaan yang dilakukan, Lukman memilih untuk membuat ondel-ondel mini dari botol bekas Teh Pucuk Harum. Pertimbangan Lukman, secara ukuran cukup pas di genggaman, dan permukaan botolnya yang cukup ideal untuk dijadikan media lukis ketika dia menggambar bagian wajah.
"Jadi modal awal Rp500 ribu dari gaji saya sendiri. Saya beli tuh botol-botol bekas pucuk harum dari warga. Saya hargai Rp5 ribu per kilogram. Tetangga pada demen tuh. Sampai sekarang kalau anaknya jajan di toko depan, belinya pasti teh pucuk harum, biar sampahnya bisa dijual ke saya," tutur Lukman, sambil tertawa.
Tak hanya botol bekas teh pucuk harum, Lukman juga memanfaatkan tutup galon untuk bagian telinga. Lalu stereofoam-stereofoam bekas untuk bagian hidung. Sedangkan untuk baju, Lukman juga membeli kain perca dari baju-baju dan pakaian bekas agar bisa dimanfaatkan kembali.
Melihat kreatifitasnya, pihak Kelurahan dan bahkan Kecamatan tempat Lukman tinggal pun akhirnya secara rutin membeli souvenir ondel-ondel hasil produksinya, untuk diberikan kepada tamu-tamu khusus ketika menyelenggarakan acara.
Permintaan Membludak
Tak hanya bergantung pada pesanan Kelurahan dan Kecamatan, Lukman juga semakin aktif mengikuti berbagai Festival Budaya yang diselenggarakan di berbagai wilayah di area Jabodetabek.
"Biasanya di Setu Babakan, di Monas, itu rutin. lalu ikut festival-festival di level kota atau provinsi. Dari sana ya lumayan, setiap festival mah bisa laku sampai 200-an pasang ondel-ondel souvenir," ungkap Lukman.
Tak hanya berjualan secara langsung, Lukman juga mendistribusikan souvenir ondel-ondel buatannya melalui jasa reseller. Souvenir ondel-ondel tersebut dijual Lukman ke reseller seharga Rp25.000 per pasang.
Namun jika dijual langsung ke konsumen, Lukman akan mematok harga lebih tinggi, yaitu di kisaran Rp35.000 sampai Rp50.000 per pasang. Strategi itu sengaja diambil agar resellernya tetap bisa mengambil untung, dan tidak termatikan oleh sistem penjualan langsung yang dilakukan Lukman.
"Biasanya kalau di tempat pariwisata, saya jual sampai Rp50 ribu per pasang. Kalau di tempat biasa, ya sekitar Rp35 ribu sampai Rp40 ribu. Dengan begitu kan reseller masih bisa jual di harga segitu juga. Jadi masih ada untung. Jualan saya lancar, mereka (reseller) juga lancar," urai Lukman.
Saat ini, Lukman mengeklaim telah memiliki sedikitnya 15 reseller yang secara rutin mampu menjual secara rata-rata sekitar 20 hingga 40 pasang souvenir ondel-ondel setiap bulannya.
Jika dengan menghitung asumsi terendah saja, yaitu penjualan sekitar 20 pasang per bulan, dan dengan harga jual Rp25 ribu per pasang, maka Lukman bisa mengantongi omzet sekitar Rp500 ribu per bulan dari satu reseller saja.
Itu artinya, dengan jumlah reseller sebanyak 15 sejauh ini, maka dalam sebulan Lukman bisa mengantongi omzet sampai Rp7,5 juta. Besaran nominal ini masih juga belum menghitung pemasukan dari penjualan Lukman lewat berbagai festival kebudayaan yang diikuti.
KUR BRI
Dengan omzet yang sudah setinggi itu, maka tak heran bila Lukman kemudian banyak dilirik oleh lembaga perbankan untuk digandeng sebagai nasabah pinjaman modal usaha.
Salah satu tawaran datang dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang sebagian bunganya disubsidi oleh pemerintah.
"Akhirnya saya dapat pinjaman KUR dari BRI sebesar Rp20 juta. Itu sekitar 2017. Tadinya saya ngajuin (untuk tenor) dua tahun. Cuma karena COVID, jadi pelunasannya molor setahun. Baru lunas tahun 2020," papar Lukman.
Saat itu, menurut Lukman, pihak BRI kembali menawarkan pinjaman modal usaha. Namun karena pada saat itu penjualannya turun drastis akibat COVID, maka Lukman tak berani untuk memanfaatkan tawaran tersebut, dan lebih memilih untuk bertahan dulu sambil berupaya memulihkan bisnisnya.
Dengan terjadinya COVID, tidak ada satupun gelaran festival yang diselenggarakan, sehingga membuat omzet penjualan turun signifikan. Untuk menyikpai hal itu, Lukman pun menggjot penjualannya di toko-toko mainan.
"Baru dari sana, mulai pulih lagi. Akhirnya saya berani pinjam lagi, sebesar Rp50 juta untuk tiga tahun. Sekarang sudah jalan Rp1,5 tahun," tandas Lukman.
Dengan keberhasilannya merintis bisnis ondel-ondel ini, Lukman mengaku telah merasakan empat keuntungan sekaligus. Yang pertama, tentu keuntungan finansial yang terbukti mampu mendukung perekonomian keluarganya.
Keuntungan kedua, hasrat berkesenian dan tekad Lukman dalam mempertahankan kebudayaan Betawi juga berjalan lancar sesuai harapannya. Selanjutnya, keuntungan ketiga, kegiatan bisnis Lukman secara tidak langsung juga sejalan dengan program kelestarian lingkungan, lewat upaya daur ulang sampah menjadi produk yang bermanfaat.
"Terakhir, lewat ondel-ondel ini juga, alhamdullah silaturahmi juga semakin lancar. Kenalan, saudara sesama pegiat budaya juga semakin luas, saling mendukung, saling menguatkan. Dalam ajaran agama saya, agama Islam, silaturahmi itu jalannya rejeki. Kalau silaturahmi lancar, rejeki pasti mengikuti," tegas Lukman, yakin.
Pagu 2024
Terkait penyaluran KUR sendiri, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah mengonfirmasi bahwa pemerintah menargetkan penyaluran di sepanjang 2024 ini bakal mencapai Rp300 triliun hingga akhir tahun.
Dari total target tersebut, BRI sebagai salah satu bank penyalur telah diberikan jatah pagu hingga Rp165 triliun. Dengan pagu tersebut, BRI tercatat sebagai bank penyalur KUR terbesar secara nasional.
"Kami berkomitmen penuh untuk dapat memenuhi target tersebut sebagai bentuk konkret dukungan perusahaan atas pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia," ujar Direktur Bisnis Mikro BRI, Supari, dalam kesempatan terpisah.
Menurut Supari, pihaknya optimistis bahwa target tersebut cukup realistis untuk dipenuhi, mengingat telah tersedianya infrastruktur perusahan secara memadai.
Terlebih, BRI disebut Supari juga telah memiliki sumber pertumbuhan baru melalui Ekosistem Ultra Mikro bersama Pegadaian dan PNM.
"Dari sisi infrastruktur, saat ini kami telah memiliki BRISPOT yang terus dioptimalisasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pekerjaan tenaga pemasar (mantri). Lalu, kami juga akan mengoptimalkan potensi dari ekosistem model bisnis baru seperti PARI dan Localoka," tutur Supari.
Di sepanjang 2023 lalu, BRI tercatat berhasil merealisasikan penyaluran Program KUR hingga Rp163,3 triliun. Nominal penyaluran sebesar itu disalurkan kepada sedikitnya 3,5 juta debitur.
"Penyaluran (KUR) mayoritas dari sektor produksi, dengan kontribusi mencapai 57,38 persen terhadap total nilai yang terealisasi," tegas Supari. (TSA)